* Â Â * Â Â * Â Â
Selasa, 22 Desember 2020
Hari ini adalah hari pertama Abi di Wisma Atlet. Hari ini juga adalah hari pertama kami mengisolasi diri di rumah sejak bangun tidur. Alhamdulillah, hari Minggu kemarin kusempatkan berbelanja kebutuhan  makan dan minum. Jadi, untuk 3 hari ke depan masih ada stok makanan di kulkas untuk kami konsumsi. Alhamdulillah lagi, setidaknya  memiliki rumah dekat dengan orang tua itu membuat hati lebih tenang. Mama yang mengirimkan makanan untukku dan anak-anak selama masa isolasi. Aku bisa dengan mudah  meminta tolong pada adik-adik untuk belikan beberapa kebutuhan kami karena kami tak bisa keluar rumah.
Kuajak anak-anak berbicara tentang penyakit ini. Kuminta pada mereka untuk memahami bahwa mereka tidak boleh bertemu dengan orang tanpa memakai masker walaupun berada di dalam rumah. Kuyakinkan pada mereka agar bisa bermain bersama tanpa keributan. Bersyukur, mereka memahami apa yang kuminta.
Kuamati ketiga anakku, tak ada satu pun dari mereka yang menunjukkkan gejala tertular Covid dari Abi. Mereka terlihat sehat dan riang. Sedangkan aku? Aku meyakini diriku sudah terpapar virus ini sejak Kamis malam pekan lalu.
Aku mengalami sedikit demam, sakit kepala, hidung berair, tenggorokan kering, dan seluruh tubuhku terasa lemas hingga hari ini. Hanya satu hal yang ingin kulakukan, yaitu tidur-tiduran saja di Kasur karena seluruh tubuhku terasa  pegal. Apalagi, ketika aku coba menghirup aroma minyak kayu putih, bawang putih, dan minyak wangi yang  tak lagi terasa, hatiku makin yakin.
"Ampuni aku, Allah. Maafkan kesalahan-kesalahanku. Aku tahu,  Kauberikan penyakit ini kepadaku dan keluargaku karena Kauingin aku bisa beribadah dengan baik lagi. Kauingin Hanya kepada-Mu aku berharap segala hidup dan matiku. Kauingin  hanya ada Kau yang menyelimuti pikiranku saat ini. Allah, bukankah penyakit yang Kauberikan ini bisa menggugurkan dosa-dosaku jika aku ikhlas? Aku ikhlas, ya Allah, " desirku ketika menyapa-Nya saat Dhuha.
"Allah, aku mohon. Jika mungkin, ada ibadah dan amal rahasiaku dengan-Mu, ada  kebaikan yang pernah kulakukan,  dan  sedekah yang pernah kuberikan hanya karena-Mu, ini  bisa meringankan gejala penyakit yang  keluarga kami derita, bantu dan tolonglah kami, ya Allah. Ringankan gejala yang kami rasa. Selamatkan keluarga kami dari penyakit mengerikan ini,  ya Allah. Izinkan kami bisa menghirup sehat setelah kami melewati ujian ini, ya Allah, "tangisku pecah tak tertahan. Â
Aku berusaha tetap riang di hadapan anak-anak. Namun, meskipun  aku berusaha menenangkan hati, aku tetaplah manusia yang memiliki rasa takut. Kecemasan mendera. Aku tahu, aku tak boleh larut dalam kecemasan. Karena ternyata, semakin aku cemas, semakin aku merasa kepalaku seperti tercengkeram. Aku  merasakan detak jantungku lebih cepat. Aku makin merasa lemah. Padahal, aku harus kuat bersama anak-anak di rumah.
Akhirnya, pelan-pelan kucoba membuang semua rasa  ketakutan, kecemasan, dan kekhawatiran. Ada anak-anak yang harus kuperhatikan. Aku harus memiliki imun yang baik untuk membantu memulihkan kesehatanku dengan cepat.  Setiap pagi kuajak anak-anak untuk senam bersama. Berjemur di teras atas. Meminta anak-anak menyiram tanaman. Kami pun tetap beribadah  bersama dengan salat berjamaah, mengaji pada waktu Magrib, dan membaca Almatsurat bersama.
Selama menjalani isolasi di rumah, banyak hal yang terjadi selalu saja membuatku terharu. Selalu saja ada butiran bening membahasahi pipiku karena indahnya Dia mengatur alur kehidupanku.