Tak berapa lama, Ustaz Tholib datang menemui Pak Kyai. Mencium tangan Pak Kyai. “Nyuwun sewu, Kyai. Kyai memanggil saya?” ucapnya pelan, penuh hormat.
“Ustad Tholib tentu sudah tahu,” Pak Kyai langsung membuka pembicaraan, “yang terjadi dengan beberapa santriwan kita.”
“Nggih, Kyai.”
“Kenapa tidak ada yang lapor?”
Ustaz Tholib mulai grogi. “Belum, Kyai.”
“Kok?” Pak Kyai terlihat sangat serius.
“Sudah kami tangani, Kyai.”
“Sampai sejauh mana penanganannya? Coba jelaskan!”
“Nyuwun sewu, Kyai. Memang betul ada beberapa santriwan kita yang sakit perut. Sudah tiga hari. Tapi sudah kami tangani,” terang Ustaz Tholib berhati-hati.
“Kok masih mondar-mandir ke kamar kecil?”
Ustaz Tholib, yang diamanahkan sebagai Lurah Pondok, terdiam. Dia menyadari bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan santri selama berada di lingkungan pondok adalah menjadi tanggung jawabnya penuh. Dia merasa bersalah. Dia belum berani bersuara. Menunggu arahan Pak Kyai.