Mohon tunggu...
.terang
.terang Mohon Tunggu... Lainnya - All you can read

Ketika kata jatuh ke mata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bersujud pada Tahi Ayam

22 Oktober 2023   21:06 Diperbarui: 22 Oktober 2023   21:16 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanda kedua merupakan momok yang Jamal trauma, karena memengaruhi penghidupannya sebagai nelayan. Kalau bukan karena nametag yang dikenakan, ia tidak akan tahu kalau yang baru saja pergi merupakan utusan dari kelurahan, sebab mereka tidak mengenakan seragam coklat busuk. Kecurigaan bertahta di pikiran Jamal, ia mulai menerka-nerka, akankah tragedi itu terulang kembali?

***

            Berdasarkan laporan BUCIN (Badan Urusan Cuaca dan Iklim Nasional), angin kencang sudah mudik, nelayan diperbolehkan melaut kembali. Pagi ini langit membiru, Jamal hendak menyebrangi jalan aspal yang berada di pinggir laut, dekat dengan sandaran sampannya, Beberapa kendaraan yang sering digunakan untuk proyek pembangunan tengah melintas, debu yang dilalui kendaraan tersebut merasuki mata Jamal dan membuatnya terbatuk.

            Seharian Jamal melaut, tapi perasaannya tidak secerah langit hari ini, ia begitu bukan karena takut ditabrak ikan besi raksasa, menangkap ikan disekitar lintasan kapal-kapal asing sudah biasa baginya, hanya saja ia tidak bisa berbohong pada firasat yang mengatakan kalau sesuatu akan terjadi, ia menenangkan diri dengan berdzikir.

Jamal merupakan nelayan yang patuh pada ketetapan perbatasan negaranya dengan negara tetangga, ia tidak mau berurusan dengan angkatan laut dari negara lain, karena ia memiliki doa (bukan mantra) agar sekawanan ikan dari negeri tetangga bisa memasuki perairan negaranya, meski tanpa passport. Jamal juga tidak punya GPS, menyentuhnya saja belum pernah, namun di jiwa dan raganya tertanam GPS bawaan yang diwariskan almarhum ayahnya sejak kecil. Ayahnya banyak mengajarkan ilmu kelautan dan perikanan yang tidak diajarkan di bangku kuliah, seperti membaca kondisi laut yang banyak ikannya.

Dari nelayan karbitan, dikatakan begitu karena mereka perantau dari dataran tinggi yang basic-nya bukan nelayan, mereka melaut sekadar untuk menyalurkan hobi di akhir pekan, Jamal mendengar bahwa sudah ada aplikasi di android yang dapat mendeteksi keberadaan ikan di laut, mereka sangat berbeda dengannya yang punya ikatan emosional dengan biota laut.

Seperti biasa, sehabis melaut Jamal menyempatkan singgah ke area mangrove yang masih tersisa di seputaran tempat tinggalnya. Ia sangat bersyukur karena kepiting masih berkenan mampir ke bubu yang ia taruh tadi pagi sebelum bergerak ke tengah birunya bumi, kepiting di dalam bubu tampak hyper active dari biasanya, sepertinya mereka memberikan sinyal.

            Saat memindahkan bubu dari kolong bakau ke sampan, Jamal disentakkan oleh suara aneh, bukannya kabur, rasa penasaran malah merayunya untuk mendekat. Lengan yang mengeras dengan ornamen urat-urat yang muncul ke permukaan kulit merupakan bukti kalau ia memiliki jam terbang tinggi dalam mendayung sampan, lewat kepiawaiannya itu ia susuri alur air payau di sela-sela mangrove dalam sekejap. Sampannya terhenti, dikarenakan air laut yang tadinya surut belum sepenuhnya pasang. Ia beranjak dari sampan, tanpa sengaja kakinya kanannya mendarat pada botol air mineral kemasan bermerk Akuo, sedang kaki kirinya pada plastik kacang kulit bermerek Duo Kancil, kedua benda tersebut semakin terkubur ke dalam lumpur saat ia berdiri.

            Dari posisi berdirinya, Jamal menyaksikan banyak mayat yang tergeletak, tokoh air payau yang berperan sebagai penyerap karbon terbaik tersebut sudah tidak bernyawa lagi di hadapan rekan-rekannya yang harap-harap cemas. Layaknya antrean dalam eksekusi mati masal, setelah beberapa pohon bakau tumbang, disusul lagi oleh yang lainnya. Mata Jamal semakin terbelalak, lalu berlari di atas medan yang berlumpur, tidak terhitung sudah berapa banyak sampah plastik dibenamkan kakinya, ia hampiri sesuatu dibalik tabir hijau yang sedang dalam sakaratul maut tersebut.

            Keberadaan eskavator yang sedang merobohkan pohon-pohon bakau dan truk-truk yang sedang memuntahkan tanah dari baknya sangat mengejutkan Jamal, spontan ia berucap "Astaghfirullahaladzim!"

            Jamal menghadang salah satu eskavator yang tengah beroperasi, melihat aksi nekatnya, beberapa pekerja proyek reklamasi menghampiri jamal, disusul lagi oleh para pekerja lainnya, hingga membuat para pekerja yang sedang bekerja dan eskavator yang sedang dioperasikan berhenti seketika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun