Mohon tunggu...
.terang
.terang Mohon Tunggu... Lainnya - All you can read

Ketika kata jatuh ke mata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bersujud pada Tahi Ayam

22 Oktober 2023   21:06 Diperbarui: 22 Oktober 2023   21:16 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Mau kalian apakan hutan ini?" tanya Jamal dengan geram bercampur iba di hadapan para pekerja yang mengelilinginya.

            Melihat kegaduhan, seseorang di luar kerumunan datang menghampiri, para pekerja memberikan jalan untuknya, dari pakaiannya yang tampak beda dengan pekerja lainnya sudah jelas kalau dia merupakan pimpinan proyek, "Ada apa pak?" tanyanya ke Jamal.

            "Ini tempat saya mencari nafkah, kenapa ditebang dan ditimbun?"

            "Kalau masalah mencari nafkah, saya dan mereka juga mencari nafkah di sini, lagi pula laut kan masih luas, bapak masih bisa menangkap ikan dengan leluasa di sana," ucap pemimpin proyek sambil menunjuk ke arah laut yang kelihatan dari ruang terbuka yang sudah tidak hijau lagi.

            "Ini kan hutan lindung!"

Mendengar pertanyaan Jamal, pemimpin proyek tidak menjawab dengan lisan, ia keluarkan sesuatu dari dalam sling bag-nya, berupa kertas yang dilapisi plastik, ia sodorkan ke arah Jamal, ia dapat membaca dengan jelas kalau disitu tertera izin alih fungsi lahan dan kegiatan reklamasi yang sudah disetujui oleh pejabat setempat.

Sebentar lagi gelap, Jamal beranjak dari TKP (Tempat Kejadian Penindasan), ia kayuh sampannya meninggalkan bakau yang sebentar lagi akan berpisah dengannya. Dari sini menuju lokasi sandaran sampannya, melewati pinggiran perumahan kelas atas yang ditembok dan objek wisata pantai yang dikuasai kaum kapitalis.

Gerimis turun, bukan dari langit, tapi dari pelupuk mata Jamal, lalu menderas bagai hujan saat ia mengingat slogan pemimpin terpilih di masa kampanye dulu yang berjanji akan memperdulikan nasib nelayan. Semburat senja yang memperindah langit, baginya hanya tampak kelabu saja.

Penghuni di balik tembok tidak tahu dan tidak pernah mau tahu akan rasa iba yang melanda Jamal, mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. Sementara di tempat wisata tepi pantai, berpasang-pasang remaja yang sedang dimabuk asmara hanya menganggap Jamal buih di lautan, masing-masing pasangan pra halal tersebut beranggapan kalau dunia ini hanya milik mereka, yang lain numpang.

Daratan di samping kanan Jamal dulunya area mangrove, setiap melihatnya ingatan membawa Jamal menembus masa lalu. Saat kecil, ia dan almarhum ayahnya pernah mencari kepiting bersama. Karakter yang diwariskan almarhum ayahnya dan masih ia lakukan sampai sekarang adalah membantu penyebaran bibit bakau yang kadang jatuh tidak sempurna ke lumpur dari atas dahan. Lahan berlumpur di area mangrove dulunya diramaikan ikan tembakul, sekarang malah diramaikan 'ikan plastik' dari berbagai spesies, banyak yang berubah. Jamal pulang lebih telat dari biasanya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun