Tiga Puluh Detik Sebelum Fajar
Oleh: Nikmatul Maula
Detik jam dinding berdetak pelan memecah sunyi. Tik. Tok. Tik. Tok. Mata Senja masih terpaku pada layar laptop yang menyala redup, satu-satunya sumber cahaya di kamar kosnya yang sempit. Pukul 04:29:30. Tiga puluh detik lagi menuju fajar.
Sudah lima hari dia tidak tidur. Lima hari yang terasa seperti lima abad. Lingkaran hitam di bawah matanya semakin pekat, sepekat kopi dingin yang setengah terminum di mejanya. Skripsi yang harus diselesaikannya masih menuntut perhatian. Deadline tinggal beberapa jam lagi.
Tik. Tok.
Senja mengerjapkan mata. Layar laptopnya mulai terasa kabur. Huruf-huruf seolah menari, mengejeknya. Dia ingat pesan ibunya kemarin: "Jangan terlalu memaksakan diri, Nak." Tapi bagaimana bisa dia berhenti sekarang? Tinggal sedikit lagi.
Tik. Tok.
Dua puluh detik menuju fajar.
Di luar jendelanya yang tertutup tirai tipis, burung-burung mulai bersahutan. Mereka selalu tahu kapan fajar akan datang, seolah memiliki jam biologis yang lebih akurat dari teknologi modern. Senja tersenyum getir. Bahkan burung-burung itu lebih teratur hidupnya dibanding dirinya saat ini.
Tik. Tok.
Sepuluh detik.