Ketika saya berkunjung pertama ke daerah ini pada 2005 silam juga telah terdapat beberapa penginapan.
Dermaga di pelabuhan Larat memang dapat menjadi tempat untuk sekedar "hiburan" melihat aktivitas masyarakat dengan lanskap yang cukup luas.Â
Saya sendiri akan menuju ke Desa Lelingluan, mencari kepala desa untuk menyampaikan rencana kegiatan kami terkait pelestarian keanekaragaman hayati di Kepulauan Tanimbar ini.
Saya segera beranjak menuju parkiran perahu-perahu kecil tadi.
"Lelingluan?" Tanya saya kepada seseorang di perahu yang sudah terdapat beberapa orang tadi, yang ternyata adalah calon-calon penumpang.
"Iya," jawab salah seorang mereka.Â
Perahu segera oleng ketika saya menjejaki kaki di dalam ceruknya. Penumpang lain tenang, saya yang gelagapan.
Setelah sekitar hampir sepuluhan penumpang, operator kapal segera mendorong perahu dengan tongkat panjang, lepas dari kumpulan perahu-perahu lain, menghidupkan mesin ketinting yang diletakkan di belakang, dan perahu pun meluncur pelan akhirnya makin kencang.
Saya duduk di salah satu papan yang tersedia memang untuk para penumpang. Sisi perahu saya genggam erat, inilah perahu kole-kole, khas Maluku dan Papua, perahu tanpa cadik yang terkenal lincah.
Jarak Larat ke Lelingluan hampir 500 meter. Perahu kami pun segera membelah Teluk Larat dalam sekejap, tak sampai lima menit telah sampai ke Desa Lelingluan.Â