Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menyoal UU Omnibus Law

7 Oktober 2020   05:59 Diperbarui: 8 Oktober 2020   06:35 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah buruh berunjuk rasa di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/10/2020). Pada aksinya itu mereka menolak pengesahan RUU Cipta Kerja dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/pras. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Anak Revolusi Industri
Untuk memahami keributan yang timbul dari Omnibus Undang-Undang Cipta Kerja, terpaksa kita mundur 3 abad kebelakang. Tepatnya pada tahun 1760 - 1840 pada waktu terjadinya revolusi industri di Inggris, Britania Raya. 

Dimana penemuan mesin mengakibatkan  terjadinya perubahan secara besar-besaran dibidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi dan teknologi. Sekaligus penemuan mesin memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya dunia. 

Secara sederhana bisa digambarkan bahwa seandainya dianggap Revolusi Industri merupakan seorang ibu, maka 3 abad yang lalu ibu Revolusi Industri telah melahirkan beberapa anak. 

Diantaranya lahir negara-negara kebangsaan (welfare state) yang demokratis menggantikan negara kerajaan yang dipimpin raja. Di bidang sosial lahir anak-anak berupa kaum pemilik modal (kapitalis) dan saudara kandungnya kaum pekerja (buruh). Mereka menggantikan tuan-tuan pemilik tanah dan para budak yang bekerja di ladang-ladang pertanian. 

Diantara dua saudara kandung revolusi industri, kapitalis (pengusaha) dan pekerja (buruh) walaupun bekerja sama, tapi mereka tidak pernah akur. Kaum kapitalis dengan kekuatan modalnya ingin mengeksploitasi para pekerja, sebagaimana pendahulunya tuan tanah yang mengeksploitasi budak. 

Kaum pekerja tidak tinggal diam diperlakukan oleh saudara kandung secara tidak wajar, mereka menyusun kekuatan dengan berserikat atau membentuk federasi. 

Tujuannya adalah untuk mendapat senjata untuk menentang kapitalis yaitu pemogokan massal. Dengan berserikat kaum pekerja bisa mengkoordinir massa buruh agar dapat senjata yang namanya pemogokan massal. 

Senjata ini bisa ditodongkan kepada saudara kandungnya kaum kapitalis agar kaum pekerja terhindar dari eksploitasi dan sekaligus memperjuangkan kesejahteraan mereka. 

Jadi perseteruan antara kaum kapitalis (pengusaha) dan pekerja (buruh) sudah terjadi sejak mereka dilahirkan kira-kira 3 abad yang lalu dan akan terus berlangsung sampai akhir dunia. 

Agar perseteruan tidak merusak produktifitas dibutuhkan wasit, pengawas yang adil. Beban pengawas dan sekaligus wasit bagi kapitalis dan pekerja dibebankan kepada saudara lainnya yaitu negara kebangsaan (welfare state). Negara untuk mendamaikan dan agar mereka rukun mempunyai senjata yang dinamakan Undang-Undang. 

Jadi sebetulnya aturan Undang-Undang adalah senjata negara yang dihadapkan kepada kaum kapitalis maupun kaum pekerja agar mereka tidak saling bunuh. Makanya setiap terjadi pembuatan Undang-Undang (baik sekroral maupun omnibus) yang berkaitan dengan pekerja dan/atau investasi pasti akan ribut. Karena masing-masing pihak akan saling ancam agar Undang-Undang yang lahir nantinya menguntungkan dirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun