"Iya, ditimbang juga."
"Tapi biasanya penumpang tidak ditimbang," ngenyel teman saya ini. Tapi akhirnya dia menyerah, naik juga ke timbangan duduk portable di hadapannya. Tampak jarum timbangan menunjuk sekitar 110 kg.
Selesai ditimbang, kami duduk menunggu panggilan boarding, Bang Budi mulai berbicara kepada kami.
"Saya curiga, hanya orang-orang berbadan besar yang ditimbang. Penumpang lain tidak," katanya.
"Iya, sepertinya begitu," timpal kami.
"Mungkin takut pesawat overweight," kata teman saya yang lain sambil tertawa.
"Iya saya pikir juga begitu. Makanya ketika ditimbang tadi, saya berusaha berpegangan ke meja check-in, menekan kuat supaya timbangan saya tidak terlalu berat," kami semua tertawa.Â
Untunglah Bang Budi ini tetap diizinkan masuk dan terbang di pesawat Casa ini.
Penerbangan Ambon -- Saumlaki saat itu memang hanya dilayani oleh MNA, tidak ada maskapai lain. Itu pun tidak setiap hari.Â
Barulah pada pertengahan 2006, mulai masuk maskapai Trigana Air, berselang seling dengan MNA. Namun tetap, dengan kondisi runway yang bergelombang dan penuh kotoran sapi.
Biasanya, ketika akan ada pesawat turun atau siap lepas landas, akan ada bunyi sirene khusus.Â