Karena itu, bagi yang beriman (percaya), tentu harus mempercayai bahwa tiap-tiap musibah yang melanda seseorang hamba atau kaum, sesungguhnya terdapat hikmah atau pelajaran (ibroh) bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Dia juga yang telah mentakdirkan semua kejadian untuk hamba-Nya. Menurut Kurnia MH (Mina 2015) diantara hikmah dibalik musibah itu adalah; mendidik jiwa dan menyucikan dosa, mendapat kebahagian (pahala) di akherat, parameter kesabaran seorang hamba, memurnikan tauhid dan menguatkan hati, serta mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya.
Khususnya bangsa kita. Negara yang masyarakatnya majemuk; multi ras, multi karakter dan multi agama. Kondisi kehidupan beragama yang harmonis dan dinamis. Akhir-akhir ini diwarnai sebuah ujian keimanan yang mengusik kehidupan beragama itu sendiri. Pemahaman keagamaaan mengalami perkembangan yang mampu mengusik keimanan pemeluknya. Bahkan tundingan “kafir” tertuju kepada pemeluk agama yang berbeda pemahaman. Tidak hanya itu, perpedaan dukungan politik pun mengalami tundingan “kafir.”
Ironis memang. Perbedaan yang semestinya dapat memperkuat keimanan, justru memperlemah keimanan dan meruntuhkan keharmonisan kehidupan beragama sebangsa dan setanah air. Bahkan perbedaan pandangan, sudah sangat mengawatirkan dan mengancam kehidupan berbangsa dan beragama. Maka setiap orang beriman, haruslah memiliki sikap yang tawadhu dan tidak menyakiti orang lain. Ia selalu bersyukur dan memiliki sikap toleransi yang kuat dalam kebersamaan. Sehingga mampu memperkuat sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terlebih lagi, tujuan hidup berbangsa dan bernegara adalah untuk mencapai kedamaian dan ketentram. Dengan demikian, jaminan kesejahteraan hidup yang menjadi cita-cita kehidupan lebih mudah terwujudkan. Artinya, apapun agama dan aliran keagamaan dan cara mengimplementasikannya; tujuan tetap sama.
Begitu pula hakekat mempercayai bahwa “Tuhan itu Satu” sebagai tujuan hidup beragama. Apa pun yang kita lakukan, semua tetap kembali kepada Tuhan. Apa pun agama yang kita jalani, tetap tujuannya kepada Tuhan juga. Agama lahir karena kehendak Tuhan. Tuhan yang telah menetapkan semuanya. Karena DIA-lah yang berkuasa atas segalanya.
Islam itu Indah. Hindu itu cinta. Kristen itu kasih. Buddha itu damai. Konghucu itu harmonis, berpadu dalam bingkai Indonesia. Indahnya cinta kasih yang damai dan harmonis antar umat beragama, merupakan ciri unik keindonesian kita. Rahmat Itu adalah takdir yang sudah ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, kepada kita semua. Pada dasarnya Tuhan Itu Satu, DIA Maha Esa, DIA Maha Mengetahui dari apa-apa yang tidak kita ketahui. Atas ke-Maha Arifan-NYA-lah kita hidup bersama, bermasyarakat dan bernegara di bumi Indonesia tercinta.
Indonesia yang multi agama dan multi ras, sudah terbentuk sejak era kerajaan-kerajaan nusantara, merupakan warisan luhur yang harus dipelihara dan dikembangkan. Kerukunan hidup yang terbentuk dalam kasih dan damai penuh semangat kesatuan yang tinggi. Sebagai modal besar untuk membangun negara, menuju sebuah negara adil makmur gemah ripah lo jinawi, dalam sebuah negara yang swarna dwipa dalam tatanan masyarakat baldatun Thoyibatun warobbun Ghofur, Itulah Indonesia yang kita impikan bersama. Indahnya Indonesia karena keberagamaan, mari bergandengan tangan membangun Indonesia yang damai dan penuh kasih.
Tahun 2020 yang penuh dengan prasangka yang mengancam jalinan kebersamaan telah kita tinggalkan. Tahun 2021 akan kita masukin dengan semangat kebersamaan yang penuh kasih dan damai. Tidak ada lagi persinggungan rasis diantara kita. Pada hakekatnya kita adalah Satu. Sama-sama ciptaan Tuhan Yang Satu, dan mempunyai tujuan hidup sama dan satu yaitu Tuhan, dalam negara yang Satu yaitu Indonesia tercinta.
Tidak ada perayaan tahun baru. Pergantian tahun kali ini, kita jadikan ajang refleksi diri dan perenungan. Bahwa perubahan waktu pun menunjukan bahwa Tuhan Itu Satu, yang Maha Kuasa untuk mengatur perputaran benda-benda langit agar selalu tetap pada jalurnya masing-masing. Yang juga secara harmonis berjalan sesuai kendali-NYA mengatur kehidupan kita. Kenyataan inilah, bukti real yang tak terelakan bahwa Tuhan itu Satu, DIA tidak beranak dan tidak diperanakan, DIA tidak setara dengan apapun. Maka sekali lagi katakan, bahwa TUHAN ITU SATU, DIA TUNGGAL, DIA MENCIPTAKAN KITA, Tujuan Kita sama yaitu TUHAN. Tempat kita meminta dan mengadu. Dari TUHAN kita ada, dan dari TUHAN pula kita kembali.
Sang guru kita kita, Gus Dur perpesan, “perbedaan jangan kita samakan. Perbedaan harus kita harga ini. Karena kita (Indonesia) terbentuk dari perbedaan dan keberagaman.” Oleh karena itu, tujuan kita sama, maka lahirlah Indonesia yang harus kita jaga dan rawat. Keharusan mengedepankan “sikap toleransi” dan “saling menghargai” satu sama lain adalah keutamaan dalam menjalani hidup agar tercapai ketentraman dan kedamaian dimuka bumi. Berbeda itu rahmat. Berbeda itu Indah. Selamat tahun baru, selama tinggal intoleransi. Selamat Datang Toleransi. Selamat Datang Kebersamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H