Mohon tunggu...
Halimson Redis
Halimson Redis Mohon Tunggu... Guru - Guru di Jubilee School dan Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)

Belajar untuk di amnalkan, Berbagi Ilmu untuk mempererat silaturahmi dan memperpanjang umur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tuhan Itu Satu

7 Januari 2021   17:02 Diperbarui: 7 Januari 2021   17:05 2085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agama adalah jalan menuju Tuhan. Ibarat puncak sebuah gunung, maka untuk mencapainya banyak jalan menuju ke sana. Semua jalan itu, menurut pendakinya adalah jalan terbaik. Masing-masing pendaki teguh pada pendiriannya. Itulah sebuah kepercayaan.

Disinlah kita mendapatkan pelajaran berharga akan sebuah kepercayaan atau iman. Ketika kita bertemu dengan pendaki lain kita tidak pernah bersilat lidah (debat), mempermasalahkan, atau meributkan jalan yang paling baik (keimanan) menuju puncak. Tetapi, masing-masing kita tetap fokus pada tujuan yang sama yaitu puncak. Disinilah esensi ajaran toleransi; saling menghargai dan menyuport. Walaupun  jalannya berbeda, tapi tujuannya sama yaitu Puncak. Bahkan setiap pendaki sangat peduli; jika pendaki lain mendapat masalah. Puncak itu, menurut umat beragama adalah Tuhan.

Analogi Ini, membuktikan bahwa Tuhan itu Satu. Maka qul huwallahu ahad; katakanlah Tuhan itu Satu. Perintah ini, untuk mengikrarkn Tuhan Itu Satu sebagai pengakuan keimanan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ikrar keimanan tersebut, ditujukan untuk semua umat beragama, walaupun ayat diatas dijumpai pada ayat pertama surah Al-Ikhlas kitab Al-Qur’an; kitab kita umat Islam. Karena Agama Islam rahmatan lil alamiin. Rahmat bagi alam semesta, karena itu ditujukan pada semua umat beragama.

Keberadaan hakiki Tuhan itu Satu, oleh umat Buddha dikenal  “Sang Hyang Adi Buddha.” Umat Hindu Bali menyebutnya Acintya atau “Sang Hyang Widhi”, umat kristen  meyakini bahwa Tuhan (Allah) Yang Esa ada dalam konsep Trinitas atau tritunggal yaitu Bapak, Yesus, dan Roh Kudus. Sedangkan umat Konghucu menyebutnya “Thian Kong (Tian Gong), populernya mereka menyebutnya “Cheng Xin Huang Tian.” 

Lalu, Siapa Tuhan Yang Satu itu? Dialah tempat meminta segala sesuatu. Dia itu tidak beranak dan tidak diperanakan dan tidak ada baginya kesetaraan sesuatu apapun (QS Al-Ikhlas). Karena itu; Tuhan itu Satu. DIA menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadanya (QS 51 : 56). Sekalipun ada "golongan jin dari manusia" (QS 114 : 5); tetap harus beribadah dan patuh pada Tuhan yang satu tadi. Karena tujuan hakiki kita sama yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Begitu pula umat Buddha mengenal Tuhan Yang Maha Esa dengan mempercayai bahwa "Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak" (Sutta Pitaka, Udana VIII:3).

Umat Hindu pun demikian. Mereka mengenal dan mempercayai Tuhan Yang Maha Esa itu adalah “Janma Dhyasya Yatah” (asal dari semua yang ada), Sat cit ananda brahman (pengetahuan tak terbatas), Yo’saviditye purusa so’savaham (pemilik kekuatan pengatur alam semesta dan Dia yang tunggal), Maha dewanam asuratwam ekam (Maha Besar dari segala yang ada), dan Ekam eva adwityam tasmad asatah sajjayata (Ia Maha Esa, tidak ada duanya dari padanyalah semua makhluk tercipta). (Brahma sutra I 1.2.).

Umat Kristen juga meyakini bahwa Allah itu Esa (Ulangan 6:4), yaitu yang menjadikan mereka daging dan roh (Maleaki 2:15), Terhormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman (1 Timotius 1:17), Allah yang kekal, yang tak nampak, dan Esa (1 Tim 2:5). Karena Allah itu esa dan esa pula. Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus .

Kepercayaan umat Konghucu, beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dijumpai dalam kitab Yak King yang berarti “Maha besar Khian Khalik Yang Maha Sempurna; berlaksana benda bermula daripadanya; semuanya kepada Tian, Tian Yang Maha Esa” (Tgoan Thwan Sabda 1:1,4), “Wu Ji” artinya mutlak tak ada atau hampa sebagai situasi sebelum benda-benda terwujud. Kemudian, “Tai Ji” (Maha Ada mutlak besar) selanjutnya yang menciptakan Yin (tenaga jagat tak giat/perempuan) dan Yang (tenaga jagat giat/laki-laki) yang membentuk “Si Xiang” yang masing-masing mengandung dua unsur. Kemudian, diciptakan “Ba Gua” yaitu delapan rangkaian yang masing-masing mengandung tiga unsur Trigram, barulah tercipta alam semesta.

Dalam pemahaman tersebut, pada masing-masing agama terdapat benang merah yang sama yaitu Tuhan itu Satu. DIA-lah awal dari segalanya, DIA mutlak ada, dan DIA-lah menciptakan alam semesta berserta isinya. Karena DIA yang memiliki kekuasaan yang tidak ada sebanding atau setara bagainya. Pengakuan ini, mutlak bagi setiap orang beriman. Karena itu, setiap orang beriman dianjurkan untuk Taqwa (ta’at) kepada Allah SWT, Allah, Sang Hyang, atau Thian Kong, sebagai pengekspresian Tuhan Yang Maha Esa.

Perbedaan sebutan ini, menunjukan keberagaman agama. Kita harus meyakini bahwa semua itu kehendak Tuhan (Allah SWT). Namun, kita lebih cenderung memperdebatkannya. Bukankah kita seharusnya tidak pempermasalahkannya, sebagaimana dilakukan oleh para pendaki tadi. Karena apa pun agama kita (jalan pendakian) tujuan sama yaitu Puncak (Tuhan). Perdebatan yang tidak pernah selesai, bahkan pertikaian, pembunuhan, dan perang sekalipun, tetap tidak akan menyelesaikannya. Kompleksitas inilah melahirkan kaum atheis tidak mempercayai agama. Karena menurut mereka Agama itu seharusnya Satu, karena Tuhan itu Satu (Tuhan Yang Maha Esa).

Keberagaman agama itu Indah dan harus disikapi dengan arif dan bijaksana.. Karena itu. Kehidupan umat manusia menjadi beragam karena perbedaan dan menjadi ujian keimanan. Kita harus percaya bahwa keberagaman agama merupakan kehendak Tuhan. Karena Tuhan Maha Kuasa. Dengan kekuasaanNYA, DIA mampu melakukan semua itu. Tapi dengan kearifan-NYA, Tuhan tidak melakukan itu. DIA tidak menghendaki kita semua memeluk agama yang sama. Untuk itu, DIA memberi kebebasan bagi manusia untuk memilih jalannya. Untuk itu, Tuhan membekali manusia kemampuan berfikir untuk memilih sesuai dengan hati nurani dan pandangannya.

“Beruntunglah orang-orang yang berfikir” yang menggunakan akal dan hati nurani dalam pandangannya untuk menentukan pilihannya. Memilih agama itu bebas dan merupakan hak dasar setiap manusia. Karena beragama tidak bisa dipaksakan, “La ikraha fii diini” atau “tidak ada paksaan dalam beragama” (QS 2:256). Untuk itu setiap umat manusia diberikan pilihan sesuai hati nurani masing-masing. Secara hakiki, apa pun agama yang kita pilih pada dasarnya tujuannya sama yaitu Tuhan itu Satu, Tuhan Yang Maha Esa.

Keberagama, merupakan salah satu bukti otentik bahwa Tuhan itu Satu. Jika kita ingin menuliskan bukti otentik lainnya, maka tak akan sanggup kita menuliskannya. Seandainya, kita kumpulkan semua kertas yang ada di dunia beserta tintanya tidak akan cukup untuk menuliskan bukti otentik bahwa Tuhan itu Satu. Begitu banyak, bukti yang dekat dengan kita yang dapat kita lihat dan rasakan setiap hari. Kertas-kertas Itu pun, tak akan cukup untuk menampung tulisan yang menceritakan bukti Tuhan itu Satu. Kalau kita beriman secara kaffa, maka satu bukti cukup untuk memperkokoh keimanan kita masing-masing.

Pandemi Covid-19

Bukti kekininan, bahwa Tuhan itu Satu adalah keberadaan Pandemi Covid-19. Sudah satu tahun Pandemi Covid-19 mengantui kehidupan umat manusia di dunia ini. Dia tidak memandang negara besar, negara kecil, negara maju atau pun negara miskin; virus Corona gagah menekan kehidupan masyarakat di muka bumi. Bahakan merubah tatanan kebiasaan kehidupan umat manusia.

Hingga saat ini, secara global kasus terkonfirmasi positif sudah mencapa 87 juta dan di Indonesia mencapai 789 ribu kasus meninggal (per 6/1/21; Covid19.go.id), bahkan sudah memasuki pandemi varian kedua Covid-19 (VUI-202012/01: Variant Under Investigation). Tidak hanya itu, resesi ekonomi dunia tidak dapat dihindari, IMF memperidiksi capaian pertumbuhan ekonomi global mencapai -4.9%.

Wabah global pandemi virus Covid-19 (Corona), tidak saja mengancam jiwa manusia, tapi juga telah merontokan perekonomian global. Musibah ini sangat terasa pahitnya bagi perekonomian dunia, khususnya Indonesia. Fenomena ini, tentu sangat mengkhwatirkan, kita harus bersama-sama melawannya. Serangan wabah Covid-19 sudah mamasuki varian kedua, tentu tidak memandang dan memilih umat beragama.

Ada 4.200 jenis agama (Saudagarnews.id) di dunia. Kita bisa bayangkan, ketika setiap agama punya Tuhan masing-masing. Tentu Tuhan-Tuhan itu, tidak akan mau jika penganutnya terdampak persebaran Pandemi Covid-19. Maka Tuhan-tuhan itu, akan memproteksi pengikutnya dengan kekuatannya. Kemudian yang terjadi, adanya kekacauan dijagat raya. Bukan Perang Dunia, bukan pula perang bintang lagi, melainkan Perang Brata Yudha  edisi kedua yang melibatkan para dewa dalam cerita Mahabarata.

Karena Tuhan itu Satu dan tidak ada kesetaraan baginya. DIA Tunggal, DIA-lah Syang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa. DIA tentu tidak memilih umat agama. Semua umat beragama yang mempercayai Tuhan itu Satu, diberikan ujian yang sama pula dan amat berat. Kesamaan penderitaan yang dirasakan oleh semua umat beragama, dimana pun berada. Itulah DIA. DIA ada melalui benyak peristiwa. Karena DIA-lah Tuhan Yang Satu yang berkuasa atas alam semesta. Baginya tiada kesetaraan apa pun.

Penyebaran pandemi Covid-19 secara masif, tidak memandang si kaya atau si miskin. Ia menyerang dan menjangkit siapa pun tanpa diketahui siapa pun. Begitulah dia bekerja atas kehendak Tuhan Yang Satu. Semua orang dan semua negara disibukan untuk melawan keganasan virus tersebut. Bahkan Ia pun membatasi rutinitas kegiatan beragama setiap umat. Ini ujian berat bagi orang beriman.

Keberadaan virus Covid-19 merupakan ketentuan Allah SWT, harus kita imani. Wabah penularan yang sangat cepat, masif, dan menakutkan, tentu juga kehendak-Nya. Kerena DIA Maha Kuasa dan Maha Berkehdak, bagi-Nya cukup kun fayakun, maka jadilah. DIA juga Maha Mengetahui, dan Maha Arif lagi Maha Bijaksana.

Maka tidak sepantasnya kita melawan kehedak-Nya; dengan tidak mempedulikan bahaya penyebaran. Untuk kita harus menghindari kerumunan orang dan mengikuti pesan ibu; memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Dengan rutinitas, di era kenormalan baru kita dapat melawan keganasan Covid-19 secara bersama. Membatasi diri untuk berdiam atau menisolasi diri secara mandiri di rumah, merupakan upaya secara individu dan kolektif untuk menghentikan persebrannya.

Dengan berdiam dan berkumpul dengan keluarga di rumah, merupakan solusi arif yang dapat kita lakukan bersama untuk menghentikan penyebaran virus. Usaha ini, merupakan bentuk kepedulian kita sebagai warga masyarakat; dengan sabar menerima musibah ini. Setiap orang yang sabar, akan mendapat ampunan dari Tuhan. Karena itu, datangnya musibah tentu ada hikmah dan jalan yang dapat kita lakukan agar bisa dapat keluar dari musibah tersebut.

Semua negara yang didalamnya terdapat keberagaman umat, bersama-sama menghentikan pernyebaran Covid-19, demi kenyamanan dan ketentraman umat manusia. Bahu-membahu dan saling pengertian satu sama lain merupakan juga kehendak Tuhan untuk memperlihatkan kepada manusia-manusia yang beriman akan kasih sayang-Nya yang teramat besar bagi kehidupan manusia di muka bumi.

Musibah Covid-19, memberikan hikmah dan pembelajaran bagi kita semua akan kasih sayang Tuhan. Ketika kita disarankan untuk banyak bekerja dirumah, maka secara otomatis kita akan berkumpulkan dengan keluarga tercinta. Ternyata, Allah memaksakan manusia dengan ke-Maha Kuasaan-Nya untuk lebih mencintai keluaganya. Ini bentuk arrahman (Kasih) dan arrahimNya (sayang) Allah kepada umat manusia. Fenomena ini, menunjukan Tuhan itu ada (al-wujud) dan DIA Satu dan Tunggal (wahdaniyah) dan penuh kasih.

Kasih Sayang Tuhan

Sebagai orang beriman, tentu akan mempercayai keadaan ini sebagai musibah. Karena musibah merupakan bentuk kasih sayang Tuhan kepada hambanya, bukan karena Tuhan murka. Disinlah, Tuhan menguji besar keimanan seseorang kepada-Nya. Kepada yang mampu melewati ujian-Nya, maka dialah orang terpilih. Selanjutnya ditinggikan jerajat kemuliaannya, karena Ia tergolong orang-orang yang sabar lagi soleh.

Sebelum virus berpandemi; kebiasaan lembur hingga larut malam, telah mengabaikan fungsi rumah dalam kehidupan kita. Khususnya terjadi pada masyarakat modern diperkotaan. Kondisi ini, telah memaksa semua lapisan masyarakat yang terbiasa dengan gaya hidup perkotaan yang hedonisme, menjadi lebih mencintai keluarganya. Tuhan menunjukan besarnya Kasih Sayang-Nya pada kita semua.

Kehadiran Covid-19 secara masif juga telah memaksa “kehidupan malam” mulai ditanggalkan, demi menyelamatkan diri sendiri dan keluarga tentunya. Manusia kembali ke fitrahnya, untuk berkumpul dan saling mengeratkan diri dalam kasih sayang berkeluarga, secara harmonis. Ini semua adalah bentuk kasih sayang Tuhan yang amat besar bagi setiap umat beragama dan bukti nyata ditunjukan bahwa Tuhan itu Satu.

Ujian Keimanan

Keberadaan Tuhan Yang Satu dalam kasih sayang-NYA terwujud dalam berbagai peristiwa, merupakan bentuk ujian keimanan. Tentu ujian tersebut, ditunjukan untuk mengetahui sejauh mana kita mempercayai bahwa Tuhan itu Satu dan DIA sangat dekat dengan kita. DIA ada melalui berbagai peristiwa sepanjang waktu. Karena Dia  Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Arif lagi Bijaksana. Sebagai seorang beriman, datangnya suatu  musibah atau bencana yang menimpa bumi ataupun seseorang, melainkan sudah tercatat dalam Lauhul Mahfuszh (QS Al-Hadid:22), ini wujud rukan Iman ke 6, yaitu percaya kepada Ketentuan  Allah (Qadha dan Qadar).

Umat Kristen juga mempercayai bahwa takdir merupakan ketentuan Tuhan; “untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu”. (Kisah Para Rasul 4:28). Dalam hal ini, Hindu pengenal takdir sebagai Karma Phala dan umat Buddha menyebutnya Karma  sebagai buah apa yang mereka perbuat di muka bumi.. 

 Karena itu, bagi yang beriman (percaya), tentu harus mempercayai bahwa tiap-tiap musibah yang melanda seseorang hamba atau kaum, sesungguhnya terdapat hikmah atau pelajaran (ibroh) bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Dia juga yang telah mentakdirkan semua kejadian untuk hamba-Nya. Menurut Kurnia MH (Mina 2015) diantara hikmah dibalik musibah itu adalah; mendidik jiwa dan menyucikan dosa, mendapat kebahagian (pahala) di akherat, parameter kesabaran seorang hamba, memurnikan tauhid dan menguatkan hati, serta mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya.

Khususnya bangsa kita. Negara yang masyarakatnya majemuk; multi ras, multi karakter dan multi agama. Kondisi kehidupan beragama yang harmonis dan dinamis. Akhir-akhir ini diwarnai sebuah ujian keimanan yang mengusik kehidupan beragama itu sendiri. Pemahaman keagamaaan mengalami perkembangan yang mampu mengusik keimanan pemeluknya. Bahkan tundingan “kafir” tertuju kepada pemeluk agama yang berbeda pemahaman. Tidak hanya itu, perpedaan dukungan politik pun mengalami tundingan “kafir.”

Ironis memang. Perbedaan yang semestinya dapat memperkuat keimanan, justru memperlemah keimanan dan meruntuhkan keharmonisan kehidupan beragama sebangsa dan setanah air. Bahkan perbedaan pandangan, sudah sangat mengawatirkan dan mengancam kehidupan berbangsa dan beragama. Maka setiap orang beriman, haruslah memiliki sikap yang tawadhu dan tidak menyakiti orang lain. Ia selalu bersyukur dan memiliki sikap toleransi yang kuat dalam kebersamaan. Sehingga mampu memperkuat sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Terlebih lagi, tujuan hidup berbangsa dan bernegara adalah untuk mencapai kedamaian dan ketentram. Dengan demikian, jaminan kesejahteraan hidup yang menjadi cita-cita kehidupan lebih mudah terwujudkan. Artinya, apapun agama dan aliran keagamaan dan cara mengimplementasikannya; tujuan tetap sama.

Begitu pula hakekat mempercayai bahwa “Tuhan itu Satu” sebagai tujuan hidup beragama. Apa pun yang kita lakukan, semua tetap kembali kepada Tuhan. Apa pun agama yang kita jalani, tetap tujuannya kepada Tuhan juga. Agama lahir karena kehendak Tuhan. Tuhan yang telah menetapkan semuanya. Karena DIA-lah yang berkuasa atas segalanya.

Islam itu Indah. Hindu itu cinta. Kristen itu kasih. Buddha itu damai. Konghucu itu harmonis, berpadu dalam bingkai Indonesia. Indahnya cinta kasih yang damai dan harmonis antar umat beragama, merupakan ciri unik keindonesian kita. Rahmat Itu adalah takdir yang sudah ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, kepada kita semua. Pada dasarnya Tuhan Itu Satu, DIA Maha Esa, DIA Maha Mengetahui dari apa-apa yang tidak kita ketahui. Atas ke-Maha Arifan-NYA-lah kita hidup bersama, bermasyarakat dan bernegara di bumi Indonesia tercinta.

Indonesia yang multi agama dan multi ras, sudah terbentuk sejak era kerajaan-kerajaan nusantara, merupakan warisan luhur yang harus dipelihara dan dikembangkan. Kerukunan hidup yang terbentuk dalam kasih dan damai penuh semangat kesatuan yang tinggi. Sebagai modal besar untuk membangun negara, menuju sebuah negara adil makmur gemah ripah lo jinawi, dalam sebuah negara yang swarna dwipa dalam tatanan masyarakat baldatun Thoyibatun warobbun Ghofur,  Itulah Indonesia yang kita impikan bersama. Indahnya Indonesia karena keberagamaan, mari bergandengan tangan membangun Indonesia yang damai dan penuh kasih.

Tahun 2020 yang penuh dengan prasangka yang mengancam jalinan kebersamaan telah kita tinggalkan. Tahun 2021 akan kita masukin dengan semangat kebersamaan yang penuh kasih dan damai. Tidak ada lagi persinggungan rasis diantara kita. Pada hakekatnya kita adalah Satu. Sama-sama ciptaan Tuhan Yang Satu, dan mempunyai tujuan hidup sama dan satu yaitu Tuhan, dalam negara yang Satu yaitu Indonesia tercinta.

Tidak ada perayaan tahun baru. Pergantian tahun kali ini,  kita jadikan ajang refleksi diri dan perenungan. Bahwa perubahan waktu pun menunjukan bahwa Tuhan Itu Satu, yang Maha Kuasa untuk mengatur perputaran benda-benda langit agar selalu tetap pada jalurnya masing-masing. Yang juga secara harmonis berjalan sesuai kendali-NYA mengatur kehidupan kita. Kenyataan inilah, bukti real yang tak terelakan bahwa Tuhan itu Satu, DIA tidak beranak dan tidak diperanakan, DIA tidak setara dengan apapun. Maka sekali lagi katakan, bahwa TUHAN ITU SATU, DIA TUNGGAL, DIA MENCIPTAKAN KITA, Tujuan Kita sama yaitu TUHAN. Tempat kita meminta dan mengadu. Dari TUHAN kita ada, dan dari TUHAN pula kita kembali.

Sang guru kita kita, Gus Dur perpesan, “perbedaan jangan kita samakan. Perbedaan harus kita harga ini. Karena kita (Indonesia) terbentuk dari perbedaan dan keberagaman.” Oleh karena itu, tujuan kita sama, maka lahirlah Indonesia yang harus kita jaga dan rawat. Keharusan mengedepankan “sikap toleransi” dan “saling menghargai” satu sama lain adalah keutamaan dalam menjalani hidup agar tercapai ketentraman dan kedamaian dimuka bumi. Berbeda itu rahmat. Berbeda itu Indah. Selamat tahun baru, selama tinggal intoleransi. Selamat Datang Toleransi. Selamat Datang Kebersamaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun