Konsep Ikhlas dalam Tinjauan Tasawuf Islam
Dalam tasawuf Islam, ikhlas adalah inti dari segala amal ibadah dan merupakan puncak kesempurnaan hati seorang hamba dalam hubungannya dengan Allah SWT. Ikhlas berasal dari kata yang berarti murni, bersih, atau jernih dari segala kotoran. Dalam konteks ibadah, ikhlas berarti melakukan segala sesuatu semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan pujian, keuntungan duniawi, atau kepentingan pribadi.
1. Ikhlas dalam Al-Qur'an dan Hadis
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus..."
(QS. Al-Bayyinah: 5)
Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan..."
(HR. Bukhari & Muslim)
Ayat dan hadis ini menunjukkan bahwa amal yang diterima oleh Allah adalah yang dilakukan dengan niat yang benar, yakni ikhlas karena-Nya.
2. Ikhlas dalam Tasawuf: Konsep Spiritual
Dalam tasawuf, ikhlas memiliki dimensi spiritual yang mendalam, yaitu:
Ikhlas dalam Tauhid -- Mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan dipatuhi tanpa menyekutukan-Nya dengan kepentingan lain.
Ikhlas dalam Ibadah -- Melaksanakan ibadah semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau takut celaan manusia.
Ikhlas dalam Akhlak dan Muamalah -- Bersikap baik kepada orang lain bukan karena berharap imbalan, tetapi karena mengharap ridha Allah.
3. Tingkatan Ikhlas dalam Tasawuf
Para ulama tasawuf membagi ikhlas ke dalam beberapa tingkatan:
- Ikhlas Awam -- Beribadah karena mengharap pahala atau takut siksa.
- Ikhlas Khawwash (Khusus) -- Beribadah karena mencari ridha Allah, bukan karena pahala atau takut siksa.
- Ikhlas Khawwasul Khawwash (Sangat Khusus) -- Beribadah karena cinta yang murni kepada Allah tanpa mengharap apapun, bahkan tanpa merasa dirinya sedang beribadah.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebut bahwa orang yang mencapai tingkat tertinggi ikhlas tidak lagi merasakan dirinya beramal, karena yang ada hanyalah kehendak Allah yang bekerja melalui dirinya.
4. Hambatan Ikhlas: Penyakit Hati dalam Tasawuf
Menurut tasawuf, ikhlas bisa terhalang oleh penyakit hati seperti:
- Riya' -- Beramal karena ingin dipuji orang lain.
- Sum'ah -- Ingin terkenal karena ibadah atau amal baik.
- Ujub -- Bangga terhadap amal sendiri.
- Hubbud Dunya -- Mengutamakan dunia daripada akhirat.
Sufi besar seperti Imam Junaid Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali mengajarkan bahwa untuk mencapai ikhlas, seseorang harus terus melakukan mujahadah (berjuang melawan hawa nafsu) dan muraqabah (merasa selalu diawasi oleh Allah).
Dalam tasawuf Islam, ikhlas adalah fondasi utama yang menentukan nilai suatu amal. Mencapai keikhlasan sejati membutuhkan perjalanan spiritual yang panjang, melalui pembersihan hati dari segala bentuk ketergantungan selain kepada Allah. Orang yang benar-benar ikhlas tidak lagi mencari keuntungan duniawi, melainkan hanya ridha Allah sebagai tujuan hidupnya.
Cara Melatih Ikhlas Menurut Gus Baha'
Gus Baha' (KH. Bahauddin Nursalim), seorang ulama ahli tafsir yang dikenal dengan pemahaman mendalamnya tentang Al-Qur'an dan tasawuf, pernah menguraikan cara melatih ikhlas yang sesungguhnya. Menurut beliau, ikhlas bukan sekadar teori, tetapi sesuatu yang harus dilatih secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa poin penting dari pemaparan beliau:
1. Ikhlas Itu Sederhana: Jangan Merasa Berjasa
Gus Baha' sering mengingatkan bahwa ikhlas itu sederhana, yaitu melakukan kebaikan tanpa merasa berjasa atau ingin mendapat balasan. Beliau mengatakan:
"Kalau kamu berbuat baik, jangan merasa kamu telah berbuat baik. Kalau kamu ikhlas, ya sudah, jangan mengingat-ingat kebaikanmu."
Ini berarti, jika kita membantu orang lain, shalat, bersedekah, atau beribadah, kita tidak perlu merasa telah melakukan sesuatu yang luar biasa. Justru dengan melupakan kebaikan yang kita lakukan, kita akan lebih mudah mencapai keikhlasan.
2. Ikhlas Itu Tidak Perlu Diumumkan
Gus Baha' menegaskan bahwa keikhlasan akan rusak jika diumumkan atau diceritakan kepada orang lain. Misalnya, jika kita telah membantu seseorang, jangan sampai kita menceritakannya, apalagi dengan maksud mendapat pujian.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. Tetapi jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang miskin, itu lebih baik bagi kamu..."
(QS. Al-Baqarah: 271)
Maka, cara terbaik untuk melatih ikhlas adalah menyembunyikan amal baik kita, cukup Allah yang mengetahui.
3. Jangan Menunggu Pengakuan atau Balasan
Salah satu penyakit yang menghalangi keikhlasan adalah mengharapkan balasan atau pengakuan dari orang lain. Gus Baha' mencontohkan:
"Kalau kamu nolong orang, terus berharap orang itu balas budi, berarti kamu belum ikhlas. Ikhlas itu memberi, lalu lupa. Bahkan kalau bisa, kita menganggap tidak pernah memberi apa-apa."
Misalnya, jika kita membantu teman, tetapi kemudian merasa kecewa ketika dia tidak membalas kebaikan kita, itu tanda bahwa kita belum sepenuhnya ikhlas.
4. Ikhlas Itu Beribadah Bukan Karena Duniawi
Gus Baha' menjelaskan bahwa ikhlas dalam ibadah adalah ketika kita melakukannya murni karena Allah, bukan karena mengharap sesuatu di dunia.
Contoh yang sering beliau sampaikan adalah doa dan shalat. Banyak orang beribadah agar rezekinya lancar, usahanya sukses, atau supaya punya kehidupan lebih baik. Memang ini tidak salah, tetapi derajat keikhlasan tertinggi adalah ketika seseorang beribadah hanya karena Allah, tanpa mengharap balasan duniawi.
5. Melatih Ikhlas dengan Kesabaran
Ikhlas juga harus disertai dengan kesabaran, terutama ketika kita menghadapi ujian atau perlakuan buruk dari orang lain. Gus Baha' mencontohkan:
"Kalau kamu menolong seseorang, lalu dia malah membalas dengan keburukan, apakah kamu masih mau berbuat baik? Kalau iya, berarti kamu benar-benar ikhlas."
Ujian keikhlasan terbesar adalah ketika kita tetap melakukan kebaikan meskipun tidak dihargai atau bahkan disakiti oleh orang yang kita bantu.
Kesimpulan
Menurut Gus Baha', melatih ikhlas adalah proses panjang yang harus dilakukan terus-menerus. Caranya adalah:
Jangan merasa berjasa atas kebaikan yang dilakukan.
Jangan mengumumkan amal baik.
Jangan mengharap balasan dari manusia.
Beribadah hanya karena Allah, bukan karena dunia.
Tetap berbuat baik meskipun tidak dihargai.
Ikhlas adalah kebiasaan yang bisa dilatih sedikit demi sedikit. Semakin sering kita melatihnya, semakin ringan hati kita dalam beramal tanpa pamrih.Â
Wallahu a'lam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI