PJJ rasa tatap muka nyata dilakukan. Kebanyakan guru yang saya lihat, seperti halnya Bu Lidya, belum bisa move on, tidak berusaha mencoba mencari cara-cara lain yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Alih-alih berkreasi dengan metode-metode kekinian yang sesuai dengan keadaan, kebanyakan guru yang saya temui malah mengeluh, menyalahkan pemerintah karena menunda pembelajaran tatap muka, dan berkomentar panjang kali lebar perihal kelelahan yang mereka derita selama menjalani proses mengajar di saat pandemi ini.
Sudah saatnya pemerintah tidak hanya membicarakan soal "hasil" (dibaca: UN diganti dengan asesmen) terus-menerus, tapi proses belajar mengajar juga sama pentingnya.
Apa gunanya hasil gemilang dalam bentuk nilai-nilai rapor yang bagus, tapi sebenarnya jomplang dan tidak menyenangkan dari sudut proses pembelajaran?
Sudah menjadi rahasia umum kalau kebanyakan proses pembelajaran saat ini masih belum lepas dari yang namanya:
- hafalan
- mengerjakan segebung tugas dengan kata tanya "menyebutkan"
- guru bertanya, siswa memilih satu dari empat pilihan jawaban
Format PJJ rasa bimbel demi mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat mengerjakan soal ujian dengan lancar dan tepat.
Dengan adanya pelatihan, paling tidak dalam bentuk daring, guru dapat mengembangkan diri dalam hal cara mengajar, supaya tidak monoton dengan metode ceramah terus menerus.
2. Evaluasi dan revisi cara penilaian kompetensi-supervisi guru
Saya tidak tahu apakah ada evaluasi dan revisi perihal penilaian kompetensi-supervisi guru, tapi sejauh saya lihat, sampai detik ini, belum ada perubahan yang signifikan. Penilaian kompetensi dan supervisi guru terlihat sama saja menurut pengamatan saya.
Jangan sampai hanya berkutat pada kelengkapan administrasi pembelajaran (seperti program tahunan, program semester, silabus, rpp, dan lain sebagainya) dan "pengalaman mengajar yang sudah lama" sehingga melupakan esensi hak peserta didik untuk mendapat pendidikan yang sebenarnya.
Jangan sampai terkesan pendidikan berada di menara gading sehingga tidak bisa dimengerti oleh peserta didik.
3. Adakan supervisi "dadakan"
Tidak salah mengadakan supervisi yang terjadwal. Itu benar adanya, tapi akan menjadi tidak benar kalau guru kemudian mengajar secara apa adanya sesudahnya dengan persiapan ala kadarnya.