Terlebih, kejadian seperti ini bukan yang pertama terjadi di kompetisi sepak bola Liga Indonesia. Dan, kiper yang paling rawan mengalami cedera fatal saat perebutan bola dengan lawan.
Kita masih mengingat mantan kiper senior Persela yang pernah dipanggil membela Timnas Indonesia, Choirul Huda, meninggal dunia karena insiden mengamankan bola di lapangan.
Akhir tahun 2021 lalu, kiper Tornado FC di Liga 3, Taufik Ramsyah yang baru berusia 20 tahun, juga meninggal dunia disebabkan benturan dikepalanya saat berupaya menangkap bola dari lawan.
Agar horor serupa tidak berulang
Saya tidak menyalahkan atau menyudutkan satu dua pihak. Sebab, terpenting sekarang adalah ruang untuk introspeksi.
Melalui tulisan ini, sebagai pecinta sepak bola, saya ingin menuliskan beberapa hal yang bisa dan perlu dilakukan agar insiden mengerikan yang membahayakan keselamatan pemain, tidak terus berulang di Liga Indonesia.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam pertandingan. Dan seharusnya itu tidak sulit dilakukan.
Pertama, butuh kesadaran pemain.
Bahwa, ketika terjadi perebutan bola dengan kiper dengan peluang 50:50, apalagi bila bola sudah lebih dekat dalam jangkauan kiper, tidak seharusnya pemain memaksakan menendang bola.
Sebab, ketika terjadi perebutan bola, umumnya posisi kepala kiper ada di bawah. Karenanya, sangat rawan terkena tendangan yang dilepaskan dengan sekuat tenaga. Bayangkan bila itu mengenai kepala.
Kesadaran itu tentu tidak hanya berlaku untuk kiper. Tapi semua pemain. Setop pelanggaran brutal yang bisa menyebabkan cedera parah dan menamatkan karier. Ya, butuh kesadaran semua pemain.Â