Misalnya tadi M, sewaktu masih belia ingin menjadi astronot atau pilot, karena kekagumannya pada astronot yang mampu menerbangkan roket ke luar angkasa dan pilot yang piawai dalam meliuk-liukkan pesawat di langit biru. Dua pekerjaan ini terlihat keren di mata M saat itu.
Seiring waktu berjalan, M bercita-cita menjadi pemain bulutangkis profesional karena dia bergabung dalam ekskul bulutangkis di sekolah.
Sekarang? M tidak pernah lagi membahas tentang impian menjadi pebulutangkis karena dirinya sibuk memainkan gitar di rumah.
Membaca? Tidak ada keinginannya untuk melakukan.
Yah susah memang menghadapi generasi zaman now. Kecanduan gawai membuat singkatnya pola pikir mereka akan masa depan.
Lalu bagaimana orangtua mengetahui cita-cita sang anak?
Alangkah baiknya kalau orang tua berkonsultasi dengan guru Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah, karena bidang bimbingan dan konseling bisa menelaah dan memberikan arahan yang tepat dalam menentukan profesi yang sesuai dengan minat anak.
Kalau tidak ada guru BK, bisa juga orangtua meminta bantuan pada psikolog atau psikiater untuk menganalisis, menggali potensi yang ada pada anak.
Dengan begitu, orangtua mengetahui cita-cita yang memang sesuai dengan minat anak dan anak pun juga menyakini cita-cita tersebut sebagai profesi masa depannya.
2. Jabarkan tujuan bersekolah untuk meraih cita-cita tersebut
Setelah menetapkan cita-cita dari sekian banyak cita-cita yang sesuai dengan anak dan anak juga sepakat dengan pilihan cita-cita tersebut, orangtua (beserta dengan guru BK, psikolog, atau psikiater bila memungkinkan) menjabarkan tujuan bersekolah untuk meraih cita-cita tersebut.
Misalnya, untuk meraih cita-cita sebagai dokter, W, seorang murid les privat di masa lampau, sudah tahu tujuannya bersekolah. Tak heran, karena remaja putri tersebut mempunyai orangtua yang mengarahkan anak tersebut sejak usia dini. Terlebih lagi ibunda W adalah seorang guru SD.