David Minta Perlindungan Kepada LPSK, Sementara Agnes Minta Perlindungan Kepada LPA.
oleh Handra Deddy Hasan.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akhir-akhir ini menjadi "hits" karena diperbincangkan baik di media massa maupun di media sosial. Lembaga ini dianggap masyarakat berperanan besar dalam mengungkap perkara maha besar yang melibatkan orang yang sangat berkuasa di Kepolisian, yaitu Ferdy Sambo. Banyak orang berpendapat kunci mengungkap kasus yang berusaha ditutup-tutupi pada awalnya karena adanya Richard Eliezer yang merupakan pelaku yang disuruh Ferdy Sambo menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, kemudian berbalik arah dengan bersedia sebagai pelaku yang bekerja sama atau yang lebih dikenal sebagai Justice Collaborator (JC). Richard tentunya tidak akan berani dan jujur dalam memberikan kesaksian sebagai JC tanpa dukungan. Walaupun Ferdy Sambo telah diberhentikan sebagai perwira kepolisian, namun "kerajaannya" belum runtuh. Masih dapat dirasakan ada kekuasaan dan kekuatan Ferdy Sambo yang bisa mengancam pisik dan psikologis Richard. Pada saat lembaga Pengadilan dan Kejaksaan tidak berdaya untuk mengatasi ancaman yang tidak kelihatan tersebut, muncullah LPSK sebagai pahlawan. LPSK tidak hanya tampil dan berperanan secara formal, mereka hadir secara pisik dan berombongan pada setiap persidangan Richard Eliezer, bahkan mereka hadir dengan gaya provokatif  menggunakan baju seragam yang bertuliskan kata-kata mencolok LPSK pada punggung setiap personilnya. Menurut masyarakat dukungan maksimal LPSK telah berhasil menghadirkan dan menguatkan Richard berkata jujur, lugas di Pengadilan dan berakhir dengan menghukum dengan vonis hukuman mati untuk Ferdy Sambo dan hanya vonis ringan untuk Richard Eliezer dengan vonis hanya hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan.
Kemudian LPSK mendapat perhatian lagi ketika keluarga Cristalino David Ozora (17) meminta perlindungan kepada LPSK. David adalah korban tindak pidana kekerasan yang saat ini masih koma di rumah sakit. Pada hari Senin tanggal 20 Februari 2023 di Jakarta Selatan David telah dianiaya oleh Mario Dandy Satrio (21) yang telah jadi tersangka bersama temannya Shane Lukas Pangondian Lumbantoruan (19) yang berperanan merekam penganiayaan menggunakan kamera ponsel Mario. Kronologis kasusnya bermula pada tanggal 17 Januari 2023 Mario mendapat informasi dari teman perempuannya Agnes Gracia Haryanto, Â yang menyatakan Agnes pernah mendapat perlakuan tidak baik dari David ketika dulu mereka berpacaran. Mario emosi sementara Shane memintanya untuk memukul David. Akhirnya pada hari Senin tanggal 20 Februari 2023 terjadilah pemukulan dan penganiayaan oleh Mario terhadap David seperti yang telah dijelaskan diatas.
Permasalahannya sekarang apakah David sebagai korban tindak pidana kekerasan merupakan sosok yang pantas untuk dilindungi oleh LPSK. Apakah setiap korban kekerasan berhak dilindungi LPSK. Kalau dalam  kasus Richard Eliezer yang dilindungi LPSK adalah pelaku yang menundukkan diri sebagai JC, sedangkan dalam kasus berikutnya David sebagai korban tindak pidana kekerasan. Kalau seandainya David memang tidak pantas dilindungi kenapa serta syarat  apa yang dipenuhi agar LPSK dapat melindungi saksi dan korban.
LPSK mempunyai syarat-syarat agar berfungsi melindungi saksi atau korban.
LPSK atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memiliki persyaratan tertentu untuk dapat memberikan perlindungan kepada seseorang yang menjadi saksi atau korban suatu tindak pidana. Berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi:
1. Saksi atau korban harus memberikan permohonan secara tertulis kepada LPSK untuk mendapatkan perlindungan.
2. Permohonan harus berisi informasi lengkap tentang identitas saksi atau korban, termasuk alamat, nomor telepon, dan identitas lain yang relevan.
3. Saksi atau korban harus dapat membuktikan bahwa dirinya membutuhkan perlindungan, misalnya dengan mengajukan bukti-bukti seperti laporan polisi, surat pengaduan, atau surat keterangan dari dokter.
4. Saksi atau korban harus bersedia bekerja sama dengan LPSK selama proses pemberian perlindungan, termasuk memberikan informasi yang diperlukan dan mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh LPSK.
5. Saksi atau korban harus tidak memiliki keterkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan atau diduga dilakukan, serta tidak menjadi pelaku kejahatan atau terlibat dalam kegiatan kriminal. Hal ini tidak termasuk justice collaborator.
6. Saksi atau korban harus tidak dalam posisi sebagai pelaku kejahatan yang sedang dalam proses hukum. Ketentuan ini juga tidak berlaku bagi pelaku dan saksi justice collaborator.
7. LPSK juga akan melakukan penilaian terhadap permohonan yang diajukan dan memberikan perlindungan hanya jika dianggap benar-benar diperlukan.
Perlu diketahui bahwa LPSK memberikan perlindungan sementara dan terbatas, dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Jika saksi atau korban membutuhkan perlindungan yang lebih lama, maka dapat diajukan permohonan ulang kepada LPSK.
Ada beberapa kriteria kejadian yang dapat dilindungi oleh LPSK, terhadap korban tindak pidana diantaranya adalah ;
- Korban kekerasan dalam rumah tangga.
- Korban trafficking atau perdagangan manusia
- Korban kejahatan seksual, seperti pemerkosaan dan pelecehan seksual
- Korban tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang berkuasa atau memiliki kekuasaan, seperti kekerasan oleh petugas kepolisian atau militer.
Selain korban LPSK juga bisa melindungi saksi atau pihak lain yang senyatanya membutuhkan perlindungan, Â diantaranya adalah ;
- Saksi tindak pidana yang terancam keselamatannya karena memberikan kesaksian dalam persidangan
- Keluarga atau kerabat korban yang terancam keselamatannya karena terkait dengan kasus tindak pidana yang dialami oleh korban.
- Anak-anak atau orang yang rentan yang menjadi korban tindak pidana, seperti anak jalanan, anak yang dieksploitasi, dan orang dengan kecacatan intelektual atau mental.
Dengan menilik satu persatu persyaratan LPSK untuk melindungi korban, nampaknya David sebagai korban tidak mempunyai satupun kriteria yang memenuhi syarat untuk dilindungi LPSK, karena David bukanlah korban dari pelaku yang sangat berkuasa (pelakunya Mario, mahasiswa biasa). David juga bukan korban yang rentan, status sosialnya bukan anak terlantar (anak jalanan). Tindak pidana yang dialaminyapun bukan tindak pidana spesifik yang butuh perlindungan (misal korban perkosaan).
Dengan pertimbangan khusus LPSK dapat melindungi anak korban tindak pidana kekerasan.
Dalam fungsinya memberikan perlindungan LPSK dapat memberikan perhatian khusus untuk melindungi korban yang masih berstatus anak sebagai tindak pidana kekerasan.
Oleh karena status David sebagai anak (17 tahun) dan merupakan korban tindak pidana kekerasan dapat jadi pertimbangan khusus bagi LPSK untuk melindunginya
Anak korban kekerasan dapat dilindungi oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) asalkan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
Perlindungan yang diberikan oleh LPSK meliputi berbagai bentuk, seperti pemindahan sementara ke tempat yang aman, pengamanan rumah dan tempat tinggal, pengawalan dan pengamanan saat bepergian, serta pembuatan identitas baru.
Selain itu, LPSK juga memberikan dukungan dan bantuan lainnya, seperti bantuan hukum, konseling, dan pemberian informasi mengenai hak-hak korban. LPSK juga dapat membantu koordinasi dengan lembaga lain, seperti kepolisian, kejaksaan, dan lembaga sosial, untuk memberikan perlindungan yang lebih baik dan efektif bagi anak korban kekerasan.
Mencermati apa-apa yang bisa diberikan perlindungan oleh LPSK sebagai anak korban kekerasan, nampaknya tidak relevan dengan kondisi David saat ini. David dalam keadaan koma, tidak butuh pengawalan atau tempat tinggal yang aman karena tidak ada potensi ancaman lanjutan. Paling kalau dibutuhkan David butuh pendampingan hukum, itupun kalau David dan keluarganya belum menunjuk pengacara atau tidak mampu menyewa pengacara. Jadi kalau demikian sebetulnya apa urgensi keluarga David memohon perlindungan kepada LPSK. Perlindungan apa yang diharapkan keluarga David untuk melindungi David dari apa.
LPSK dapat memberikan pengobatan dan psikologis.
Hal yang paling masuk akal saat ini adalah kemungkinan keluarga David meminta LPSK dalam bantuan medis. Sebetulnya LPSK juga bisa memberikan bantuan psikologis, akan tetapi kondisi David masih koma, tentunya bantuan psikologis tidak relevan, mungkin bisa untuk kedepannya apabila David mulai sadar.
LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) memberikan bantuan dan dukungan kepada anak korban kekerasan, termasuk dalam hal pengobatan dan psikologis. Dalam memberikan perlindungan, LPSK juga memperhatikan aspek kesehatan dan kesejahteraan anak korban kekerasan.
LPSK dapat memberikan bantuan untuk biaya pengobatan atau psikologis, baik melalui kerjasama dengan lembaga kesehatan atau psikolog maupun dengan memberikan bantuan finansial secara langsung kepada anak korban kekerasan. Selain itu, LPSK juga dapat membantu koordinasi dengan lembaga atau pihak terkait lainnya, seperti rumah sakit atau klinik kesehatan, untuk memperoleh pelayanan pengobatan atau psikologis yang terbaik bagi anak korban kekerasan.
Dalam memberikan bantuan pengobatan atau psikologis, LPSK juga mengutamakan privasi dan keamanan anak korban kekerasan. LPSK memastikan bahwa informasi dan data pribadi anak korban kekerasan dijaga kerahasiaannya, serta memberikan perlindungan saat berada di tempat pengobatan atau psikologis.
Namun demikian, jenis dan bentuk bantuan yang diberikan oleh LPSK dalam hal pengobatan atau psikologis dapat berbeda-beda tergantung dari kebutuhan dan situasi yang dihadapi oleh anak korban kekerasan. Oleh karena itu, penting bagi anak korban kekerasan atau keluarganya untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK dan berdiskusi secara langsung dengan pihak LPSK mengenai jenis dan bentuk bantuan yang dibutuhkan.
Pasal dari UU yg mengatur LPSK memberikan bantuan pengobatan atau psikologis kepada korban atau saksi.
Ketentuan Undang-undang yang mengatur bahwa LPSK mempunyai kewenangan untuk memberikan bantuan kesehatan tertulis dalam:
1. Pasal 3 huruf e Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menyebutkan bahwa salah satu tugas LPSK adalah memberikan bantuan dan perlindungan kepada korban dan saksi.
2. Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menyebutkan bahwa LPSK memberikan bantuan hukum, bantuan medis, bantuan psikologis, dan bantuan sosial kepada korban dan saksi.
3. Pasal 14 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menyebutkan bahwa LPSK dapat memberikan bantuan medis dan psikologis kepada korban dan saksi.
Dalam ketiga pasal tersebut di atas, terdapat pengaturan bahwa LPSK memiliki kewenangan untuk memberikan bantuan medis dan psikologis kepada korban dan saksi sebagai bentuk dukungan dan perlindungan dalam rangka melindungi hak-hak mereka. Hal ini termasuk memberikan bantuan pengobatan atau psikologis bagi anak korban kekerasan yang membutuhkan.
Dengan demikian permohonan keluarga David sesuai kasus ini hanya punya relevansi kebutuhan perlindungan dari segi medis dan psikologis. Apakah dalam LPSK akan mengabulkan? Hal ini sangat tergantung kepada pertimbangan sejauh mana urgensi perlindungan David dari segi medis dan psikologis. Hal ini tentu sangat tergantung kepada kondisi David dan keluarganya. Terlepas dari itu LPSK terdiri dari manusia juga yang bisa dipengaruhi keadaan. Keadaan saat ini David sedang dapat simpati massiv yang istimewa dari masyarakat. Bisa saja LPSK mengambil langkah populis ikut arus simpati masyarakat agar LPSK populer sehingga mengabulkan keinginan keluarga David. Jika langkah itu yang diambil oleh LPSK, Â tentunya LPSK juga telah mempertimbangkan resikonya. Apabila LPSK memberikan perlindungan medis dan psikologis kepada David sebagai korban kekerasan, berarti LPSK telah menetapkan suatu kebijakan standar untuk anak korban kekerasan. Artinya selanjutnya LPSK harus konsisten apabila ada anak korban kekerasan, maka LPSK akan memberikan perlindungan medis dan psikologis.
Agnes minta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA).
Sementara David meminta perlindungan kepada LPSK, Agnes kabarnya meminta perlindungan kepada LPA.
Kalau benar bahwa Agnes meminta perlindungan atas kondisinya saat ini, dimana dihujat dimana2, khususnya di media sosial, maka perlindungan yang paling tepat adalah justru meminta perlindungan kepada LPSK bukan kepada LPA.
Ancaman untuk Agnes nampaknya sudah nyata, bukan hanya sebagai potensi ancaman. Hal ini berangkat dari anggapan masyarakat bahwa Agnes merupakan pemicu sekaligus memprovokasi Mario agar marah dan melakukan penganiayaan kepada David. Streotip atas Agnes demikian telah membuat Agnes jadi orang jahat, sehingga dibully dan diancam oleh masyarakat. Padahal sampai sejauh ini Agnes hanya sebatas saksi, bukan tersangka bersama2 Mario dan Shane.
Kondisi buruk yang dialami Agnes seharusnya bisa menjadi kriteria Agnes dilindungi sebagai saksi. Perlindungan bisa berupa kerahasiaan tempat tinggal atau tempat tinggal yang aman dan atau pengawalan dari LPSK.
Sejauh mana Agnes bisa dilindungi oleh LPSK dan atau LPA.
Lembaga2 seperti LPSK dan LPA pada prinsipnya akan melindungi pelaku kejahatan. Sejauh Agnes tetap bisa mempertahankan status saksi, maka dia aman dan tentunya akan dilindungi baik oleh LPSK dan atau LPA. Hal ini tentunya sangat tergantung kepada keterlibatannya dalam perkara a quo dan tentunya tergantung kepada kecerdasan polisi sebagai penyelidik agar menemukan peristiwa atau bukti yang sebenarnya. Polisi tentunya tidak bisa sekedar menyandarkan kepada bukti opini masyarakat atau katanya...katanya.
LPAÂ secara tegas menolak melindungi pelaku kejahatan.
Pelaku kejahatan anak yang melakukan perundungan atau bullying tidak memenuhi syarat untuk dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) karena tindakan tersebut termasuk ke dalam kategori kekerasan terhadap anak.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, LPA bertugas untuk memberikan perlindungan dan rehabilitasi bagi anak yang mengalami kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan perlakuan yang merugikan lainnya. Pelaku kejahatan anak yang melakukan tindakan kekerasan atau merugikan anak tidak termasuk dalam kategori yang dilindungi oleh LPA.
Namun, sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan anak, LPA juga dapat memberikan dukungan dan konseling kepada pelaku kejahatan anak, khususnya dalam hal mengatasi perilaku bullying atau perundungan yang dilakukan oleh pelaku tersebut. Dalam hal ini, LPA dapat bekerja sama dengan lembaga atau institusi lain seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, atau pihak yang berwenang lainnya untuk memberikan pendidikan dan rehabilitasi terhadap pelaku kejahatan anak, sehingga pelaku dapat memahami dan mengubah perilaku mereka agar tidak lagi melakukan tindakan kekerasan atau merugikan anak di masa depan.
Apakah status Agnes bisa berubah jadi tersangka dan dikatagorikan sebagai pelaku yang melakukan tindak pidana kekerasan.
Status Agnes bisa saja berubah setiap saat, tergantung kepada keterlibatannya dalam penganiayaan David dan tergantung juga hasil penyelidikan polisi dalam membuktikannya.
Secara teorotis seorang provokator dapat dihukum dalam kasus penganiayaan berat berdasarkan hukum pidana Indonesia. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur tentang penganiayaan berat adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 170 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa "Barang siapa dengan sengaja melakukan kekerasan terhadap orang lain, menyebabkan luka-luka atau sakit badan, dipidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."
Dalam kasus penganiayaan berat, provokator dapat dikenai hukuman bersama-sama dengan pelaku utama. Pasal 55 KUHP menyatakan bahwa "Setiap orang yang sengaja turut serta melakukan suatu kejahatan bersama-sama dengan orang lain, dipidana sebagaimana halnya pelaku kejahatan itu."
Oleh karena itu, jika terbukti bahwa provokator secara aktif terlibat dalam merencanakan atau mengarahkan tindakan kekerasan yang menyebabkan luka-luka atau sakit badan pada orang lain, maka provokator tersebut dapat dikenai hukuman penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP dan/atau Pasal 55 KUHP.
Namun, hukuman yang dikenakan pada provokator akan tergantung pada fakta dan bukti yang terkait dengan kasus tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penyelidikan dan penuntutan yang dilakukan secara profesional dan independen untuk memastikan bahwa keadilan tercapai dalam kasus penganiayaan berat dan semua pihak yang terlibat, termasuk provokator, dapat dikenai hukuman sesuai dengan peran mereka dalam tindakan kekerasan tersebut.
Demikian, mari kita tunggu, amati dan tarik pelajaran dari drama remaja yang tidak bisa dikatagorikan lagi sebagai kenakalan remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H