Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Dari Tanaman, Ada 3 Nilai Moral yang Ibu Tanamkan Padaku

20 September 2020   14:45 Diperbarui: 22 September 2020   02:20 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Aloe Vera (Sumber : pixabay.com/bstad)

Ayah dan Ibu sudah tiada. Banyak hal-hal yang berkesan dalam hidup yang kalau dituliskan mungkin bisa menghabiskan banyak kertas dan tinta pulpen. Kemungkinan akan terbit banyak buku.

Mungkin kelak saya akan menuliskan pengalaman-pengalaman berharga bersama ayah dan ibu dalam beberapa buku karangan saya.

Dari sekian banyak pengalaman, ada satu yang sangat berkesan saat saya masih berstatus siswa kelas 5 Sekolah Dasar (SD). 

Menanam tumbuhan dan merawatnya. Ibu mengajak saya dan beberapa kakak untuk menanam lidah buaya, wijayakusuma, suplir, tanaman kuping gajah, dan lain-lain. 

Ibu mengajarkan dari langkah permulaan, yaitu mengambil tanah, lalu memberikan pupuk, kemudian menanam tumbuh-tumbuhan tersebut, selanjutnya menyiram, membuang daun-daun yang layu, sampai menikmati keindahan bunga wijayakusuma yang sedang mekar di waktu malam.

Semua momen itu tidak bakal terlupa dari ingatan saya. Tapi, hal yang terlebih penting, ibu mengajar kami semua, anak-anaknya, akan nilai-nilai moral lewat tindakan nyata. Ibu jarang menasihati. Beliau memberikan contoh langsung lewat perbuatan dalam keseharian.

Dari sekian proses yang berhubungan dengan tanaman tadi, saya menyimpulkan, ada 3 nilai moral yang ibu tanamkan padaku dan kakak-kakak. 

3 Nilai moral yang ditanamkan pada kami adalah:

1. Pentingnya Proses Kerja Keras

Ibu memberikan langkah demi langkah proses kerja keras mulai dari menyiapkan tanah, menggemburkannya, mencampur tanah dengan pupuk, menaruh tanah yang sudah tercampur dengan pupuk tadi di pot-pot yang telah tersedia, dan menempatkan berbagai tumbuhan di pot-pot yang sudah terisi tanah dan pupuk.

Ibu mengajarkan kepada kami makna dari proses kerja keras. Berjuang untuk memperoleh sesuatu. Harus bergerak. Tidak bisa berpangku tangan. Tidak dapat menggantungkan diri pada orang lain. Selama masih kuat dan bisa bekerja, lakukan sebisa mungkin, semaksimal mungkin.

Meskipun ibu tidak menyuruh, saya selalu menyiram tanaman-tanaman itu di sore hari pada pukul lima. Air bekas cucian beras yang memang ibu tampung di beberapa baskom siap untuk diguyurkan ke tanaman-tanaman itu.

"Supaya tumbuh subur," begitu kata ibu.

Entah apakah ibu pernah membaca tentang khasiat air bekas cucian beras atau tidak, yang jelas memang semua tanaman tumbuh dengan subur. Semarak. 

Lidah buaya sangat memuaskan dari segi ketebalan. Besar-besar. Ada beberapa teman ayah yang heran saat melihat suburnya lidah buaya kami.

"Kami nanam lidah buaya di rumah. Sudah kami kasih pupuk dan juga siram dengan air cucian beras. Tapi kok tidak bisa sebesar ini ya?" Tante Gina (bukan nama sebenarnya), teman bisnis ayah kagum dengan betapa besarnya lidah buaya yang kami punyai.

Hasil tidak akan berwujud dengan baik kalau tidak berproses. Kerja keras diperlukan untuk mendapatkan hasil yang baik sesuai keinginan dan harapan. 

Saya tetap disiplin menyiram semua tumbuhan tersebut dengan air bekas cucian beras. Disiplin, tanpa disuruh, tanpa tapi dan nanti.

2. Pentingnya Menjaga

Tak cukup hanya menyiram. Menjaga tanaman-tanaman tersebut dari gangguan cakaran kucing atau galian tikus juga perlu dilakukan. Tentu saja saya tidak bisa menjaga tanaman-tanaman itu di pagi hari, karena saya sekolah.

Saya juga tidak bisa menjaga di siang hari, karena setelah pulang sekolah, badan letih. Tidur siang menjadi obat penghilang kelelahan. Hanya di sore hari saya bisa menjalankan tugas menjaga tumbuhan-tumbuhan tersebut.

Sambil membaca buku, saya menjaga mereka dari gangguan kucing dan tikus. Memandangi berbagai tumbuhan hijau dan menyegarkan diri dengan angin semilir di sekitarnya. Alangkah nikmatnya.

Terkadang saya juga memetik beberapa daun yang layu di ranting dan memotong lidah buaya yang kering di ujungnya.

Saya belajar satu hal juga dari sini bahwa bekerja keras saja tidak cukup. Menyiram, memberi sejumlah asupan air bagi semua tumbuhan tidaklah memadai. Menjaga keindahan tumbuhan, merawat mereka dari gangguan hewan semisal kucing dan tikus juga sama pentingnya. 

Saya menikmati aktivitas menjaga. Selain saya bisa melakukan hal lain yaitu membaca buku, saya juga bisa menghirup udara segar yang sukar didapatkan di kota yang mulai padat seperti Balikpapan saat itu.

Menjaga sama pentingnya dengan menyiram.

3. Pentingnya Mengenal Kebesaran Tuhan

Merasakan udara segar dari tumbuh-tumbuhan yang saya sebutkan di awal adalah kebiasaan yang sudah tak saya rasakan lagi saat ini. Di waktu kelas lima tadi, kebiasaan duduk bersama saat pagi dan sore di hari Minggu sangatlah berkesan.

Hal sederhana, menikmati udara segar adalah nilai kekekalan dari mengenal kebesaran Tuhan dimana Tuhan menyediakan udara segar tersebut dan saya beserta ibu dan kakak-kakak dapat menghirupnya dengan leluasa. Suatu kemewahan tersendiri.

Semua ciptaan Tuhan mempunyai maksud dan tujuannya masing-masing. 

Lidah buaya sudah lama terkenal sebagai tumbuhan yang berkhasiat untuk menyuburkan rambut manusia. Ibu mempraktikkannya secara langsung. Beliau meminta tolong pada Dina (bukan nama sebenarnya), salah satu kakak perempuan saya yang kebetulan pernah ikut kursus memotong rambut di salon setelah lulus SMA. 

Dina mengoleskan daging lidah buaya ke rambut ibu dengan sabar. Tentu saja, sebelum dioleskan, ibu meminta Dina untuk memotong rambut beliau. "Kan lumayan. Tidak perlu ke salon. Tidak usah keluar biaya potong dan perawatan rambut," kata Ibu sambil tersenyum.

Melihat manfaat dari lidah buaya, ibu secara langsung mengajarkan kepada anak-anaknya untuk mengenal kebesaran Tuhan lewat ciptaan-ciptaan-Nya. Ibu lebih suka memberikan contoh secara langsung lewat tindakan nyata daripada melalui tutur kata belaka.

Selain manfaat, keindahan juga menjadi faktor pembelajaran yang ibu tanamkan pada semua anaknya. Bahwa lewat bunga yang mekar merona, Tuhan menunjukkan kebesarannya. Bahwa Tuhan mendandani bunga sedemikian rupa sehingga tampil cantik di mata semua yang melihatnya. 

Mekarnya bunga wijayakusuma di waktu malam adalah momen yang akan selalu terpatri dalam ingatan. Bersama ibu dan beberapa kakak, kami menikmati temaramnya malam sambil menanti saat bunga wijayakusuma mekar.

Sayang, waktu itu kami tidak memotret momen spesial tersebut. Tak apa. Sudah ada foto di album kenangan pikiran kami.

Melihat momen-momen penggunaan lidah buaya dan mekarnya bunga wijayakusuma memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk kami, anak-anaknya, khususnya saya secara pribadi.

Hidup ini begitu berharga. Setiap ciptaan-Nya punya ciri khas dan kegunaan masing-masing yang menunjukkan kemuliaan, kebesaran Sang Pencipta.

Terkadang, di saat saya merasa tak berdaya dengan masalah yang dihadapi dan ingin memutuskan menyerah, saya teringat dengan momen-momen tersebut. Semangat saya tumbuh kembali.

Tuhan sudah merancang segala sesuatu indah. Pasti ada solusi. Begitu selalu pemikiran saya dalam menghadapi masalah kalau teringat momen masa kecil berkaitan dengan tanam-menanam tadi.

* * *

Demikianlah 3 nilai moral yang ibu tanamkan pada diri saya dan kakak-kakak. Langsung lewat perbuatan nyata. Lebih mengena, lebih membekas, lebih tahan lama dalam sanubari daripada sekadar diucapkan lewat mulut.

Tanamkan nilai-nilai moral ke benak putra-putri tercinta. Tak perlu jauh-jauh. Tak usah melakukan hal-hal yang sukar. Lewat tindakan sederhana seperti menanam dan merawat tanaman, banyak nilai moral yang bisa diberikan, bukan hanya sekadar tiga nilai moral yang sudah dibahas sebelumnya.

Dengan begitu, generasi unggul di masa depan akan terwujud dan bukan hanya impian kosong belaka.

"Perkatakan lewat tindakan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun