Saat itu, Guru Endang juga hadir untuk memberikan klarifikasi dan memohon maaf. Kepala Sekolah mengklaim seluruh wali murid menerima permohonan maaf guru dan sekolah.
Sebetulnya masalah guru menghukum para murid dengan memotong rambut, bukanlah hal yang baru.
Penulis sebagai generasi baby boomers mengalami hal yang sama pada tahun 1960-1970 ketika masih sekolah di bangku SLTP/SLTA.
Kami para murid laki-laki dilarang berambut gondrong/panjang untuk menjaga kerapian. Setahu penulis aturan larangan tersebut tidak tertulis dan tidak jelas sanksinya. Namun beberapa guru dengan galak dan kejam selalu siap mengenakan sanksi bagi murid yang bandel dengan menggunting secara sembrono rambut murid tersebut.
Padahal berambut gondrong pada waktu itu merupakan gaya hidup yang terinspirasi dari kaum hippies.
Kaum hippies pada tahun 1970-an adalah sekelompok individu yang menganut gaya hidup alternatif yang mencakup penolakan terhadap nilai-nilai konvensional, penentangan terhadap perang Vietnam, promosi perdamaian dan cinta, serta penganut filosofi hidup yang sederhana dan berkelompok.
Mereka sering kali dikenal dengan pakaian yang mencolok, gaya rambut panjang, dan musik psychedelic seperti rock psikedelik (menggabungkan efek suara elektronik baru dan efek rekaman, solo yang diperluas, dan improvisasi).
Aturan Melarang Siswa Berambut Panjang Merupakan Aturan yang Diskriminatif.
Pada umumnya, mayoritas sekolah di Indonesia saat ini masih melarang siswanya berambut panjang (gondrong). Adapun alasan-alasan yang dikemukakan beragam, mulai dari nilai penampilan hingga masalah kedisiplinan.
Kesan yang diperoleh oleh sekolah  rambut gondrong bagi siswa pria adalah milik mereka yang urakan, berandalan, kriminal, bahkan dianggap tidak sesuai dengan nilai bangsa.
Akibatnya razia rambut masih diberlakukan di berbagai sekolah untuk mendisiplinkan siswanya yang tidak menuruti aturan.
Biasanya, guru sudah menyiapkan gunting untuk memotong rambut mereka.