Berdebar. Napas memburu. Detak jantung terasa lebih cepat dari biasanya. Sama sekali aku tak berminat membuka pesan yang lain. Perhatianku tertuju pada pesan dari dokter saja.
Kutunggu hampir 5 menit belum juga ada balasan hasil swab kami. puluhan kali istighfar meluncur dari bibirku, belum juga mampu meredakan kecemasanku. Kuletakkan gawai di sampingku dan kututup aplikasi whatsapp.Â
Beberapa menit kemudian, gawaiku bergetar beberapa kali. Tak bisa menunggu lama, langsung kubuka pesan dari dokter. Ternyata, dia kirimkan file .pdf berisi hasil swab kami. Ada 4 file yang dikirimkan: hasil swabku dan ketiga anakku.
Langsung aku buka file yang dikirimkan. File atas namaku yang kubuka pertama kali. Sebelum kulanjutkan, kutarik napas panjang dan kuhempaskan jauh.
Bismillah, kubaca hati-hati hasilnya. Dan...
Ya Allah, aku tak bisa mencegah butiran bening itu tumpah lagi  untuk kesekian kalinya. Biarlah. Agar hatiku merasa  lebih lega. Karena dengan menangis, aku merasa mendapatkan kekuatan untuk memikirkan langkah apa yang harus aku lakukan selanjutnya.
"Terima kasih, Allah. Kau menegur segala kesalahan dan kekhilafanku melalui penyakit ini. Bantu aku melewati hari-hari sulit di depan sana. Bantu aku sesuai janji-Mu. Kau tak akan memberikan ujian dan cobaan ini  jika Kautahu aku tak mampu menghadapinya, " doaku jauh di dasar hatiku.
Malam ini kuatur tempat untuk anak-anak tidur. Mereka tak boleh tidur  bersama. Abang  mulai malam ini tak lagi tidur dengan Argan. Abang tidur sendiri di kamarnya. Aku tidur di depan. Si Kakak dan Argan tidur di kamar kakak karena hasil swab mereka berdua negatif.
Malam itu, kembali mataku sulit untuk  terpejam. Walau aku tahu hal ini akan menurunkan imunku dan tidak baik untuk kesehatan, dalam praktiknya sulit sekali untuk tidak memikirkan penyakit ini.  Hingga akhirnya  aku bisa  pulas sejenak.
Tiba-tiba aku terbangun di tengah malam dengan napas memburu. Bajuku basah oleh keringat. Sedikit menggigil. Pelan kusandarkan tubuhkku di tembok. Napasku  masih tersengal. Ya Allah, apakah malam ini adalah akhir dari hidupku? Tak ada siapa-siapa di sini. Hanya ada aku dan anak-anak. Padahal, aku ingin ditemani Abi. Aku ingin minta maaf dulu kepadanya, kepada Baba dan Nenek. Aku tak ingin dimakamkan jauh dan tak diantar. Tangisku pecah dalam keheningan. Astagfirullah.
Aku takut ya, Allah. Hanya nama-Mu yang ingin kusebut  menjelang kepergianku, ya Allah.