Kalau kaum pekerja pasti akan mengeluarkan ancaman senjata pamungkasnya dengan pemogokan massal dengan hinggar bingar. Berbeda dengan saudara kandungnya kaum kapitalis yang bekerja dengan senyap menggunakan kekuatan kapitalnya melakukan lobby-lobby.Â
Kaum pekerja akan melakukan demontrasi secara massal menyampaikan keinginannya, sedangkan kaum kapitalis menyampaikan keinginannya dengan melakukan pendekatan sambil main golf atau dinner di restoran-restoran mewah.Â
Agar terjadi balancing keadilan yang bijak memang dibutuhkan negara yang bisa berdiri di tengah-tengah agar bisa melahirkan Undang-Undang yang adil dan membuat saudara sekandung menjadi rukun.
Obyek Yang Selalu Menjadi Sengketa.
Tanpa maksud menyederhanakan masalah pekerja dan pengusaha sejak 3 abad yang lalu secara garis besar yang disengketakan oleh mereka tidak jauh dari pada ancaman dari pengusaha akan mengeksploitasi kaum pekerja dalam proses produksi.Â
Sebaliknya kaum pengusaha kawatir akan tirani pekerja dengan ancaman pemogokan massal yang menghentikan produksi sehingga para kapitalis menjadi rugi.
Lembaga Bantuan Hukum dengan akurat dapat menarasikan ancaman eksploitasi pekerja dalam Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja melalui studynya. Menurut study LBH substansi UU Cipta Kerja melahirkan ketidak adilan berupa hak-hak pekerja demi akumulasi kapital, penghilangan hak-hak pekerja perempuan, menghapus hak-hak cuti pekerja, mendukung politik upah murah, membuka ruang PHK massal, hingga penghapusan pidana perburuhan.
Untuk mengerti deskripsi secara konkrit atas kekawatiran LBH dapat dilihat materi demonstrasi yang dilakukan kaum pekerja dalam beberapa hari sebelum dan sesudah UU Cipta Kerja disahkan DPR.
Pekerja keberatan pada Pasal 79 (2) UU Cipta Kerja karena mengurangi hak istirahat yang sudah mereka nikmati selama ini. Pasal 79 (5) yang menghapus cuti panjang selama 2 bulan setelah bekerja selama 6 tahun.Â
Selain itu keberatan atas Pasal 78 yang mengatur lembur lebih lama. Juga keberatan dengan Pasal 59 (4) yang tidak menyebutkan batas waktu pekerja kontrak atau yang dikenal dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).Â
Sehingga memungkinkan seorang pekerja menjalani PKWT selamanya tanpa batas. Dan juga keberatan pada Pasal 42 yang memberi kemudahan bagi Tenaga Kerja Asing bekerja di wilayah Indonesia.
Sebagaimana kita bicarakan diatas kekuatan kaum pekerja akan terbentuk setelah mereka berkumpul dalam serikat atau federasi. Malah di negara-negara tertentu mereka juga mendirikan partai. Serikat, Federasi atau Partai selain merupakan kekuatan juga merupakan kelemahan mereka, karena kepentingan kaum buruh diperjuangkan secara tidak langsung.Â