Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Gara-Gara Ahok

29 Januari 2023   14:32 Diperbarui: 29 Januari 2023   14:54 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok(Kompas.com/Kurnia Sari Aziza)

Kalau seandainya bisa memilih, saya akan memilih menjadi orang pribumi Indonesia. Tapi Tuhan sudah menetapkan saya sebagai warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina atau yang sekarang dikenal sebagai Tionghoa (meskipun menurut saya, perubahan istilah hanya sekadar "kulit luar", tidak bisa seketika merubah paradigma dan kebiasaan umum).

Panggilan-panggilan yang terkadang menjengkelkan sudah pernah saya alami.

Dimulai dari sejak usia dini, panggilan "tauke" berkumandang. Tentu saja bukan dari sesama Tionghoa, tetapi dari warga pribumi.

Pengertian "tauke" sebenarnya bagus. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "tauke" berarti "majikan (yang mempunyai perusahaan dan sebagainya)". Arti yang lain adalah "bos (kepala pekerja dan sebagainya)".

Sayangnya, entah apa telinga saya yang salah mendengar atau pendengaran saya terganggu, bukan pengucapan "tauke" yang saya dengar, tetapi "tokek". What is "tokek"? You know lah apa itu "tokek".

Apalagi kalau anak-anak yang mengatakan. Lebih ke arah "tokek". Selain itu, gestur dan cara mengucapkan pun sudah bisa tertebak mengarah ke kata apa.

Memasuki usia remaja (setingkat SMP dan SMA), kebanyakan orang, khususnya yang berusia lebih tua daripada saya, mereka memanggil saya dengan sebutan "Dik".

Tentu saja, saya sangat tidak keberatan dengan panggilan itu. Sudah sewajarnya mereka menganggap saya sebagai "adik", junior mereka.

Beranjak ke masa kuliah, sematan "Mas" berada di depan nama. Secara pribadi, saya tidak ada masalah dengan itu. Malahan, saya merasa senang. Baru pada fase ini, saya merasa dianggap sebagai warga negara Indonesia asli.

Tapi saya agak penasaran, "Kok sekarang aku dipanggil 'Mas'?" pikir saya dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun