Yah, itu hanya persepsi pribadi didasari latar belakang Om-Om di persinetronan dan perfilman Indonesia. Tapi setelah waktu berjalan, saya menjadi terbiasa dengan panggilan tersebut, meskipun ada suatu peristiwa yang membuat jengkel dimana saya naksir seorang cewek, tapi saya langsung ilfil alias ilang feeling karena dia memanggil saya "Om".
Dina (bukan nama sebenarnya), adik perempuan dari teman saya, Lusi (nama samaran), sudah memikat perhatian saya sejak pertama melihatnya.
Sayangnya, dia memanggil saya "Om" setelah cukup lama mengenal. Padahal Lusi, kakaknya, memanggil saya "Kak Anton"
"Masa kakakmu panggil saya 'kak', tapi kamu malah panggil saya 'Om'," protes saya.
Ah, itu sudah menjadi masa lalu.
Saya pikir panggilan "Pak" dan" Om" tidak akan turun ke level yang lebih rendah.Â
Ternyata saya salah.
Basuki Tjahaja Purnama (mantan gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta) yang biasa dipanggil Ahok, merubah segalanya.
Fenomena Ahok ternyata membawa perubahan, khususnya untuk para WNI keturunan. Panggilan pun menjadi berbeda.Â
Contohnya, kalau biasanya saya disapa petugas bank, entah itu petugas security, customer service officer (cso), dan teller dengan kalimat," Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa kami bantu?", kali ini berbeda.
Sapaannya menjadi "Selamat pagi, Koh. Ada yang bisa kami bantu?"