Kami menyebutkan pesawat Wiro Sableng, karena kode 212-nya itu. Saya hanya pernah menaiki pesawat Casa C-212 ini pada periode 2005-2006, tidak pernah lagi setelah itu, sampai Merpati tutup usia pada 2014 lalu.Â
Jadi, cerita-cerita-cerita berikut hanya pada periode tersebut dan untuk rute yang sama, Ambon -- Saumlaki.
Casa C-212 memang berbadan cukup kecil, dengan sepasang baling-balik di sayapnya.Â
Menurut Wikipedia, pesawat jenis ini dirancang dan diproduksi di Spanyol untuk kegunaan sipil dan militer, walaupun sempat juga diproduksi oleh PT. Dirgantara Indonesia di Bandung sejak 2008.
Saat ini, kadangkala saya masih dapat melihat jenis pesawat jenis ini di suatu bandara, biasanya berwarna loreng-loreng, khususnya ketika berada di bandara umum komersial yang masih satu hamparan dengan sebuah pangkalan militer di Indonesia.Â
Saya kurang tahu apakah saat ini masih ada maskapai penerbangan sipil yang masih memakai Casa ini.
Hal yang saya senangi pula dari pesawat ini adalah nama-namanya. Tepat di bawah jendela kokpit pilot, biasanya tertulis nama diri pesawat. Umumnya yang tertulis adalah nama-nama pulau di Indonesia.
Bagi saya ini unik, menarik, dan membanggakan, karena Indonesia sekali. Banyak nama pulau di Indonesia yang sungguh unik terdengar dan terkesan eksotis. Persis membanggakan seperti nama-nama kapal PELNI kita yang menggunakan nama gunung-gunung di Indonesia.
Hal pertama berkesan ketika saya memasuki pesawat C-212 ini adalah jumlah dan komposisi tempat duduk.Â
Kursi tersedia 21 seat dengan komposisi dua kolom dan satu kolom, tujuh baris. Tidak ada nomor tempat duduk, jadi istilahnya siapa cepat dia dapat.