Sekarang ada modus baru yang menyasar kaum muda milineal, khususnya yang paham Informasi Teknologi (IT). Sehingga perekrutannya juga melalui platform digital yang akrab bagi calon korban yaitu melalui media sosial Facebook, Instagram, WhatsApp, Telegram, dan lain-lain.Â
Sweetener (pemanis) untuk menarik perhatian kaum muda milenial tetap sama yaitu diimingi-imingi dengan gaji yang tinggi dari gaji pada umumnya, agar calon korban lebih terpesona ditambah dengan bonus komisi, akan disediakan tempat tinggal dan makan dengan fasilitas gymnastik.Â
Bahkan pelaku kejahatan lebih meyakinkan korban, semua biaya perjalanan ke tempat tujuan ditanggungnya alias gratis. Biasanya dalam beberapa kasus TPPO pelakunya mulai kelihatan kecurangannya yaitu ketika awal perekrutan korban.Â
Korban sudah menderita kerugian yaitu dengan meminta ongkos perjalanan terlebih dahulu. Kemudian pelaku TPPO setelah menerima ongkos perjalanan menghilang dan si korban tidak jadi berangkat seperti yang dijanjikan.Â
Untuk menghilangkan rasa curiga korban, kali ini perusahaan perekrut menjanjikan bahwa ongkos perjalanan mereka yang menanggung sepenuhnya.
Hebatnya lagi perusahaan yang merekrut kaum milenial yang dijanjikan bekerja di bidang IT di luar negeri ini, bisa menampilkan perusahaan yang sah dan bonafide.Â
Kenyataannya adalah bahwa anak-anak muda milenial ini ujung-ujungnya dipekerjakan sebagai penipu daring (online scammer) dan tukang judi daring.
Direktur Ekskutif Migrant Care Wahyu Susilo menggambarkan sepanjang 2022, misalnya Migrant Care menerima 271 pengaduan warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di sejumlah negara, antara lain Malaysia, Kamboja, Filipina, Myanmar, Laos, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak dan Libya. Dari jumlah itu, 189 WNI mengadu sebagai korban TPPO dan ditempatkan bekerja sebagai penipu daring dan tukang judi daring (Kompas, 29 April 2023).
Penderitaan bukan hanya berakhir dengan melakukan pekerjaan ilegal di luar negeri, tapi mereka juga diancam dan diperlakukan tidak manusiawi, berbeda jauh dengan janji-janji sebelum berangkat.
Salah satu keluarga warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sindikat penipuan kerja di Myanmar, mengaku anaknya mendapat pengancaman dari pihak perusahaan.
Diketahui, sebanyak 20 WNI yang terkena modus janji pekerjaan di Myanmar, diduga telah disekap, disiksa, diperbudak, dan diperjualbelikan.