Mohon tunggu...
Halimah Rose
Halimah Rose Mohon Tunggu... Guru - Hidup akan lebih indah jika bermanfaat untuk orang lain

Sejatinya adalah seorang ibu rumah tangga yang mencintai keluarganya. Pekerjaan lain hanyalah sampingan sebagai wadah untuk selalu berproses.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Positif? (Bukan) Akhir Segalanya

1 Januari 2021   18:22 Diperbarui: 1 Januari 2021   18:32 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Rabu pagi setelah kembali dari Puskesmas Pancoran, Abi langsung menjalani isolasi mandiri di lantai 2 rumah kami dan statusnya mulai hari ini adalah PDP sampai nanti keluar hasil tes swab. Kuingat-ingat kembali gejala yang Abi alami sebelum datang berita untuk swab. Minggu sore kemarin Abi memang mengatakan kepadaku bahwa dia sakit kepala, badannya terasa meriang, dan seluruh tubuhnya terasa pegal. Abi sempat memintaku memijiti bagian-bagian tubuhnya yang terasa pegal. Selain itu, Abi pun mengeluh bahwa dia  pilek, tenggorokannya sedikit gatal,  dan lambung agak terasa kurang enak sehingga dia terkena sedikit diare.

"Ahhh, mosok iya positif?"  Elakku dalam hati.

Sorenya ketika aku mengantarkan makanan untuknya dan kuletakkan di ujung tangga,  kutanyakan apakah dia masih bisa mencium bau. Kuberikan minyak wangi dan bawang putih, tapi dia ragu-ragu menjawabnya. Akhirnya, Abi meyakinkanku  bahwa dia tidak bisa mencium bau apa pun.

Deg! Ini kan salah satu ciri khas positif Covid-19. Astagfirullah.

Walau ketakutan menderaku, aku masih terus meminta kepada-Nya agar hasil swab Abi  negatif. Namun, aku juga memikirkan seandainya hasil swab Abi positif, berarti di antara aku dan anak-anak pasti ada yang positif. Ahhh...aku mulai merasa lelah memikirkan hal ini. Berusaha kutepis jauh-jauh pikiran ini.

Selama Abi isolasi mandiri di atas,  setiap waktunya sarapan pagi, makan siang, dan malam kubawakan makanan dan kuletakkan di ujung tangga.  Hanya saja, aku merasa bahwa isolasi ini belum sepenuhnya terpisah karena dua anakku masih naik ke kamar mereka masing-masing untuk mengambil baju di lemari kamarnya. Abi pun masih turun ke lantai 1 untuk membantuku mengeluarkan motor saat aku harus berangkat ke sekolah.

Kamis pagi, 17 Desember aku pergi ke sekolah untuk mencetak rapor karena rencananya Senin pekan depan akan dibagikan secara luring. Pagi  hari itu aku ke sekolah dan aku merasa baik-baik saja hingga pekerjaanku selesai. Sepulang dari sekolah, pakaian yang kukenakan tadi langsung kutaruh di keranjang baju kotor dan aku mandi. Namun, dua  jam  sepulang dari sekolah aku mulai merasa badanku sedikit tak karuan. Apalagi saat berwudhu untuk salat Magrib. Tubuhku agak menggigil walau terkena air wudhu yang sedikit itu.

Malam itu, kepalaku terasa sakit sekali. Tetiba hidungku pun terasa tak enak. Meler. Tenggorokan terasa gatal dan suhu tubuhku menghangat. Aku tak berani berspekulasi bahwa aku juga terkena Covid. Kuabaikan lintasan pikiran itu dan istirahat dengan cepat.

*    *    *   

Senin, 21 Desember 2020

Sudah berlembar-lembar tisu habis untuk menyeka butir bening yang selalu mendesak keluar dari mataku. Pun aku tak bisa memejamkan mata sedikit pun semalaman.  Sia-sia kunyalakan murattal dan musik pengantar tidur.  Berbagai stigma tentang penyakit menakutkan ini berhasil menguras pikiranku semalaman. Hingga aku bangun dengan sakit kepala mendera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun