Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyelisik Intimidasi "Surat Pernyataan"

2 Desember 2020   11:46 Diperbarui: 2 Desember 2020   11:51 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot Google Form yang berisi Surat Pernyataan | Dokumentasi Pribadi

Liburan semester sudah mendekat di depan mata. Satu demi satu orangtua murid "mohon pamit".

"Sementara libur dulu di bulan Desember ini ya, Pak. Nanti di awal Januari (2021), mulai les lagi. Nanti saya kabari."

Kalimat-kalimat "sakti mandraguna" ini yang menjadi andalan terkadang cukup "menyakitkan" di telinga.

Ada dua kemungkinan di benak saya kalau mendengar alasan "wajib libur les" di akhir semester, mendekati libur panjang dan akhir tahun seperti saat ini.

Kemungkinan #1 - Masih tetap les di bulan berikut meskipun di bulan Desember atau pertengahan tahun seperti bulan Juni, dompet "kering kerontang" akan asupan duit.

Kemungkinan #2 - Bahasa "halus" dari orangtua murid untuk mengatakan "anak saya tidak usah les lagi karena nilai rapor tidak ada peningkatan". Kalau sudah begini, yah terima nasib. 

Seperti yang saya alami dua hari yang lalu. 

Sore hari (Senin, 30 November 2020), pada jam 18.30 WITA, sesudah mengajar Tania (bukan nama sebenarnya), murid les yang berstatus siswi kelas XII di salah satu SMA Swasta Favorit di Samarinda, sang ibu, sebut saja Bu Yuli, mengatakan kalimat-kalimat "aduhai" seperti di awal tulisan ini.

Kecewa mendengarnya? Ya, jujur saya kecewa, tapi mau bagaimana lagi? Dengan lesu saya pulang ke "markas besar".

Belum cukup dengan berita buruk sebelumnya, saat tiba di rumah, setelah mandi, berpakaian, dan menyantap hidangan makan malam yang sederhana, pada pukul 20.00 WITA, saya seperti ketimpa "granat runtuh" sewaktu mendengar "libur les" dari Bu Dina (bukan nama sebenarnya), ibunda dari Philip (nama samaran), murid les yang berstatus peserta didik kelas enam di sebuah Sekolah Dasar (SD) Swasta Favorit di Samarinda.

Saya berkata, saya memaklumi kalau Philip meminta jeda karena memang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sangat menguras tenaga. Sudah sepantasnya, bulan Desember ini pikiran dan stamina bisa rehat sejenak demi menghadapi pembelajaran yang entah bagaimana nasibnya di bulan Januari 2021.

"Pak, ada yang ingin saya tanyakan," mendadak Bu Dina menyela. Padahal saya sudah ingin mengakhiri percakapan, tapi karena mendengar suara beliau yang terkesan serius, saya menangguhkan.

"Apa yang ingin ibu tanyakan?"

"Ini, Pak, ada angket dari sekolah..."

"Oya, Philip ada ngomong soal itu tadi pagi waktu saya ngajar dia. Memangnya kenapa, Bu? Ada kesulitan dalam mengisi angket?"

"Saya bingung."

"Apanya yang membuat bingung, Bu? Tidak tahu cara mengoperasikan Google Form? Philip pasti bisa membantu karena dia sudah biasa mengerjakan ujian semester menggunakan Google Form."

"Bukan bingung mengoperasikan. Saya bisa mengisi dan melakukannya dengan mudah."

"Lalu apa kesulitan Anda?"

"Saya bingung apa efeknya pada anak saya seandainya saya mengisi angket dengan pilihan "tidak bersedia"."

Supaya memudahkan saya untuk memahami duduk persoalannya, saya meminta link Google Form yang berisi angket tersebut.

Di pesan WA, dua kata pertama adalah "link Angket", tapi di dalam Google Form, judul dengan huruf kapital semua tentang "Surat Pernyataan". Gambar di awal tulisan adalah judul dari yang katanya angket tadi.

Saya heran.

Saya pun menanyakan kepada Bu Dina tentang tiga pertanyaan yang membuat "gatal" di kepala saya, dan tiga fakta yang didapat dari ketiga pertanyaan tersebut adalah:

1. Tidak ada pemberitahuan dan penjelasan sebelumnya dari pihak sekolah perihal Surat Pernyataan tersebut

Bu Dina mengatakan kalau tidak ada pemberitahuan dan penjelasan sebelumnya dari pihak sekolah perihal Surat Pernyataan tersebut.

"Tidak ada pertemuan daring lewat Zoom, atau luring yaitu langsung antara guru dengan komite sekolah atau perwakilan orangtua atau wali murid yang membahas perihal dibukanya kembali 'keran' pembelajaran tatap muka pada Januari 2021," kata Bu Dina.

2. Tidak ada penjelasan dari pihak sekolah tentang kesiapan sekolah dalam memenuhi syarat layak mengadakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa

"Saya takut kalau seandainya anak saya terkena corona. Apakah sekolah bisa menjamin keamanan murid-muridnya? Seberapa siap sekolah dalam menjalankan pembelajaran tatap muka? Apakah sekolah sudah memenuhi syarat layak mengadakan pembelajaran tatap muka?" Bu Dina menumpahkan kekesalan.

3. Pihak sekolah mendesak orangtua murid untuk segera mengisi angket di hari yang sama tanpa memedulikan pertimbangan matang dari pihak orangtua

"Padahal di surat edaran, disebutkan kalau Surat Pernyataan segera diisi dan selambat-lambatnya dilaporkan ke sekolah pada tanggal 2 Desember 2020. Nyatanya, hari ini (30 November 2020), baru saja mendapat link surat pernyataan tersebut, orangtua harus sudah mengisi dan melaporkannya ke sekolah lewat Google Form di hari ini juga."

Sekolah seharusnya...

Seharusnya SD dimana Bu Dina mempercayakan anaknya untuk dididik tidak menempatkan peserta didik dan orangtua dalam bahaya.

Ya, SKB Pembelajaran Tatap Muka sudah dikeluarkan dan itu bisa dikatakan sebagai "solusi sementara" dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di masa pandemi.

Meskipun begitu, seharusnya sekolah harus cermat dan berhati-hati dalam "menerjemahkan" isi dari SKB. 

Jangan sampai menimbulkan kesalahpahaman, kebingungan, dan ketersinggungan dari para orangtua murid.

Saya mengerti, kondisi sekarang ini tidak pernah terjadi sebelumnya dan tentu saja setiap sekolah tidak mempunyai pengalaman menghadapi kejadian "luar biasa" seperti saat ini.

Namun, mengambil keputusan gegabah (saya bisa mengatakan demikian) seperti "Surat Pernyataan" tersebut tentu saja tidak bisa ditolerir.

Dalam hal ini, ada tiga saran dari saya untuk setiap sekolah yang mungkin menghadapi dilema "surat pernyataan".

1. Ada pemberitahuan dan penjelasan sebelumnya dari pihak sekolah perihal "surat pernyataan" tersebut   

Merupakan kewajiban dari sekolah untuk memberitahukan dan menjelaskan sebelumnya perihal "surat pernyataan" tersebut kepada orangtua murid supaya mereka tidak kaget dan mengerti pentingnya "surat pernyataan" yang dalam hal ini memberi mereka kebebasan untuk memilih.

Memberikan "perintah" secara mendadak kepada para orangtua murid untuk mengisi, membuat surat pernyataan tanpa pemberitahuan dan penjelasan terlebih dahulu seperti menempatkan para orangtua ke dalam situasi kalau mereka "tidak dihargai".

Apalagi dengan penggunaan huruf kapital pada semua huruf di judul "Surat Pernyataan", seperti menyiratkan bahwa sekolah panik dan "Surat Pernyataan" itu adalah "perintah" yang tidak boleh ditolak oleh para orangtua murid. Itu menurut pendapat saya.

Seharusnya ada pertemuan daring seperti misalnya lewat Zoom; atau luring yaitu langsung antara guru dengan komite sekolah atau perwakilan orangtua atau wali murid yang membahas perihal dibukanya kembali "keran" pembelajaran tatap muka pada Januari 2021. 

Dengan begitu, para orangtua murid bisa mengerti dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.

2. Ada penjelasan dari pihak sekolah tentang kesiapan sekolah dalam memenuhi syarat layak mengadakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa

Sekolah harus memberikan rasa aman pada para orangtua bahwa anak-anak mereka akan belajar dengan baik dan terhindar dari kemungkinan terpapar covid-19 di saat pembelajaran tatap muka di sekolah.

Sekolah harus memberikan penjelasan tentang kesiapan sekolah dalam memenuhi syarat layak mengadakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa.

Yang harus ada pada sekolah sesuai dengan daftar periksa, seperti misalnya :

  • Tersedianya sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih, sarana cuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer), dan disinfektan.
  • Kesiapan menerapkan area wajib masker
  • dan lain-lain (untuk lebih lanjut, Anda bisa membaca tentang daftar periksa di link referensi yang tersedia di akhir tulisan ini).

Sekolah wajib memberitahukan kepada orangtua murid perihal daftar periksa dan kesiapan sekolah dalam memenuhi syarat-syarat tersebut.

3. Pihak sekolah memberikan waktu yang cukup untuk para orangtua murid dalam mengisi surat pernyataan supaya tidak gegabah dalam mengambil keputusan

Jangan "mengintimidasi" orangtua murid dengan "keterbatasan waktu" dalam mengambil keputusan di tengah kondisi yang berbahaya seperti saat ini.

Pertimbangan yang tidak tergesa-gesa seharusnya dilakukan karena ini menyangkut kesehatan semua pihak, khususnya peserta didik, orangtua murid, dan keluarga mereka.

Tidak ada paksaan

Sekolah sudah seharusnya bisa menelaah secara cermat dan tidak terburu-buru mengeluarkan kebijakan yang terkesan "mengintimidasi" orangtua murid.

Tidak ada paksaan dari pemerintah kepada pihak sekolah untuk mengadakan pembelajaran tatap muka.

Sekolah harus mencermati sarana prasarana yang tersedia di sekolah, perihal kesiapan melaksanakan protokol kesehatan, dan juga tentang perasaan orangtua murid sewaktu mendapat formulir surat pernyataan yang harus mereka isi dan serahkan.

Jangan sampai gara-gara kesalahan dalam mengambil keputusan, sekolah dianggap tidak memiliki empati pada kesulitan para orangtua di masa pandemi.

Referensi:

1.  Kompas.com, "Januari 2021 Sekolah Tatap Muka Diperbolehkan, Simak Syaratnya"

2. SKB Pembelajaran Tatap Muka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun