Mohon tunggu...
Halimah Rose
Halimah Rose Mohon Tunggu... Guru - Hidup akan lebih indah jika bermanfaat untuk orang lain

Sejatinya adalah seorang ibu rumah tangga yang mencintai keluarganya. Pekerjaan lain hanyalah sampingan sebagai wadah untuk selalu berproses.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antarmateri Modul 2.3 Calon Guru Penggerak

8 Oktober 2022   17:41 Diperbarui: 8 Oktober 2022   18:10 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Koneksi Antarmateri Modul 2.1, Modul 2.2, dan Modul 2.3

Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

Tugas seorang pendidik adalah menyediakan lingkungan positif yang memungkinkan setiap peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing karena setiap anak itu unik. 

Keunikan mereka berasal dari keragaman yang melekat pada diri anak tersebut, seperti keragaman minat, keluarga, ekonomi,  bahasa, suku, gaya belajar, dan lain-lain. Jadi, karena setiap anak adalah unik, seorang pendidik perlu melakukan pembelajaran yang beragam sesuai kebutuhan masing-masing anak.

Untuk memenuhi keberagaman pembelajaran di kelas sesuai kebutuhan peserta didik, pendidik dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan  proses pembelajaran di kelas  untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. 

(Tomlinson: 1999: 14) Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal  yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Tomlinson  menyampaikan bahwa  pendidik dapat melihat kebutuhan belajar murid berdasarkan tiga aspek, yaitu  kesiapan belajar murid,  minat murid, dan profil belajar murid.

Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti seorang pendidik membuat rancangan pembelajaran sejumlah peserta didik. Namun, pembelajaran berdiferensiasi, pendidik perlu memetakan  peserta didik berdasarkan kebutuhan yang sama atau mirip. 

Pendidik dapat merancang pembelajaran, baik media, metode, strategi yang digunakan menganut pembelajaran berdiferensiasi konten, berdiferensiasi proses, dan berdiferensiasi produk. Hasil akhir dari pembelajaran berdiferensiasi ini pun menjadi bervariatif sesuai dengan kebutuhan belajar murid.  Murid pun merasa merdeka karena kebutuhannya terpenuhi.

Berdasarkan paparan di atas, pendidik yang  mau mengubah paradigma belajar yang merdeka seperti pemikiran Ki Hajar Dewantara  akan dapat melaksanakan pembelajaran yang berbeda dari biasanya.  Pembelajaran menjadi berpusat pada murid, kebutuhan murid terlayani dengan baik  melalui pembelajaran berdiferensiasi. Tentu hal ini  akan terbentuk disiplin positif pada murid dan akhirnya dapat menimbulkan budaya positif di sekolah.

Terkait  dengan pembelajaran berdiferensiasi dan tugas saya sebagai Calon Guru Penggerak, telah saya terapkan  di kelas pembelajaran saya. Selain itu, saya pun telah mengimbaskannya kepada teman sejawat tentang pembelajaran berdiferensiasi.  Saya dan rekan sejawat  telah  mencoba melakukan pembelajaran berdiferensiasi dengan diferensiasi pada konten, proses, dan produk.

Pembelajaran berdiferensiasi konten, seperti guru telah memberikan materi  dalam berbagai bentuk sesuai dengan gaya belajar murid. Diferensiasi konten berupa materi dalam bentuk tulisan, pesan suara, video, dan infografis. Untuk diferensiasi proses pun telah dilakukan, seperti menggunakan pembelajaran kooperatif dengan Teknik jigsaw. 

Ada saatnya murid mengerjakannya secara individu, ada saatnya murid mengerjakannya secara berkelompok. Untuk diferensiasi produk pun, murid dapat mengumpulkan tugas sesuai dengan minat dan gaya belajar mereka masing-masing. Ada yang mengumpulkan tugas berbentuk tulisan, infografis, pesan suara, maupun video, serta gambar menggunakan aplikasi seperti canva, dan lain-lain.

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE)

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan  kemampuan untuk mengelola kemampuan sosial emosional untuk mencapai pembelajaran dan tercipta lingkungan yang positif dalam Hubungan antara guru dan murid. Setiap orang perlu mempelejari kemampuan sosial emosional dalam berinteraksi dengan orang lain. Terlebih lagi seorang guru. 

Seorang guru perlu mempelajari kemampuan sosial emosional ini karena setiap hari selalu berhubungan dengan murid-murid yang usianya memang masih memerlukan pembimbingan dari orang dewasa.

Jika melihat filosofi KHD yang menganut pemikiran bahwa pembelajaran harus berpusat pada murid, tentu saja, guru sebagai seorang  profesional dalam bidang pedagogik, perlu menerapkan pembelajaran sosial emosional ini setiap kali melakukan pembelajaran dan berhadapan dengan murid. 

Seorang murid yang dikirimkan oleh orang tuanya untuk menuntut ilmu di sekolah adalah murid yang  membutuhkan seorang pendidik untuk mampu menuntunnya untuk menemukan minat dan bakatnya sesuai kodrat alam dan kodrat zaman murid tersebut.

Oleh karena itu, murid sangat membutuhkan seorang guru atau pendidik yang mampu mengajar dengan kondisi emosi yang stabil, terkontrol, dan memainkan  peran dan tanggung jawab penuh sebagai seorang pendidik dan pengajar. Seorang pendidik atau pengajar atau guru perlu memiliki kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

Adapun Langkah-langkah untuk memperkuat pembelajaran sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah  ini dapat dilakukan dengan cara memodelkan (menjadi teladan), belajar, dan berkolaborasi. Untuk memodelkan, dapat dilakukan dengan menunjukkan kepedulian, menciptakan budaya mengapresiasi, dan menerapkan kompetensi sosial emosional dalam peran dan tugas. 

Untuk belajar sosial emosional ini dapat dilakukan dengan berkolaborasi di tempat kerja dan membiasakan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional pribadi. Untuk berkolaborasi, dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan bersama, membuat komunitas belajar professional, dan  mengintegrasikan kompetensi sosial emosional dalam pelaksanaan rapat guru.

Berdasarkan penjelasan tersebut, seorang guru adalah  manusia biasa yang mungkin memiliki kealpaan, seperti banyaknya aktivitas atau Amanah yang perlu diembannya. Mungkin tanggung jawab tersebut tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga di lingkungan masyarakat. 

Tentu aktivitas yang banyak ini jangan sampai memengaruhi sikap dan emosi  guru yang dapat memengaruhi situasi kelas sehingga akhirnya dapat menimbulkan konflik di kelas. Diperlukan bagi guru, pendidik, dan pengajar untuk dapat menerapkan pembelajaran sosial emosional sebagai seorang professional.

Murid-murid di sekolah kami berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, baik latar belakang budaya, letak geografis, ekonomi keluarga, maupun latar belakang pendidikan orang tua. Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, baik di kelas maupun di sekolah, Bapak/Ibu guru telah menerapkan pembelajaran sosial emosional secara bertahap. 

Guru perlu memiliki kesadaran diri, manajemen diri, keterampilan berelasi, dan mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

Coaching untuk Supervisi Akademik

Coaching adalah sebuah proses untuk membangun kemitraan dengan klien, dalam suatu percakapan yang  kreatif dan memicu pemikiran, untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional klien. Adapun coaching dalam konteks pendidikan menjadi salah satu proses yang dapat menuntun belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya.  

Dalam hal ini guru berperan sebagai pamong yang memberikan tuntunan dengan  mengajukan pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar dapat menemukan kekuatan kodrat murid-muridnya.

Keterampilan yang diperlukan  seorang coach, di antaranya komunikasi, bertanya, mendengar, dan umpan balik. Dalam coaching dikenal dengan istilah sistem among. Sistem among ini antara coach dan coachee adalah mitra belajar, emansipatif, kasih dan persaudaraan, dan ruang perjumpaan pribadi. 

Untuk coach dan coachee adalah mitra belajar terjadi relasi yang apresiatif. Ketika mendengarkan coachee, seorang coach belajar mengenali kekuatan dirinya juga mengenal coachee secara mendalam. 

Untuk emansipatif, proses coaching membuka ruang emansipatif bagi coach dan coachee untuk merefleksikan kebebasan  dan menemukan kekuatan dan potensi diri pada coachee. 

Untuk kasih dan persaudaraan, proses coaching ini menguatkan semangat Tut Wuri Handayani. Antara coach dan coachee memiliki kebebasan untuk mendapatkan cinta dalam interaksi yang terjadi. Untuk ruang perjumpaan pribadi, proses coaching ini  membangun rasa percaya diri pada masing-masing, yaitu coach dan coachee.

Adapun paradigma berpikir coaching, yaitu fokus pada coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu lebih banyak, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan membantu coachee untuk melihat peluang yan baru. Lalu, ada prinsip-prinsip coaching, yaitu kemitraan, percakapan kreatif, dan memaksimalkan potensi.

Coaching dapat dilakukan dengan  model TIRTA, yaitu 1) Tujuan, 2) Identifikasi, 3) Rencana aksi, dan 4) Tanggung jawab.  Ketika coaching dilakukan, coach dan coachee perlu memiliki kompetensi coaching, yaitu  hadir secara utuh bagi coachee, mendengarkan aktif, dan melontarkan pertanyaan berbobot.

Dalam praktik coaching ini, peran saya sebagai coach di sekolah adalah sebagai guru yang melakukan supervisi akademik kepada rekan sejawat yang lainnya karena peran saya sebagai staf wakil kurikulum. Saya telah melakukan supervise akademik dengan terlebih dahulu melakukan praobservasi, lalu observasi kelas, dan diakhiri dengan kegiatan pascaobservasi kelas. 

Dalam kegiatan pascaobservasi kelas inilah saya melakukan coaching kepada rekan sejawat sebagai coachee. Kami mendiskusikan tentang hal yang terjadi di kelas pembelajaran dan coachee mampu menemukan peluang dan menumbuhkan kodrat murid-muridnya dengan baik.

Kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional, guru sebagai coachee  perlu menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosioanal di kelas untuk menuntun murid menuju kodratnya masing-masing. Selain itu, agar pembelajaran di kelas berpihak kepada murid karena murid belajar sesuai dengan kebutuhannya.

Oleh karena itu, keterampilan coaching ini keterkaitannya dengan kompetensi pembelajaran adalah sangat besar dan berpengaruh. Pemimpin yang melakukan supervisi akademik akan dapat melihat  pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru apakah telah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional atau tidak di kelasnya. 

Hal ini berguna untuk menumbuhkan karakter pelajar Pancasila bagi murid-murid, yaitu  karakter beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, berkebhinekaan global,  mandiri, kreatif, dan bernalar krits.

Refleksi Modul 2.3

Melalui pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial dan emosional, serta coaching, pengembangan kodrat murid dapat dilakukan dengan optimal sehingga kebutuhan belajar murid terpenuhi. Murid akan tumbuh menjadi anak yang cerdas, berkarakter sesuai profil pelajar Pancasila.

Tujuan akhir dari pembelajaran berdiferensiasi, sosial emosional, coaching ini adalah  murid siap menjalani kehidupan dengan mandiri sehingga menjadi pribadi selamat dan bahagia.

ADE SUMIATI

SMP NEGERI 155

PENGAJAR PRAKTIK        : SAPTINI PUDJI ASTUTI

FASILITATOR                      : MEZRA E. PELLONDOU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun