Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

3 Saran yang Kiranya Bermanfaat bagi Rekan Guru Sekolah di Saat Pandemi Covid-19

8 Oktober 2020   21:05 Diperbarui: 17 Mei 2021   09:19 93803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3 saran dari saya yang perlu dipertimbangkan oleh para guru agar proses belajar mengajar selama masa pandemi dapat berjalan lebih baik dan optimal.

Ujian Tengah Semester (UTS) telah berlalu. Banyak hal yang sudah dialami, baik oleh peserta didik maupun orang tua murid.

Permasalahan menyangkut Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) lewat dua aplikasi yang lazim digunakan, yaitu WhatsApp (WA) dan Zoom, bagi saya pribadi tetap saja carut-marut. Tidak jelas. Tidak ada evaluasi yang terang benderang.

Setelah UTS, kebanyakan guru sekolah yang mengajar murid-murid les saya tetap menggunakan pola lama.

Mereka menggunakan Zoom untuk menjelaskan materi pelajaran. Selain itu, mereka juga tetap menggunakan WhatsApp (WA) untuk memberitahukan berbagai informasi kepada peserta didik tentang berbagai hal seperti jadwal ulangan harian, PR, dan lain sebagainya.

Saya heran dengan tidak adanya evaluasi, terutama dari segi penggunaan kedua aplikasi tersebut. Persoalan pembelajaran daring sudah saya tulis di artikel lain dimana peserta didik dan orang tua bingung dalam menjalani proses belajarnya.

Baca juga: Menyoal Keefektifan PJJ lewat WhatsApp dan Zoom

Saya harapkan ada guru sekolah yang membaca tulisan saya di atas untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi peserta didik dan orangtua murid.

Kali ini, izinkan saya memberikan saran bagi rekan guru sekolah dalam menjalankan proses belajar mengajar selama masa pandemi ini.

Ada tiga saran dari saya.

1. Perlu menggunakan media pembelajaran lain untuk membantu menjelaskan materi ajar kepada peserta didik

Saya kira ada evaluasi mengenai keefektifan PJJ lewat WhatsApp dan Zoom. Saya pikir akan ada perbaikan dalam proses belajar mengajar.

Ternyata, saya memantau beberapa murid les saya sejak tanggal 28 September 2020, sesudah UTS SD berakhir pada hari Kamis, 24 September 2020, metode pembelajaran yang digunakan kebanyakan guru sekolah dari murid-murid les adalah metode ceramah.

Metode yang sama saat sebelum corona ada, waktu Covid-19 muncul, sampai sesudah UTS. Dan, tidak ada perbaikan, baik dari segi penyampaian materi, maupun menilik dari sudut interaksi antara guru dan peserta didik yang terlihat "sangat berjarak". 

Sedangkan saat pembelajaran tatap muka saja sudah sangat berjarak alias ada gap, jurang yang lebar antara guru dan peserta didik, dimana kebanyakan guru "ceramah" terus-menerus tiada henti, 

Setelah selesai "ceramah"-nya, basa-basi sedikit dengan satu pertanyaan sakti yaitu "Ada pertanyaan?" yang terkesan hanya melaksanakan tugas tapi tak ingin dibebani "tugas tambahan" yaitu menjawab berbagai pertanyaan dari peserta didik.

Karena kebanyakan guru sudah "sangar" di awal, peserta didik tidak berani bertanya. Apalagi kalau sang guru anti kritik. Peserta didik tambah sungkan untuk mengajukan pertanyaan.

Di saat sebelum pandemi saja, metode ceramah yang sudah "purbakala" tak bisa menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, apalagi di zaman pandemi Covid-19 yang "menghilangkan" keberadaan guru dan peserta didik secara fisik.

Penggunaan media lain selain WhatsApp dan Zoom tentu saja bisa dipikirkan dan diaplikasikan demi meningkatkan pemahaman peserta didik dalam mendalami materi pelajaran.

Sudah saatnya menyudahi pola pikir sempit dimana beranggapan WhatsApp dan Zoom saja sudah cukup dalam memberikan materi.

Menurut saya, sehebat apapun teknologi saat ini, media tertulis dalam bentuk tercetak dan digital tetap lebih unggul. Kenapa? Karena selain memerlukan kuota internet yang sedikit untuk membaca bahan (lewat daring) dan biaya fotokopi yang terjangkau untuk mendapatkan materi pelajaran lewat luring, juga pemaparan biasanya lebih jelas dibanding lisan saja.

Ada beberapa rekan guru yang memberitahu saya kalau mereka menggunakan cara luring, yaitu memberikan materi pelajaran berbentuk tertulis, dalam hal ini berformat Portable Document Format (PDF).

"Agak sulit kalau dari pihak sekolah yang mengeluarkan dana print atau fotokopi bahan materi pelajaran. Orang tua murid bisa menentukan pilihan. Setelah dikirim lewat WA, peserta didik bisa membacanya di smartphone langsung atau bisa juga mem-print di tempat fotokopi terdekat," kata Pak Erwin (bukan nama sebenarnya), seorang guru kelas yang mengabdi di salah satu Sekolah Dasar swasta di Samarinda.

Ada beberapa guru sekolah dari murid-murid les saya yang menerapkan juga hal tersebut. Mengirim materi pelajaran berjumlah 3-4 halaman dalam bentuk file PDF ke WAG. 

Saya menganjurkan kepada orang tua murid les untuk mem-print materi-materi tersebut, supaya ananda bisa fokus belajar tanpa terganggu oleh game online, medsos, dan YouTube saat mempelajari bahan pelajaran di smartphone.

Dengan memegang kertas fisik saja, belajar pun jadi full konsentrasi.

Selain mengandalkan tertulis, guru juga harus belajar menggunakan berbagai media yang ada untuk menjelaskan materi ajar secara terang benderang.

Blog adalah salah satu media digital yang sangat membantu dalam menyampaikan penjelasan secara lebih bebas dan terperinci tanpa batas waktu. 

Blogspot dan Wordpress adalah salah dua di antara sekian banyak platform blog  gratisan yang bisa guru gunakan untuk "mengajar" peserta didik meskipun tidak bertatap muka secara langsung.

Saran saya, alangkah lebih baiknya kalau Anda menuangkan buah pikiran di Kompasiana, karena menimbang akan lebih banyak yang bakal membaca tulisan Anda. Pihak Kompasiana juga membantu mempromosikan lewat media sosial mereka sehingga keterbacaan artikel pun jadi meningkat.

Membuat video pembelajaran dan mengunggahnya ke YouTube adalah satu cara lain yang juga ampuh untuk membantu peserta didik dalam memahami materi ajar. Sudah saatnya guru lebih proaktif dan kreatif dalam menyiasati cara mengajar secara efektif dalam masa pandemi Covid-19 sekarang ini.

Video pembelajaran lebih bermakna daripada sekadar menggunakan metode ceramah saat belajar daring di aplikasi Zoom.

Metode ceramah dalam pembelajaran luring saja tidak berkhasiat, apalagi kalau dipakai di pembelajaran daring.

2. Perlu mencermati jumlah, tingkat kesulitan, dan tanggal penyerahan tugas

Seperti sudah saya tuangkan sedikit unek-unek dalam artikel "Menyoal Keefektifan PJJ lewat WhatsApp dan Zoom", saya menyayangkan perihal ketidakmengertian kebanyakan guru sekolah yang mengajar murid-murid les saya.

Terlalu banyak PR yang diberikan membuat stres peserta didik. Ketiadaan pembelajaran tatap muka di sekolah secara langsung dan hanya mengandalkan bantuan metode ceramah dalam ruang maya "Zoom" tambah membuat galau kebanyakan murid.

Guru perlu mencermati jumlah, tingkat kesulitan, dan tanggal penyerahan tugas. Peserta didik sudah stres karena harus belajar dari rumah, pusing menghadapi proses belajar mengajar yang jauh dari kata “jelas”, dan tidak bisa bercanda tawa dengan teman sekelas secara langsung. Jangan ditambah kepusingan itu dengan seabrek tugas yang jauh dari manusiawi.

Baca juga: Kunci Sukses PJJ

Salah satu hal miris yang saya lihat dalam dua minggu ini adalah setiap hari selalu ada tugas. UTS berakhir, tugas demi tugas bergulir bagai air bah. Beberapa murid saya kerepotan dalam memenuhi tanggung jawab tersebut.

Salah satu murid les, Rudi (bukan nama sebenarnya), sebagai contoh. Dia siswa kelas enam dan bersekolah di salah satu Sekolah Dasar (SD) yang cukup ternama di Samarinda. Sejak Maret 2020, awal pandemi Covid-19, guru kelasnya tidak mengurangi “gas” yang memang sudah kencang dari dulu.

Herannya, justru saat corona melanda, kebiasaannya memberikan tugas seabrek semakin menghebat. Bak “efek bola salju” semakin menggelinding, semakin membesar dan membesar.

Terhitung sejak 28 September 2020 sampai hari ini, 8 Oktober 2020, ada 17 (tujuh belas) tugas yang Rudi dan teman-teman sekelasnya harus kerjakan dalam sembilan hari dari Senin sampai Jumat. Berarti rata-rata dua tugas yang harus dikerjakan dalam sehari!

Sampai saat ini, Rudi baru menyelesaikan tujuh tugas.

Herannya lagi, kecuali guru bidang studi, sang guru kelas malah tidak memberitahukan tanggal penyerahan tugas seperti kebiasaannya sebelum UTS. Karena murid les saya bingung dan juga orang tua ikut kebingungan, saya menyuruh Rudi untuk menanyakan di WAG kelasnya.

Karena tidak direspons oleh sang guru, saya pun menganjurkannya untuk mengajukan pertanyaan yang sama di WA guru tersebut alias japri.

Jawaban dari pertanyaan “Tanggal berapa dikumpul tugas A dan B,...?” sangat di luar dugaan. Saya mengira sang guru akan menyebutkan tanggal tertentu di bulan Oktober ini, namun ternyata saya keliru! Kata-kata “Terserah saja, nak” dan “Atur aja, nak” yang menjadi jawabannya!

Sedangkan dengan tenggat waktu saja, peserta didik sudah uring-uringan dan tak bersemangat mengerjakan tugas, apalagi kalau tidak ada tenggat waktu penyerahan tugas!

Sepatutnya guru harus memahami kesulitan peserta didik. Jangan karena mengejar ketuntasan materi, mengakibatkan rasa kemanusiaan pupus sirna tak berbekas.

3. Perlu menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua atau wali murid

Komunikasi. Herannya (lagi-lagi), di tengah gempuran teknologi canggih saat ini, komunikasi seakan susah dilakukan. Padahal, seharusnya mendekatkan yang jauh. Malahan yang terjadi adalah yang jauh jadi semakin jauh.

Kadang-kadang saya melihat beberapa rekan guru yang tidak bijak dalam menggunakan smartphone. Nonton drakor, main game online, menghabiskan waktu seharian dengan chatting via WA dan medsos, serta kegiatan-kegiatan konsumtif lain yang tak berfaedah.

Daripada melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif tersebut, kenapa tidak menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua atau wali murid? Kenalilah mereka, para orangtua yang mengalami kesusahan dalam mengemban tugas mengajar yang seharusnya menjadi kewajiban guru sekolah.

Pengalaman saya dalam mengajar selama 20 tahun mengajarkan pada saya bahwa orangtua harus dimengerti. Orangtua murid jangan hanya ditemui dan diajak berdiskusi saat pemberian rapor UTS dan akhir semester saja.

Guru harus berkomunikasi secara intensif dengan para orangtua murid. Dengarkan keluhan mereka. Berempatilah. Berikan solusi. Jangan hanya memenuhi ketuntasan materi ajar demi keamanan diri sendiri, tapi mengabaikan kesusahan hati peserta didik dan orang tua murid yang kelimpungan dalam memenuhi rongrongan tugas tiada henti.

Baca jugaKiat agar PJJ PJOK Berjalan Optimal dan Aman

Demikian tiga saran dari saya untuk para guru sekolah. Mohon maaf jika ada kata-kata saya yang kurang berkenan di hati Anda. Ini semua saya tuliskan demi kemajuan pendidikan peserta didik kita.

Akhir kata, sebagai guru, kita harus tetap menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Namun, selain maksimal dalam mengajar, kita juga harus memperhatikan kesulitan peserta didik dan orang tua murid. 

Tugas negara harus dijalankan dengan segenap hati, tapi jangan abaikan hati nurani saat melihat kesukaran yang dihadapi peserta didik dan orang tua murid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun