"Baiklah cik, katong beli lima tiket itu", jawab kami.
"Jangan lupa besok jam sembilan pagi su di bandara. Langsung ketemu beta".
"Baik cik".
Kami pun kembali ke rumah bapak kaya. Mengepak barang-barang kami, tiga dus besar dan beberapa ransel besar pula. Siap berangkat esok pagi.
---
Sebelum jam delapan, kami telah tiba di lapangan terbang Larat, yang sedikit jauh dari permukiman utama. Penerbangan Larat -- Saumlaki saat itu, dengan pesawat Casa C-212 tidak sampai 30 menit. Ini juga penerbangan pertama kami dengan jalur Larat -- Saumlaki.
Baca juga: Pernahkah Merpati Ingkar Janji
Manusia makin ramai. Tidak ada penerbangan lain, namun kami tidak dapat membedakan mana penumpang mana pengantar. Sementara bagasi kami yang besar-besar kami taruh di pojok. Kami segera mengontak ibu penjual tiket.
"Tunggu, nanti beta kasih tahu kalau bisa naik. Kamong check-in terakhir saja" terangnya. Ah, ini yang bikin kami was-was.
Kapasitas Casa C-212 hanyalah 21 penumpang. Kalau dua tiket sudah di kami, ada 19 calon penumpang lain. Kami semua berharap dalam hati, ada tiga penumpang lain tidak jadi terbang.
Pesawat Casa C-212 dari Saumlaki yang ditunggu akhirnya mendarat di lapangan terbang Larat. Semua seperti biasa saja, kecuali kami yang khawatir. Tiba-tiba terucap dari saya "siapa tahu saja pilotnya pak N, yang pernah ketemu kita di Harapan Indah dulu".