“Ho oh, aku juga ngerasa gitu. Makanya aku tukar ama burung Nuri. Padahal rencananya, Nuri itu mau kujual.
Saat ibu bergegas ke dapur untuk menyiapkan teh buat Ayah dan Kakak, Ayah menyuruh ibu untuk sekalian membuatkan susu untuk Simpai. Setiba kembali ke teras, tampak Ibu menggenggam sebuah gelas plastik dan sebatang sendok.
“Dira, coba suapi Simpai.Kasihan, dia pasti ingin menyusu pada ibunya” pinta ibu kepadaku seraya menyodorkan gelas yang susu separo.
Pelan-pelan kusuapkan sesendok-demi sesendok susu ke mulut monyet putih lucu itu. Lidahnya menjilat-jilat bibirnya. Agaknya ia benar-benar kehausan dan menikmati asupan yang kuberikan.
***
Esok paginya, saat senam-senam ringan aku teringat Hanoman. Ya, Hanoman, nama yang kuberikan kepada si monyet putih lucu. Kulihat, Hanoman masih terbaring tidur dalam kotak kardus yang sudah kami beri kain sebagai alas, agar lebih hangat. Bahkan Ayah masih juga khawatir Hanoman kedinginan sehingga menambahkan sebuah lampu kecil. Nyenyak sekali tidurnya.Perutnya bergerak mengembang dan mengempis halus, teratur.Tali pusarnya tampak betul-betul mengering. Kuduga, akan terlepas dalam satu atau dua hari ini.
Tiba-tiba, Hanoman mengeliat. Kelopak matanya terbuka. Bergegas aku ke dapur. Kuraih dot kecil yang baru saja ibu beli di mini market. Segera kuadonsusu sebanyak setengah dot. Saat ujung dot kusentuhkan ke bibir Hanoman, lidahnya menjulur-julur meraih cairan susu. Dengan lahapnya Hanoman menghisap hingga tak perlu waktu lama nyaris seluruh isi dot terkuras.
Akupun lega. Kubelai-belai bulu putihnya yang halus. Hanoman diam saja seolah merasakan ketenteraman. Entah, tiba-tiba aku merasa bertanggung jawab akan keselamatan dan ketenangannya. Aku mulai menyayanginya. Kupikir, Kak Hendra tak ‘kan mungkin punya waktu yang cukup untuk mengurusi Hanoman. Dia sibuknya luar biasa. Mana tempat kerjanya jauh, lagi.
Tak terasa hampir satu jam aku menemani Hanoman. Aku baru tersadar ketika dari arah dapur terdengar suara ibu mengingatkanku, “Dira, sudah jam berapa ini.Nanti terlambat kuliah”.
‘Hah...? sudah pukul tujuh!’ teriak batinku. Buru-buru aku mandi, berpakaian, dandan dan melesat ke kampus bersama motor matic-ku. Lupa sarapan!
***