Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Masakan Mama yang Paling Kaurindukan?

18 November 2019   20:52 Diperbarui: 18 November 2019   20:55 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : hellosehat.com

Dua tahun sudah mama tidak berada bersama kami, anak-anaknya. Banyak kenangan-kenangan suka maupun duka, manis maupun pahit. 

Semarah apa pun mama pada kami, beliau tetap menyayangi kami tanpa syarat. 

Kami sudah tak bisa melihat senyumnya lagi. 

Kami sudah tak bisa mendengar suaranya lagi. 

Kami sudah tak bisa mengajak beliau makan di luar. 

Beliau mengasuh, merawat, mendidik kami, tujuh bersaudara yang mempunyai karakter berbeda. Sulit? Saya merasakan kesulitan mengajar satu kelas dengan sekitar 30 murid dalam waktu hanya 70 menit. Nah, mama merawat kami sejak bayi, tujuh orang, dari kecil, remaja, sampai dewasa, tanpa bantuan pembantu atau asisten rumah tangga. 

Terkadang saya heran melihat ibu rumah tangga zaman sekarang yang baru punya anak satu saja sudah mengeluh. Mama saya, sedikit pun tak pernah saya mendengar beliau mengeluh lelah atau capek merawat kami. Tujuh orang. Dari pagi sampai malam, dengan pakaian kotor bertumpuk, dan harus menyiapkan makanan untuk keluarga besar. 

Tidak mudah mengelola keuangan supaya cukup untuk sebulan. 

Sebagai anak terakhir, saya sangat merasakan kondisi keuangan keluarga yang "pasang surut".

"Pasang", dimana uang tidak masalah. Mau makan apa saja mudah. Mau makan di mana saja gampang. 

Namun... 

Di saat SMP dan SMA, "Surut" melanda. 

Usaha Papa bangkrut. Satu demi satu aset disita oleh pihak bank, karena papa tidak bisa memenuhi kewajiban membayar kredit usaha. 

Mengapa itu terjadi? 

Mama tak sekalipun mengatakan kenapa itu terjadi. Mungkin beliau tidak ingin membuat anak-anaknya hilang fokus dalam belajar karena memikirkan masa depan yang akan dihadapi kemudian.

Waktu SMA, dimana kebanyakan orang mengatakan masa yang paling indah, bagi saya, itu masa yang paling kelam bagi saya pribadi. 

Tiap naik kelas, pasti pindah rumah. 

Tapi, yang paling kentara sekali adalah menu makan sehari-hari yang sangat drastis dibanding saat jaya sebelumnya. 

Sebelumnya, ikan atau ayam adalah menu wajib harian, terutama ikan. Sayur bening atau sayur-sayuran lain dan buah-buahan pasti tersedia. 

Namun, di saat "surut", menu tempe, tahu, dan mie instan menghiasi meja makan. 

"Tetap bersyukur karena kita masih bisa makan. Banyak orang di luar sana tidak bisa makan karena tidak punya uang untuk membeli makanan," kata Mama saya tenang. 

Kami tidak mengeluh, karena mama pun tidak mengeluh.

Itu di saat "surut".

Di saat "gersang", kreativitas Mama muncul. 

Kami tetap bisa makan, meskipun dengan menu yang mungkin bagi orang lain ya "itu-itu saja", tapi mama bisa meramunya menjadi "berbeda". 

Dari sekian banyak masakan di kala makmur maupun susah, ada tiga makanan yang beliau sajikan yang saya sangat rindukan. 

Sebenarnya kakak-kakak perempuan saya mewarisi keahlian mama saya, tapi tentu saja, rasa tidak bisa 'dibohongi'. Saya tidak mengatakan kalau masakan kakak-kakak perempuan saya tidak enak. Masakan mereka enak, namun biar bagaimana, entah mengapa, lidah saya tidak mengecap 'rasa yang sama' dengan buatan mama.

Tiga masakan mama yang saya sangat rindukan yaitu :

3. Martabak mie

Mungkin Anda bingung, martabak mie ini apa ^_^? 

Yah, keuangan yang menipis menyebabkan mama harus memutar otak untuk menggunakan uang sebijaksana mungkin. Mie instan menjadi solusi menu makanan, meskipun beliau tahu, menu ini tidak lengkap dari sisi gizi, namun apa mau dikata. Terpaksa menyajikan, dan ditambah dengan sayur bening atau tempe dan tahu, kalau dana tersedia. 

Namun, kalau mie kuah terus setiap hari tentu bosan. Divariasi dengan mie goreng. Hanya dua pilihan, juga menimbulkan kebosanan. 

Akhirnya, mama menciptakan 'kreasi baru'. Lain dari yang lain. Kalau tidak salah, beliau mencampur mie instan yang sudah direbus dengan telur, lalu ditambah tepung terigu, dan mungkin garam dan gula. Setelah itu digoreng. 

Martabak mie spesial pun terhidang di atas meja makan. 

Makan tetap berselera, meskipun dengan bahan dasar mie instan seperti di hari-hari yang lain, namun dengan kemasan dan tampilan yang berbeda. Rasa? Bisa diadu dengan penjual martabak di tepi jalan raya ^_^.

Sayangnya, karena zaman dulu belum ada hape, tidak ada foto penampakannya. Mengambil foto lewat kamera biasa butuh uang untuk membeli rol film dan juga biaya cetak di studio foto. Daripada buat beli rol film dan biaya cetak foto, lebih baik uangnya digunakan buat beli bahan makanan. Itu pemikiran kami waktu itu. 

Kakak-kakak perempuan saya pernah mencoba membuat martabak mie, namun tak pernah mirip dengan rasa martabak yang mama buat. 

2. Telur Bumbu Bali

Makanan yang sederhana dan semua anggota keluarga menyukainya. 

Yah, ini makanan yang bagi saya menjadi andalan mama di saat waktu mengolah yang sangat singkat, namun jam makan hampir tiba. 

Merebus telur tidak membutuhkan waktu lama, dan sembari itu, beliau mempersiapkan racikan untuk bumbu balinya. 

Setelah telur matang, mama baru membuat telur bumbu bali. 

Rasa? 

Bisa diadu dengan buatan chef ternama ^_^. 

1. Kari ayam dan ayam rebus

Biasanya juara selalu satu pilihan. Tapi bagi saya, kedua menu ini adalah the champions, juara bersama. Menempatkan salah satu di nomor dua, rasanya kok tak pantas. Jadinya, saya tempatkan di nomor satu saja bersama-sama ^_^.

Tampilan, aroma, dan rasa sangatlah menggoda dan ngangenin. Mama sangat pintar membuat kari ayam, sehingga makanan ini tak butuh waktu lama untuk ludes dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, berpindah ke perut semua anggota keluarga. 

Begitu juga ayam rebus. Papa sangat menyukai ayam rebus buatan mama. 

"Mamamu jago masak. Itu sebabnya Papa jarang makan di luar. Sudah enak, bergizi, sehat pula," kata Papa sambil mengacungkan jempol kanannya, "Nanti kalau kamu sudah dewasa, pilih calon istri yang pintar masak, Ton. Seperti mamamu."

* * *

Mama sudah tiada, namun warisan kelezatan kuliner saat dulu kala akan tetap terpatri di hati. 

Bagaimana dengan Anda? 

Mudah-mudahan pengalaman saat kecil dulu indah adanya dengan kenikmatan masakan bunda yang tiada tara. 

"Masakan mama, kenangan indah saat kecil dulu."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun