Yang menjadi masalah adalah, ada salah satu santriwan yang memiliki ide unik. Dengan alasan menambah berkah, dia mencampurkan abu puntung rokok Pak Kyai dengan ampas kopi. Anehnya, beberapa santriwan mengetahui, namun mereka kompak. Mereka diam. Mereka menikmati perpaduan dua jenis kesukaan Pak Kyai tersebut. Alhasil, ya... perut mereka memberontak. Dan, mereka bertujuh harus merasakan akibatnya; sakit perut luar biasa.
“Begitulah, Ustaz,” santriwan itu menutup ceritanya.
“Astagfirullahalazim, kalian kelewatan,” Ustaz Tholib geram. “Coba kalau kalian cerita dari awal, tidak begini jadinya. Tidak simpang siur beritanya. Bikin panik saja. Kalau orang tua kalian tahu bagaimana? Pasti pondok yang disalahkan.” Hadirin, selain empat santriwan, juga ikut geram.
“Siapa yang mencampurkan?” lanjut Ustaz Tholib.
Santriwan yang bercerita itu tertunduk. “Saya, Ustaz.”
“Ya Allah....” Ustaz Tholib tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia segera bangkit dan berpesan kepada salah satu ustaz, “Tolong lanjutkan rapat ini. Saya mau menghadap Pak Kyai.”
Lima belas menit kemudian rapat ditutup. Ketujuh santriwan diinstruksikan menghadap Pak Kyai. Entah apa yang akan terjadi. Apa fatwa Pak Kyai nanti. Semua penasaran. Hadirin peserta rapat membubarkan diri, masuk asrama masing-masing.
***
Hari keempat, tujuh santriwan masih bolak-balik ke kamar kecil. Hari kelima, mulai jarang ke kamar kecil. Hari keenam, mulai berkurang sakit perut mereka. Pas hari ketujuh --sesuai dengan jumlah mereka bertujuh-- mereka telah sembuh. Alhamdulillah. Ternyata Allah masih sayang terhadap mereka. Allah telah menyadarkan mereka. Mereka berjanji tak akan mengulangi lagi. Dan, berjanji tak akan berebut ampas kopi Pak Kyai lagi.©Hd
Catatan:
WC (bahasa Inggris), singkatan dari Water Closet, istilah lain dari toliet