Kubalas, sms Rian, Maaf, Yan, aku lagi sibuk sama Hanoman.
Hanoman? Ketek putih…hahahaha…. Balasnya lagi.
Tiba-tiba, terdengar erangan halus Hanoman yang tadinya tertidur. Saat kulongok, napasnya tersengal-sengal. Kumasukkan dot ke mulutnya, namun kedua bibirnya tidak mengatup. Aku bingung.
“Bu.....!, ini kenapa Hanoman,Bu?” pekikku panik. Ibu dan ayah segera menghambur ke arah boks Hanoman berkandang. “Napasnya seperti sesak. Mulutnya menganga, disodori dot, tidak ia hisap,”
Hanoman tampak lemah… sinar matanya redup dan memandang kosong.
“Sebaiknya dibawa kemana ya Ayah?” tanyaku pada ayah.
“Ayah tak tahu juga. Di kota kita ini setahu ayah tak ada dokter hewan”
Kami pun berpikir keras, kira-kira apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Hanoman. Diam-diam hatiku menyesalkan perbuatan orang yang memisahkan Hanoman dari induknya. Simpai mungil masih sangat bergantung kepada induknya. Masih perlu dekapan hangat. Tiba-tiba terdengar sebuah mobil memasuki halaman. Dari tempatku berdiri terlihat bahwa itu mobil Rian. ‘Ada apa lagi sih, Rian’, aku membatin.
“Assalamu’alaikum...”
“Wa’alaikum salam... “ kujawab salam Rian, lalu stengah berlari menuju beranda hendak mempersilakan Rian masuk.
“Loh... ada apa Dira... kok sepertinya menangis?” tanya Rian heran melihat dua anak sungai di kedua pipiku.