Mohon tunggu...
.terang
.terang Mohon Tunggu... Lainnya - All you can read

Ketika kata jatuh ke mata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bersujud pada Tahi Ayam

22 Oktober 2023   21:06 Diperbarui: 22 Oktober 2023   21:16 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertemu Pak Lurah sulitnya bukan main, cukup lama Jamal mengantre, padahal ia datang lebih awal dari yang lain. Sementara mereka yang bermobil dan berpakaian mewah dengan mudahnya keluar-masuk pintu yang bertuliskan 'Kepala Kelurahan'. Belum sempat terbang tinggi, seketika Jamal jatuh pada lembah kesadaran yang mengingatkan pada status sosialnya, ia hanya orang berpakaian lusuh dan masih menggunakan kaki untuk sampai ke kelurahan.

Giliran Jamal tiba, bibirnya sampai kering, petugas jutek yang memanggil namanya mengarahkan ke ruangan Pak Lurah tanpa pelayanan prima. Meski tidak dipersilakan duduk, Jamal tetap melakukannya, ia tahu kursi yang tengah dipantatinya merupakan properti rakyat. Seperti air yang mengalir dari mulut keran, ia sampaikan semua yang menjadi keluhannya kepada pelayan rakyat tersebut.

"Sebelum mendapat izin, proyek reklamasi itu sudah mendapat persetujuan lewat proses musyawarah," ucap Pak Lurah yang kupingnya panas tersiram ocehan Jamal.

"Kenapa kami tidak dilibatkan pak?" tanya Jamal.

"Kenapa kalian tidak datang?"

"Bagaimana mau datang kalau tidak ada pemberitahuan?"

"Undangannya sudah kami sebar via What's App ke beberapa ketua RW, saya juga minta agar diteruskan ke RT, lalu RT meneruskannya lagi ke masyarakat yang bersangkutan."

Ke hadapan Pak Lurah, Jamal menunjukkan handphone yang kemampuan tercanggihnya sebagai pelita ketika melaut di malam hari. Dengan enteng Pak Lurah menyarankan ia menabung, agar bisa membeli android sehingga tidak ketinggalan informasi, sebab di Era 4.0 segala pesan penting dan tidak penting berkeliaran bebas di dunia maya.

Jamal meninggalkan Pak Lurah yang sedang menarik dalam-dalam puntungan terakhir rokok, kemudian Pak Lurah menghembuskan napas sejauh-jauhnya, membuat asap rokok mengejar Jamal yang baru saja keluar ruangannya. Selain tumpukan berkas, di meja kerja Pak Lurah ada cangkir yang menyisakan kopi dan piring kecil yang menyisakan kue dengan bekas gigitan, bukan jatah Pak Lurah, melainkan jamuan untuk tamu-tamu terpandang yang belum sempat terbereskan. Itu juga yang membuat Jamal kecewa selain aduannya yang tidak diindahkan. Ia memang tidak berharap diberikan minuman dan kue, namun ia merasa diperlakukan sangat berbeda di negara yang katanya begitu menjunjung tinggi perbedaan. Pada akhirnya Jamal sadar, sebaik-baik tempat mengadu bukanlah sesama makhluk, melainkan Ia yang di 'Arsy.

***

Usai menggembok pintu depan yang pada sisi atasnya tertempel sticker bertuliskan 'Assalamualaikum', Jamal beserta istri dan kedua anaknya meninggalkan rumah, tapi tidak untuk selamanya. Beberapa hari yang lalu Jamal menerima sms dari sepupunya yang ada di Timur Laut, ia diundang menghadiri arisan sekaligus dimintai pertolongan untuk menjadi seksi sibuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun