Biasanya, alasan-alasan yang diberikan selalu klasik.
"Tadi macet di jalan."
"Lembur di kantor."
"Anak-anak belum mandi."
"Ini. Istri lambat dandannya."
"Tadi suami sibuk dengan ikan-ikan hiasnya."
Dan masih banyak alasan lain.
Saya kebanyakan tidak mempedulikan apa pun alasan-alasan yang diutarakan, karena sudah terlalu umum, dan orang-orang tersebut sudah terlalu sering terlambat, bukan hanya satu-dua kali saja terlambatnya.
Mengenai hal "menunggu" ini, saya jadi teringat pengalaman saya di tahun 2000 dan 2001, waktu saya mengajar di salah satu kursus bahasa Inggris di Samarinda.
Karena saya ingat akan pesan ayah saya soal "menunggu" tadi, saya berusaha memberikan yang terbaik. Tentu saja, mengawali dengan baik adalah koentji untuk menjalani proses bekerja dengan baik sampai akhir kerja. Seperti halnya, dulu saya pernah membaca buku tentang legenda bulutangkis Indonesia, Rudy Hartono, peraih gelar juara All England, kejuaraan bulutangkis terkemuka di dunia, sebanyak delapan kali, dan masih belum terpecahkan sampai saat ini.
Di dalam buku "Rajawali Dengan Jurus Padi" yang menceritakan tentang sepak terjang beliau dari sejak kecil sampai pensiun dari bulutangkis, selain teknik dan latihan spartan, salah satu kunci sukses Rudy Hartono adalah tidak datang terlambat ke pertandingan. Kalau sering terlambat, niscaya pencapaian prestasinya tak akan bisa seperti itu.Â