Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ayah Mario, Rafael Alun Menolak Membayar Restitusi Sebesar Rp 120 milyar Rupiah

16 Agustus 2023   14:52 Diperbarui: 16 Agustus 2023   15:11 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar Photo dan ilustrasi Viva.co.id

Ayah Mario, Rafael Alun Menolak Membayar Restitusi Sebesar Rp 120 milyar Rupiah

Oleh Handra Deddy Hasan

Kasus penganiayaan anak terhadap Cristalino David Ozora oleh Mario Dandy Satrio dan kawan-kawan yang sempat viral, sekarang telah memasuki tahap baru di Pengadilan.

Pada tanggal 15 Agustus 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan terhadap para terdakwa.

Mario Dandy dituntut dengan hukuman maksimal pidana penjara 12 tahun penjara dan terdakwa lain Shane Lukas di tuntut 5 tahun penjara.

Selain tuntutan pidana pokok sebagaimana disebutkan di atas para terdakwa juga dituntut dengan ganti kerugian atau restitusi sebesar Rp 120.000.000.000,00 (seratus dua puluh miliar rupiah) kepada David Ozora. (Kompas, Rabu 16 Agustus 2023).

Ganti kerugian atau Restitusi.

Dalam tindak pidana tertentu pihak terdakwa selain dituntut dengan hukuman pokok berupa pidana penjara dapat juga dibebani dengan hukuman berupa ganti kerugian.

Restitusi berupa ganti kerugian akan diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga.

Pemberian restitusi terhadap korban David Ozora yang berstatus anak (belum berusia 18 tahun) berdasarkan hak anak yang diatur dalam Pasal 71 D Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak).

Hanya tindak pidana tertentu yang bisa membebani terdakwa dengan hukuman tambahan dengan pembayaran ganti rugi restitusi.

Selain tindak pidana terkait anak, restitusi bisa dikenakan kepada terdakwa yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran Hak Azasi Manusia berat, Terorisme, Perdagangan Orang, Diskriminasi Ras dan Etnis atau tindak pidana lain yang ditetapkan dengan Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
 
Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana (Perma No 1/2022).

Restitusi, walaupun merupakan ganti rugi, tidak menghilangkan hak korban untuk menuntut secara perdata. Sebagaimana kita ketahui di dalam hukum perdata berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPERDATA), seseorang dalam hal terjadi perbuatan melawan hukum dapat menuntut ganti rugi.

Ganti kerugian atau restitusi yang dibayarkan dalam masalah pidana tidak menghalangi seseorang untuk menggugat secara perdata apabila restitusi yang diterimanya tidak memadai.

Tidak memadai disini yaitu apabila ternyata Hakim mengabaikan bukti-bukti yang diajukan sehingga tidak memasukkan dalam komponen restitusi atau memasukkan, namun jumlahnya tidak memadai.

Atau lebih fatal lagi apabila ternyata Permohonan Restitusi ditolak karena terdakwa diputus bebas atau lepas dari tuntutan hukum.

Bagaimana Menentukan Besaran Restitusi.

Berdasarkan perhitungan LPSK yang kemudian disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan besaran restitusi yang dinikmati David nilainya cukup fantastis yaitu sebesar Rp 120 milyar rupiah.

Jumlah hukuman tambahan berupa membayar restitusi sebesar Rp 120 milyar rupiah disampaikan oleh Jaksa dalam tuntutannya pada tanggal 15 Agustus 2023 disamping menyampaikan tuntutan pokok berupa pidana penjara selama 12 tahun penjara bagi Mario Dandy dan 5 tahun penjara bagi Shane Lukas.

Besaran angka restitusi fantastis sebesar Rp 120 milyar rupiah tentunya tidak ujug-ujug datang begitu saja tanpa dasar.

Seharusnya LPSK dalam menghitung besaran restitusi yang kemudian disampaikan oleh Jaksa dalam tuntutan didasarkan kepada ;

1. Kerugian material dan immaterial yang diderita korban.

2. Penggantian biaya medis dan kerugian lain termasuk biaya transportasi dasar.

3. Biaya Pengacara dan biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.

Tidak semua tuntutan restitusi harus dibayar oleh pelaku kejahatan.

Sebelum tuntutan restitusi ditetapkan dan dibayar harus melalui proses Pengadilan.

Hakim yang berhak menentukan kewajiban besaran restitusi yang harus dibayar oleh pelaku kejahatan. Hakim akan memeriksa melalui pembuktian perincian ganti rugi restitusi yang diajukan.

Misalnya dalam kasus korban David Ozora dimana besaran restitusi fantastis sebesar Rp 120 milyar rupiah kemungkinan besar perhitungan berasal dari komponen kerugian material yang berasal dari pengobatan medis. Pihak Jaksa sebagai penuntut harus bisa membuktikan rincian tentang biaya pengobatan medis yang diderita David Ozora agar Hakim bisa mengabulkan hukuman restitusi.

Hakim tidak hanya akan memeriksa bukti detail dasar pengajuan restitusi juga  akan memeriksa dengan bijak komposisi restitusi. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam dasar pengajuan restitusi juga bisa dimasukkan biaya Pengacara (lawyer fee).

Pengajuan besaran lawyer fee sebagai dasar restitusi harus dalam jumlah masuk akal. Jangan dijadikan komponen lawyer fee  untuk memeras pihak pelaku kejahatan dengan jumlah yang tidak masuk akal.

Peluang tersebut sangat memungkinkan karena lawyer fee adalah merupakan jumlah yang disepakati oleh pihak Pengacara dan klien. 

Sedangkan beban pembayaran lawyer fee akan dimasukkan dalam komponen restitusi yang nota bene akan dibayar oleh pelaku kejahatan. 

Dengan demikian berarti sangat memungkinkan terjadi kong-kaling-kong jumlah lawyer fee bisa dibuat seenaknya (berdasarkan kontrak tertulis) karena nanti bukan beban klien tapi akan dibebankan pembayarannya kepada pelaku kejahatan.

Apabila ini terjadi maka bisa saja komponen biaya lawyer fee dalam restitusi akan digunakan secara menyimpang tidak sesuai lagi dengan amanat dan jiwa restitusi yang diamanatkan oleh Undang-Undang.

Dengan menyalah gunakan jumlah komponen lawyer fee dalam pengajuan restitusi tidak akan membuat pihak korban diuntungkan, malah pihak Pengacara atau pihak lain yang tidak ada kaitannya menjadi penikmat restitusi.

Oleh karena itu dalam penentuan besaran restitusi yang akan ditetapkan oleh Hakim dalam putusan akhir selain tergantung kepada bukti-bukti yang kuat diajukan Jaksa, juga tergantung kepada kearifan Hakim dalam komposisi besarannya.

Ayah Mario, Rafael Alun Menolak Membayar Restitusi.

Sebelum tuntutan restitusi sebesar Rp 120 milyar rupiah diajukan oleh Jaksa, ayah Mario telah mengirim surat kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak untuk membayar restitusi. Alasannya adalah bahwa hartanya telah disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus lain (Kompas, Rabu 16 Agustus 2023).

Berdasarkan Perma No 1/2022 bahwa apabila si terpidana tidak mau atau tidak sanggup membayar hukuman membayar uang restitusi ada beberapa alternatif yang bisa ditempuh.

Alternatif pertama adalah hukuman restitusi dibayar oleh pihak ketiga. Dalam Peraturan tidak disebutkan secara jelas dan tegas siapa yang dimaksud dengan pihak ketiga. Menurut hemat penulis pihak ketiga yang dimaksud dalam aturan tentunya pihak yang merasa kasihan dan berhubungan dengan terdakwa, termasuk tentunya orang tua terdakwa. Atau bisa saja pihak ketiga ini adalah masih hubungan kerabat dengan terdakwa dan punya kemampuan finansial yang memadai tapi tidak tega melihat terdakwa dihukum penjara lebih lama.

Seperti yang disampai di atas bahwa pihak ketiga yaitu orang tua Mario keberatan untuk membayar uang pengganti atau restitusi.

Apabila alternatif ternyata tidak ada pihak ketiga yang mau membayar hukuman restitusi, maka Jaksa akan menyita harta kekayaan si terhukum.

Nampaknya Jaksa pesimis untuk bisa menyita harta kekayaan Mario untuk mencukupi senilai Rp 120 milyar rupiah. 

Hal ini terlihat dalam tuntutannya Jaksa langsung menuju alternatif ketiga yaitu memberikan pidana pengganti atas restitusi dengan pidana penjara.

Seharusnya, sesuai dengan Perma No 1/2022 setelah tidak ada pihak ketiga yang bersedia membayar restitusi, maka Jaksa akan menempuh langkah penyitaan atas harta si terhukum. Apabila ternyata harta yang disita tidak memadai berdasarkan jumlah restitusi yang telah ditetapkan Pengadilan, maka barulah langkah pidana pengganti berupa pidana penjara atau kurungan yang akan ditempuh.

Dalam tuntutan yang dibacakan Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 15 Agustus 2022 telah langsung ke alternatif ketiga dengan menuntut pidana pengganti berupa pidana penjara.

Adapun pidana pengganti yang disampaikan Jaksa dalam sidang tuntutan adalah, bagi Mario dituntut pidana pengganti berupa pidana penjara selama 7 tahun, sedangkan bagi Shane dituntut pidana pengganti selama 6 bulan pidana penjara.

Berdasarkan narasi tersebut di atas, apabila nantinya Pengadilan berpendapat Mario dan Shane bersalah dan dihukum, termasuk dengan hukuman tambahan dengan membayar restitusi dan ternyata para terdakwa tidak membayarnya, maka akan dapat tambahan pengganti berupa tambahan pidana penjara (mendekam lebih lama dipenjara).

Sementara David menemukan keadilan bagi dirinya tanpa didukung bantuan finansial untuk pengobatan dirinya dari pelaku kejahatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun