Akan tetapi penulis sempat merasakan dan terlibat secara langsung bagaimana budaya masyarakat Jepang dalam mengelola sampah sehari-hari.
Pengalaman tersebut penulis rasakan ketika penulis mengunjungi anak sulung penulis bernama Anisa yang telah bertahun-tahun study dan bekerja di Jepang.
Pada bulan Maret musim semi tahun 2018 sebelum pandemi penulis mengunjungi Anisa di Jepang dan sempat tinggal 10 (sepuluh) hari di apartemennya berlantai 5 di kota Nagoya.
Nagoya adalah kota dengan nomor urutan keempat terbesar di Jepang berdasarkan populasi setelah Tokyo, Yokohama dan Osaka.
Pada waktu itu suhu berkisar 12C hingga 15C, cukup dingin bagi penulis yang berasal dari daerah khatulistiwa. Cuaca umumnya cerah dengan sinar matahari yang lebih sering muncul, tetapi masih ada turun hujan sesekali.
Nagoya berjarak sekitar 366 kilometer dan terletak di sebelah Barat Daya Tokyo.
Perjalanan dari Tokyo ke Nagoya dapat dicapai dengan perjalanan kereta api cepat Shinkansen dengan memakan waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam.
Pengalaman menarik, mengagetkan yang pertama penulis temui masalah sampah adalah ketika suatu malam ketika semua orang sudah tidur pulas penulis merasa kelaparan.
Mulailah penulis berkeliaran dalam apartemen untuk mencari makanan dan berakhir dengan mulai membuka kulkas.
Setelah melihat-lihat sebentar dan mulai membongkar isi kulkas, penulis tertarik kepada satu plastik yang tertutup rapat.
Penasaran dan mengira didalam plastik tersebut ada makanan yang bisa dimakan, penulis membukanya dan alangkah mengagetkan bahwa isinya dipenuhi dengan sayur mentah busuk, kulit buah, kulit telur dan sampah organik lainnya.