"Maaf, Bu. Bisa kita bicarakan di dalam saja?" Saya berkata sambil tersenyum.
"Oh, bisa, bisa, Pak. Maaf. Silakan, Pak," Perempuan tua itu terbata-bata, mempersilahkan saya masuk.
Ruang tamu tidak ada furnitur apa-apa. Kosong. Hanya ambal dengan warna biru memudar yang menutupi lantai kayu.Â
Tidak ada kursi satu pun. Satu meja pun juga tidak ada.Â
"Begini, Bu," saya langsung membuka pembicaraan, "Ibu dan bapak ada dapat surat dari saya?"
"Surat apa, Pak?" tanya ibu itu heran.
"Surat yang menyatakan bahwa saya ingin bertemu bapak dan ibu pagi ini jam 9 di sekolah. Saya meminta tolong Joko," Saya menunjuk ke Joko yang ada di sebelah kiri saya, "untuk memberikan surat itu langsung ke orangtua Hadi. Ibu ibunya Hadi kan?"
"Iya, Pak, saya ibunya Hadi. Tapi kami tidak dapat surat itu."
"Kata Joko, dia berikan surat itu pada Hadi, karena waktu dia datang ke sini; bapak, ibu, dan kakak laki-laki Hadi sedang tidak ada di rumah."
"Siang hari ya, Ko?" tanya ibunya Hadi.
"Iya, Tante," jawab Joko singkat.