Saking takjub, kawan kami ini dengan penuh antusias menengok ke kanan kiri kapal seenaknya saja.
"Wah ini bagus sekali," sahut dia tiba-tiba sambil menjulurkan kepala bersama badannya ke arah kanan.Â
Sontak kapal terguncang dan secara refleks kami mencondongkan badan ke arah kiri untuk menyeimbangkan perahu.
Jadi sesungguhnya apa yang dia tunjukkan tak pernah kami lihat, karena tak mungkin ketika dia miring ke satu sisi, kami pun ikut miring ke sisi tersebut, bisa-bisa terbalik kole-kole kami.
Pengalaman paling mengasyikkan bagi saya dengan kole-kole adalah ketika Bapak Bambe dari Lelingluan tadi, mengajak saya untuk berkunjung ke kebunnya.Â
Kami bertiga menyusuri sisi Lelingluan kemudian masuk ke sungai kecil dengan kanan kiri hutan bakau.Â
Memasuki sungai kecil, mesin ketinting dimatikan oleh Bapak Bambe, kemudian beliau mulai mendayung.
Di sinilah damainya, tanpa suara mesin, menyusuri sungai kecil, hening hanya gemercik suara air sungai tertoreh dayung.Â
Akhirnya kami berhenti di kebun milik Bapak Bambe, membantu beliau mengambil umbi-umbian dan pisang sebagai bahan pangan harian mereka, kemudian kembali membawa penuh hasil kebun tersebut dengan kole-kole tadi.
Ya, seperti itulah umumnya kole-kole ini banyak digunakan oleh masyarakat Tanimbar dan Maluku secara umum.Â