Tapi, sejatinya, untuk menjaga rumah tangga tetap bahagia, tidak melulu diukur dari kenaikan UMP/UMK.
Tidak harus ketika UMP naik tinggi lantas hidupnya menjadi sangat bahagia. Sebaliknya, merasa bakal susah karena besaran UMP hanya naik sekian persen.
Bila seperti itu, belum pergantian tahun, tetapi sampeyan (Anda) berarti sudah mencekoki pikiran bahwa selama setahun ke depan hidup bakal susah karena kenaikan UMP yang tidak seberapa.
Selama 11 tahun berumah tangga, saya pernah merasakan dinamika ketika hidup mendadak tidak ramah ataupun sedang berada di atas. Pernah merasakan dengan gaji yang pas-pasan masih harus membayar ini itu. Toh, situasi itu tidak lantas merampas kebahagiaan di rumah.
Saya bersyukur punya pasangan yang setara dalam pola pikir, semangat, dan tujuan menjalani hidup.
Karenanya, ketika kami sedang berkecukupan maupun saat pas-pasan, kami tidak berubah. Ketika penghasilan sedang sedikit maupun di angka dua digit, kami juga tetap menjadi seperti kami yang kami kenal.
Kata orang, ujian istri adalah ketika suaminya sedang susah tapi dia tetap tegar menemaninya. Dan, ujian suami adalah ketika dia sedang berjaya. Mampukah dia tetap seperti biasanya. Semoga kita semuanya 'lulus' dari ujian itu.
Pada akhirnya, jangan menyerahkan sepenuhnya kebahagiaan sampeyan dan keluarga hanya berdasarkan angka-angka. Sebab, bahagia itu kita yang mengupayakan tanpa bergantung orang lain.
Memang, dunia ini tidak ditakdirkan menjadi surga. Tapi, kita bisa berkata kepadanya dengan puisi Sapardi: "aku mencintaimu dengan cara sederhana".
Sederhana dengan bergembira menjalani hidup, membumi dalam bersikap, dan istiqomah melangitkan rasa syukur.
Salam sehat.