Mohon tunggu...
Hadi Sastra
Hadi Sastra Mohon Tunggu... Dosen - Guru, Dosen, Penulis

Hadi Sastra, seorang Guru, Dosen, dan Penulis, tinggal di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Menyukai bidang sastra, bahasa, literasi, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ampas Kopi Pak Kyai

5 Mei 2021   20:21 Diperbarui: 5 Mei 2021   20:20 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tunggu waktu yang tepat,” begitu alasan Pak Kyai.

Sesungguhnya, sesuatu telah terjadi. Apa pun alasannya, tak boleh disepelekan. Harus segera dibahas. Dicari sumber permasalahan, kemudian secepat mungkin segera ditangani. Ini menyangkut banyak hal. Menyangkut perilaku dan kebiasaan. Menyangkut budaya. Menyangkut harga diri. Bahkan, yang lebih jauh adalah menyangkut nyawa.

Namun, Pak Kyai sebagai tokoh sentral di institusi itu masih menganalisis. Mengatur strategi, bagaimana menyelesaikan dengan jalan terbaik. Untuk itu, beliau harus berhati-hati. Tidak gegabah. Lagipula, belum ada laporan secara resmi.

“Tapi, kasihan anak-anak itu,” keluh Nyai, menyuguhkan segelas kopi hitam kesukaan Pak Kyai.

“Sudah dibawa ke klinik kan?” tanya Pak Kyai.

“Sudah. Bahkan sudah diberi obat lagi. Tapi rupanya belum sembuh juga.”

Pak Kyai menarik napas. Agaknya beliau mulai melunak. Lalu, beliau memanggil salah satu santriwan yang kebetulan lewat di depan kediamannya.

“Santri,” suara Pak Kyai agak kencang, lantaran jaraknya cukup jauh dengan santri tersebut.

Spontan santriwan yang dipanggil menghampiri Pak Kyai. Lalu mencium tangan Pak Kyai. “Nggih, Kyai,” sahut santriwan itu lirih, duduk bersimpuh di hadapan Pak Kyai sambil menundukkan kepala.

‘Tolong panggilkan Ustaz Tholib,” perintah Pak Kyai.

Santriwan itu bergegas melaksanakan titah sang Kyai. “Nggih, Kyai.” Kemudian mencium kembali tangan Pak Kyai, merangkak mundur dan melangkah perlahan meninggalkan Pak Kyai dan Nyai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun