Ada salah seorang kenalan yang menanyakan kepada saya tentang salah satu sekolah swasta favorit di Samarinda.
"Pak Anton. Menurut bapak, SMP @nomention ini bagus atau nggak?" tanya Bu Dina (bukan nama sebenarnya).
"Tentu saja, Bu. Sudah tak diragukan lagi, karena..."
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan sebelum memilih sebuah sekolah swasta idaman untuk ananda tersayang. Penjelasan panjang kali lebar saya paparkan kepada Bu Dina.
Ada 7 (tujuh) hal yang saya jelaskan kepada beliau.
1. Gedung, sarana prasarana, dan akreditasi
Ini tentu saja menjadi hal yang pertama kali dilakukan karena cinta berawal dari pandangan pertama. Itu menurut salah satu lagu dangdut ^_^.
Memang lagu itu ada benarnya
Gedung yang bagus dari segi fisik bangunan dengan taman berisi bunga dan pepohonan hijau nan rindang; sarana dan prasarana olahraga seperti lapangan bulutangkis, bola voli, bola basket, dan lainnya tersedia; kantin yang bersih tertata dan menyediakan berbagai makanan sehat, lezat, dan bergizi; kamar kecil atau toilet yang bersih, wangi, dan bebas dari kuman.
Semuanya ini tentu saja menjadi pertimbangan utama orangtua untuk buah hati mereka demi kenyamanan dan keamanan dalam belajar.
Dan tentu saja, akreditasi atau kriteria nilai sekolah dari dinas pendidikan juga menjadi tolok ukur seberapa tinggi tingkat standar sekolah tersebut.
"A" adalah syarat mutlak, menurut pendapat saya kalau Anda ingin memilih sekolah yang terbaik untuk buah hati. Tidak terbatas pada sekolah swasta saja. Sekolah negeri pun juga berlaku akreditasi ini.
Sedapat mungkin, kalau ingin hasil pendidikan terbaik, sekolah dengan akreditasi "A" menjadi pilihan.Â
2. Lingkungan di sekitar sekolah
Lingkungan di sekitar sekolah juga penting karena memengaruhi kenyamanan dan keamanan, sebelum dan sesudah proses belajar mengajar.
Misalnya, sekolah yang berada dekat sekali dengan tepi jalan besar tentu saja berbeda dengan sekolah yang terletak di dalam suatu area yang jauh dari jalan raya.
Seandainya saya bertindak sebagai orangtua, tentu saja saya akan mempertimbangkan faktor keamanan anak, terutama di saat jam pulang tiba.
Kenapa di saat jam pulang tiba?
Karena akan sangat banyak para peserta didik yang keluar dalam waktu yang bersamaan dan seandainya sekolah terlalu dekat ke jalan raya dan ditambah lagi dengan kurangnya personel security atau petugas keamanan di sekolah, rasa waswas akan berkecamuk di dada. Cemas kalau anak tertimpa musibah atau kecelakaan.
Selain itu, perlu mencermati juga kondisi lingkungan di luar sekolah, apakah aman dan banyak penjual makanan kecil serta penjual mainan atau tidak.
Sedapat mungkin tidak memilih sekolah yang mengizinkan peserta didik membeli makanan dari penjual keliling yang mangkal di sekitar sekolah. Juga tidak memilih sekolah yang mengizinkan penjual keliling seperti penjual makanan dan mainan yang mangkal dengan bebas di sekitar sekolah.
3. SPP dan uang gedung
Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.
Sudah bukan rahasia lagi kalau sekolah swasta menarik biaya pendidikan yaitu SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) dari orangtua yang mempercayakan putra-putri mereka untuk mendapat pendidikan di sekolah.
Untuk calon peserta didik baru yang lulus ujian masuk, ada tambahan uang gedung atau entah apa istilah sekarang untuk membangun dan meningkatkan sarana prasarana sekolah supaya lebih baik lagi.
Nominal? Tentu saja sudah berjumlah jutaan, tergantung dari kebijakan petinggi yayasan dan sekolah. Mungkin bisa lima juta, tujuh juta, sepuluh juta, atau lebih dari itu, dengan kemudahan yang biasanya diberikan supaya tidak memberatkan keuangan orangtua murid, misalnya bisa dengan mencicil selama dua kali, tiga kali, lima kali, dan lain sebagainya.
Sesuaikan besaran SPP dan uang gedung dengan keuangan Anda. Jangan sampai besar pasak daripada tiang, besar pengeluaran daripada pendapatan.
4. Kegiatan Ekskul yang tersedia
Ekskul. Ekstrakurikuler. Kegiatan yang memberikan nilai tambah kepada peserta didik di luar proses belajar mengajar sebagai kegiatan utama.
Ekskul seperti pramuka, bulu tangkis, menggambar, jurnalistik, english club, dan lain sebagainya membekali peserta didik dengan dunia yang tidak monoton dengan kebanyakan aktivitas pembelajaran berdasar mata pelajaran semata.
Kalau saya sebagai orangtua, saya juga menginginkan anak dapat menyalurkan hobi atau kegemaran dengan mengikuti ekskul yang mereka minati.Â
Selain menyenangkan, juga membekali anak dengan nilai-nilai kehidupan dalam mengikuti ekskul seperti mendelegasikan pekerjaan, bagaimana bekerja dengan banyak orang dalam satu tim, dapat mengatur skala prioritas menentukan pekerjaan mana yang dilakukan lebih dahulu, dan lain sebagainya.
Sayangnya, di saat pandemi Covid-19 saat ini, akan menyulitkan kalau peserta didik mengikuti ekskul yang menuntut kehadiran secara fisik, semisal ekskul olahraga (basket, bulu tangkis, futsal, dan lain sebagainya).
Mudah-mudahan sekolah-sekolah yang ada saat ini bisa mempertimbangkan untuk menyediakan ekskul yang bisa dilakukan peserta didik di rumah saja, seperti jurnalistik, ekskul book club, menulis cerpen-puisi-novel, menggambar, melukis, dan lain sebagainya.Â
5. Kompetensi dan prestasi peserta didik di sekolah tersebut
Mengetahui seberapa besar impak pendidikan yang diberikan sekolah kepada peserta didik bisa didapat dari "word of mouth", rekomendasi dari beberapa kenalan yang mempercayakan putra-putri mereka dididik di sekolah tersebut.
Semakin banyak menggali informasi dari para kenalan dan handai tolan akan semakin mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan yang diberikan sekolah tersebut terhadap kompetensi dan prestasi peserta didik.
Apakah kompetensi peserta didik mengalami peningkatan yang signifikan setelah belajar di sekolah tersebut?
Apakah peserta didik dapat mengembangkan potensi diri secara maksimal di bidang lain semisal ekskul? (Belajar melulu, mengerjakan PR terus menerus, tanpa basa-basi, sekolah tersebut langsung saya masukkan ke black list)
Berbagai prestasi yang dicapai oleh peserta didik juga bisa menjadi acuan kalau sekolah tersebut memberikan ruang kepada peserta didik untuk mengembangkan talenta mereka, bukan saja untuk kepentingan nama baik sekolah, tapi yang terutama untuk peserta didik, demi bekal di masa depan.
6. Visi, misi, pimpinan yayasan, dan kepala sekolah
Tujuan dan tindakan sekolah dalam memajukan kemampuan peserta didik, baik dalam hal literasi, numerasi, maupun dalam pengembangan minat dan bakat peserta didik harus juga mendapat perhatian dari orangtua murid, meskipun terkadang sukar menimbang visi dan misi sekolah karena, menurut saya pribadi, terlalu bersifat umum.
Namun, paling tidak, visi dan misi adalah penuntun, "kompas" atau penunjuk arah mau dibawa ke mana sekolah dan peserta didik.
Dengan menelaah visi dan misi sekolah tujuan, orangtua bisa mempertimbangkan dan kemudian memutuskan sekolah yang tepat untuk ananda tercinta.
Kolaborasi pimpinan yayasan dan kepala sekolah juga patut menjadi perhatian. Kebanyakan masyarakat awam tidak mengetahui secara pasti tentang "gesekan" antara pemimpin yayasan dan kepala sekolah.
Oleh karena itu, untuk mengetahui hubungan yang harmonis dan kesesuaian paham di antara keduanya, Anda bisa bertanya kepada sejumlah kenalan mengenai beberapa kebijakan sekolah.
Apakah ada beberapa kebijakan sekolah yang memantik polemik dengan orangtua murid?
Apakah ada beberapa pungutan biaya yang merugikan orangtua murid?
Apakah proses belajar mengajar menyenangkan bagi peserta didik?
Berbagai hal yang terlaksana di sekolah bisa menjadi gambaran apakah visi dan misi sudah termasuk dalam tindakan nyata di sekolah atau tidak.
7. Kompetensi guru
Last, but not least, disebutkan terakhir bukan berarti kurang penting dibanding enam hal sebelumnya, malah sebaliknya. Guru adalah kunci utama dari sekolah unggul.
Ibarat pertandingan sepak bola, guru adalah striker, penyerang yang kewajibannya adalah mencetak gol kemenangan. Itu sejatinya, meskipun dalam pertandingan yang sebenarnya, bisa saja yang mencetak gol itu pemain tengah, bek atau malah penjaga gawang.
Namun dalam bidang pendidikan, mencapai tujuan gemilang, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, terletak pada eksekutor pelaksana tugas yaitu guru.
Bagaimana kompetensi guru di sekolah tujuan?
Bagaimana cara guru mengajar di dalam kelas?
Bagaimana guru menyiasati strategi pembelajaran selama masa pandemi?
Apakah guru hanya menerapkan metode pengajaran dalam bentuk ceramah saja, lalu memberikan seabrek PR (lagi) di masa pandemi?
Beragam pertanyaan perlu dituangkan di atas kertas dan dikaji untuk mempertanyakan kualitas kompetensi guru di sekolah tujuan.
Jawaban tentu saja bisa diperoleh dari berbagai sumber, baik itu dari beberapa kenalan yang menyekolahkan putra-putri di sekolah tersebut, berbagai tulisan di dunia maya, dan lain sebagainya.Â
Jangan sampai gegara terpesona dengan enam hal sebelumnya, akibatnya melalaikan poin guru inindan setelah putra-putri masuk ke sekolah tujuan, malah menyesal karena para guru ternyata malah menggunakan metode mengajar konvensional, terkesan djadoel, tak sesuai dengan uang yang harus dikeluarkan.
* * *
Kalaupun anak tidak lulus dalam tes Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah swasta idaman itu bukanlah pertanda kiamat.
Karena, sejatinya pendidikan yang sebenarnya, pendidikan yang terbaik, pendidikan yang terunggul berada di tangan orangtua. Keluargalah yang menjadi "sekolah terbaik" bagi putra-putri tercinta.
Lembaga pendidikan formal, semisal TK, SD, SMP, dan SMA hanya mempersiapkan anak untuk menggapai cita-cita sesuai minat dan talenta masing-masing.
Namun, yang terpenting pendidikan karakter berada di tangan orangtua, ayah dan ibu sebagai "guru-guru utama" bagi ananda tercinta. Sekolah tidak bisa menggantikan peranan itu.Â
Jadi, di manapun sekolahnya, tidak menjadi masalah karena pendidikan yang terbaik berasal dari orangtua.
"Guru dan Sekolah Terbaik adalah Orangtua di dalam Lingkup Keluarga"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H