Mohon tunggu...
Halis Idris
Halis Idris Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Baik, Tepat, dan yang Direstui Tuhan?

17 Januari 2018   20:46 Diperbarui: 17 Januari 2018   21:04 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" ah.. Sudahlah bro... Kita lanjutkan saja." saya mengambil mic lalu kembali bernyanyi setelah memilih lagu pada buku daftar lagu-lagu yang di sediakan di tempat karoke itu. Begitupun dengan Randi yang sedari tadi mencoba menyampaikan infonya kepada saya yang menurutnya sangat saya butuhkan.  Namun tampak tak puas dengan tanggapan yang saya berikan. Malam makin larut,  kami pun putuskan untuk pulang ke kost dan beristirahat. 

Di kamar kost, saya melihat Randi telah pulas dengan tidurnya.  Sedang saya asik chat dengan DIana, dengan obrolan santai yang kadang menghadirkan tawa.  Lalu dia meminta diri untuk tidur karena sudah ngantuk.  Kamipun saling mengucapkan selamat tidur dan salam sebagai akhir dar ibobrolan kami.  Saya masih teringat-ingat akan sanjungan Diana ditengah obrolan tadi hingga saya tidak langsung tidur.  Dia sangat kagum dengan beberapa status di dinding Facebook saya.  Katanya, sangat menginspirasi dan memotivasi. Rasa kantukpun menghampiriku,  ingin tidur dan ingin tetap pada perasaan ini.  Perasaan yang lega dan bebas, seperti dunia telah berpihak padaku. Namun sebelum tidur, saya tidak lupa untuk melakukan kebiasaan saya selama ini.  Yakni menulis sebuah catatan di kolom status  Facebook. 

" tidak ada yang sempurna dalam hidup ini.  Begitupun dengan seorang anak manusia.  Itu mengapa seseorang yang hadir dalam hidup kita bukanlah pelengkap atas kekurangan kita ataupun ketidak bisaan kita.  Melainkan mereka hadir untuk berbagi dengan kita.  Maka terimalah kekurangannya dan berbahagilah sebayak-banyaknya dengan mereka. Karena dengan saling berbagi  kita takan pernah merasa kekurangan lagi.

#sebuahcinta. "

Pagi menjelang dan saya terbangun di awal pagi.  Sangat awal saya bangun, entah kenapa?  Tapi,  hal itu sangat baik untuk saya.  Pagi ini ada mata kuliah, mungkin itu sebabnya. Entahlah...?  Saya ragu akan hal itu, karena selama ini tidak semudah itu.  Selama ini,  meskipun ada kuliah pagi.  Tetap saja saya tidak pernah bangun sepagi ini.  Lalu saya teringat dengan Diana. Hari ini kami ada janji untuk bertemu. Ada sebuah rancangan kegiatan kampus yang ingin di bicarakan bersama teman-teman komunitas seni dan saya adalah salah satunya. Sore nanti, saya akan melihatnya kembali sebagai sebuah harapan. Setelah setahun yang lalu redup oleh karena dia putuskan untuk menjalin hubungan dengan seorang senior di kampus kami.  Tepatnya,  senior dia di Fakultas Seni. Andai saja waktu itu,  saya tidak memilih jurusan sastra inggris,  mungkinkah saya bisa menjalin kasih dengannya?  Pertanyaan yang tak pernah lekang oleh waktu di kepalaku.  Karena ada kemungkinan, jika waktu pertemuan saya dengan dia akan mengubah jalannya sebuah kisah di hidup ini.  Seperti saya akan langsung jatuh cinta dengannya saat pertama kami bertemu di pendaftaran masuk atau pada saat ujian masuk.  Dan yang pasti tidak akan saya tunda untuk mengatakan apa yang saya rasakan kepadanya. Lalu mungkin Diana akan menerima karena calon mahasisawa baru belum begitu mengenal mahasiswa senior.  Andai waktu itu ada dalam dada ini atau minat di hati ini adalah jurusan seni, apakah Diana akan menjadi kekasihku sekarang, menjadi milikku?

Sampai sore hari ini, tanya itu masih mengiang dikepalaku. Alhasil,  sepanjang perkuliahan tadi,  tidak ada sedikitpun materi yang menempel dikepalaku. Saya mencoba membuang segala tanya dan rasa sesal yang tak beralasan di dada ini.  Membuang jauh hingga senyum lebar Diana tampak jelas dimataku. 

" Hai Rifki. " Diana menyapaku. 

" Hai Diana. Oh iya,  sudah mulai."

" kurang tahu juga Rif,  saya baru saja sampai di sini."

" Oh begitu.. Ayo kita masuk! "

Kami memasuki ruangan yang telah di penuhi mahasiswa dari berbagai fakultas. Katanya mereka dan saya hadir dan ingin menghabiskan waktu serta tenaga hanya karena sebuah kecintaan terhadap seni. Tapi bagi saya sendiri,  keikut sertaan di organisasi seni ini. Lebih dari rasa suka maupun cinta terhadap seni.  Keikut sertaanku lebih kepada keberadaan seorang Diana.  Dia seperti magnet bagi gerak lakuku.  Semuanya bermuara padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun