Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menyoal UU Omnibus Law

7 Oktober 2020   05:59 Diperbarui: 8 Oktober 2020   06:35 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah buruh berunjuk rasa di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/10/2020). Pada aksinya itu mereka menolak pengesahan RUU Cipta Kerja dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/pras. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

 Kalau seperti hal itu yang terjadi, maka telah terjadi pembodohan publik. Hanya sekedar ingin gagah-gagahan menyebut Undang-Undang Omnibus, padahal bukan. Mari sama-sama kita cermati Peraturan Pemerintah yang akan dikeluarkan nanti untuk membuktikannya.

Upaya Terakhir Mencapai Titik Keseimbangan Keadilan

Dengan disahkannya Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja dan akan dilanjutkan dengan mengumumkan dan penomoran di Lembaran Negara, pertarungan saudara sekandung Kapitalis dan Pekerja belum berakhir.

Kakak tertua mereka Negara telah mengeluarkan senjata berupa Undang-Undang yang seharusnya merupakan pegangan mereka berdua menjadi rukun dan ternyata belum memuaskan kaum pekerja sebagai adik bungsu. 

Ada beberapa catatan tentang Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merupakan eksploitasi dan mengurangi hak-hak kesejahteraan pekerja.

Beruntunglah bahwa di Indonesia ketika terjadi reformasi pada tahun 1998 juga melahirkan anak kandung yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka setiap Undang-Undang yang bertentangan dengan UUD 1945, bisa diuji. 

Apabila ternyata UU Cipta Kerja ternyata memang telah mengeksploitasi dan tidak mensejahteraan pekerja dan bertentangan dengan UUD 1945, dapat diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan berlakunya. Jadi nasib anak-anak kandung Revolusi Industri selanjutnya berada di tangan anak kandung Reformasi.

Pertarungan di Mahkamah Konstitusi akan terbuka untuk umum dan akan menampilkan alasan-alasan hukum yang jernih. Hakim-hakim Mahkamah Konstitusi seharusnya mereka para negarawan yang memutus dengan bijaksana. 

Mereka dalam memutuskan judicial review tidak terikat sama sekali dengan aturan-aturan hukum terkait. Hal ini menunjukkan mereka punya kebijaksanaan sendiri yang mencerminkan keadilan dan pengetahuan sekualitas negarawan.

Memang kita tentunya terlalu utopis berharap kepada Mahkamah Konstitusi bisa menuntaskan perseteruan yang telah berlangsung selama 3 abad antara saudara sekandung kapitalis dan pekerja dari Ibu yang bernama Revolusi Industri. 

Tapi minimal kita bisa berharap dengan kelas kenegarawannya Mahkamah Konstitusi bisa membuat keseimbangan baru agar mereka tidak saling membunuh.

Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun