Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Mengulik Istilah-istilah Kekinian di Bulu Tangkis Agar Tak Mati Gaya Saat Nobar

22 November 2021   08:58 Diperbarui: 22 November 2021   22:07 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak pekan kemarin hingga dua pekan ke depan, hari-hari kita akan diwarnai kabar dari bulutangkis. Pasalnya, tiga turnamen bulutangkis beruntun digelar di Nusa Dua, Bali.

Dimulai dari Indonesia Masters 2021 yang baru berakhir Minggu (21/11) kemarin. Lalu, pekan ini, Indonesia Open 2021 Super 1000 akan digelar mulai Selasa (23/11) hingga Minggu (28/1).

Lantas, pekan depan, Bali International Convention Center juga siap memanggungkan gelaran BWF World Tour Finals 2021 yang menampilkan delapan pemain/pasangan terbaik sepanjang tahun ini.

Tentu saja, itu kabar menyenangkan bagi pecinta bulutangkis di Indonesia. Para badminton lovers bisa menyaksikan para idolanya bermain. Sebab, turnamen ini memang ditayangkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi nasional.

Karena disiarkan di ranah publik (televisi), bulutangkis menjadi dekat dengan pecintanya. Termasuk mereka yang sekadar suka tapi tidak mengikuti perkembangan kekinian bulutangkis, juga ikut antusias.

Malah, ada yang nobar (nonton bareng) keluarga ataupun teman. Gelaran turnamen ini membuat kita jadi memiliki alternatif tononan seru di televisi ketika akhir pekan.

Nah, agar menontonnya semakin seru, tentu harus memahami apa yang terjadi di lapangan.

Memahami aturan dan istilah terkini di bulutangkis sehingga tidak sampai blank. Nggak nyaman kan bila menonton tapi ndak paham yang ditonton. Jadinya malah bertanya melulu ke anak, suami, atau teman?

Saya menggunakan kata "terkini" karena bulutangkis era kekinian memang berbeda dengan bulu tangkis zaman saya SD dulu. Beda aturan mainnya. Beda istilahnya. Dan tentu saja beda pemain-pemainnya. Apa saja?

Sistem reli 21 poin 

Sistem penilaian dalam pertandingan bulu tangkis seringkali mengalami transformasi.

Dulu, kita mengenal yang namanya "sistem pindah bola". Generasi bapak-bapak dengan rentang usia 40 tahun seperti saya, pasti paham sistem ini. Sebab, dulunya terbiasa bermain bulutangkis dnegan sistem ini.

Dikutip dari Kompas.com, dalam sistem pindah bola, utamanya dalam permainan ganda, setiap pasangan memiliki hak untuk melakukan servis sebanyak dua kali. Hak ini dimiliki tiap pemain.

Kesempatan untuk melakukan servis sebanyak dua kali tidak berlaku pada awal set.

Nah, untuk perolehan poin, hanya pemain/pasangan yang tengah memiliki hak servis yang bisa mendapatkan poin ketika shuttlecock masuk ke daerah lawan atau pukulan lawan keluar lapangan. Sementara pemain yang tidak mendapat jatah servis, berupaya agar pindah bola untuk bisa mencari poin. 

Dulu, di tahun 90-an, sistem pindah bola menganut game 15 poin x 3 game untuk tunggal putra, ganda putra, dan ganda putri. Sementara untuk tunggal putri hanya sampai 11 poin. Jika skor 1-1, dilanjutkan ke game ketiga.

Di pertengahan era 2000, pernah juga menganut sistem 7 poin x 5 game. Sistem ini dipakai karena sistem 15x3 dianggap memakan durasi yang lama dan tidak terprediksi.

Dalam sistem 7x5 ini, pemain dinyatakan menang jika telah merebut tiga dari lima gim yang ada. Namun, sistem ini tak berlangsung lama. Sebab, soal durasi tak sepenuhnya teratasi karena masih menetapkan pindah bola.

Kini, bulutangkis menerapkan sistem reli. Dalam sistem ini, setiap pasangan hanya punya satu kali kesempatan melakukan servis. Tak ada servis kedua. Sistem reli poin yang terbaru adalah sistem reli 21 poin.

Dalam reli poin, raihan poin tidak hanya dimiliki mereka yang melakukan servis.

Poin bisa didapat ketika pemain mematikan lawan ataupun kesalahan yang dilakukan lawan. Servis yang menyangkut di net atau tidak sampai ke kotak permainan, juga langsung berbuah poin. Jadi, tidak ada lagi pindah bola.

Karenanya, permainan dalam reli poin bisa berlangsung lebih singkat. Apalagi bila terjadi permainan cepat.

Meski, ada juga pertandingan yang sampai 1,5 jam an lebih karena untuk mendapat satu poin harus melalui adu puluhan pukulan. Apalagi bila harus berlangsung game ketiga karena kemenangan sama 1-1.

Setting point

Dulu, saat masih sistem pindah bola, kita mengenal istilah deuce alias perpanjangan waktu. Deuce terjadi bila poin sama kuat di angka 10-10 untuk tunggal putri dan 14-14 untuk tunggal putra dan ganda putra/putri.

Kini, dalam sistem reli 21 poin, ada istilah setting point. Maknanya sebenarnya tidak beda jauh dengan deuce. Perpanjangan waktu.

Setting point terjadi ketika poin kedua pemain/pasangan sama kuat 20-20. Lantas, siapa yang mendapatkan selisih dua poin lebih dulu, dia yang akan menang. Semisal 22-20, atau 24-22.

Lalu, adakah batasan poin untuk setting point ini? Ada.

Poin maksimalnya adalah 30 poin. Jadi, ketika poin masih sama kuat 29-29, maka tidak berlaku lagi selisih dua angka. Tapi, pemain yang lebih dulu mendapat 30 poin lah yang menang.

Sebab, andai tidak dibatasi poinnya, entah kapan akan selesainya pertandingannya. Bisa-bisa masih terus sama kuat sampai di angka 40-40 atau 50-50 hehe. Pemain tentu akan kelelahan.

Dalam situasi setting point, ketenangan dan mentalitas pemain akan menjadi penentu.

Sebab, kesalahan sekecil apapun semisal servis menyangkut di net atau pengembalian shuttlecock keluar lapangan, bisa berakibat pada kekalahan ataupun sebaliknya.

Challenge

Selama menyaksikan langsung pertandingan bulutangkis dari layar televisi, sampeyan (Anda) mungkin pernah mendapati tayangan rekaman ulang yang memperlihatkan shuttlecock masuk atau keluar lapangan. Inilah yang dinamakan dengan challenge.

Bila pemain ragu dengan keputusan dari hakim garis yang memutuskan shuttelcock keluar atau masuk, pemain bisa meminta challenge dengan sesegera mungkin. Biasanya pemain akan mengangkat tangannya. Meminta challenge.

Challenge untuk meninjau ulang keputusan wasit. Untuk meminimalisir human error.

Seringkali, hasil challenge berbeda dengan keputusan hakim garis. Maknanya, shuttlecock yang sebelumnya dinyatakan keluar, ternyata masuk dari hasil peninjauan teknologi hawkeye. Sehingga, keputusan pun dianulir. Diubah.

Namun, bila hasil challenge sama dengan keputusan wasit sebelumnya, tidak ada yang berubah.

Kenapa bisa berubah?

Karena dalam peninjauan via teknologi itu, shuttlecock masih dianggap masuk bila hanya menyentuh secuil garis lapangan. Ini yang acapkali luput dari pantauan pandangan manusia merujuk permainan yang begitu cepat.

Challenge pun ada aturannya. Pemain tidak dapat sesering mungkin mengajukan challenge.

Dikutip dari https://www.kompas.com/sports/read/2021/05/24/19400098/apa-itu-challenge-pada-pertandingan-bulu-tangkis, setiap pemain atau pasangan hanya dapat mengajukannya maksimal sebanyak dua kali challenge saja dalam setiap game. Dengan begitu, pemain/pasangan akan selektif untuk menggunakan kesempatan challenge yang sekiranya menguntungkan mereka.

Namun, tidak ada gading yang tak retak.

Penerapan teknologi ini tak selalu akurat. Pekan kemarin, teknologi hawkeye ini jadi sorotan kala ganda putra Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya menghadapi ganda Malaysia, Ong Yew Sin/Teo Ee Yi di semifinal Indonesia Masters, Sabtu (20/11).

Polemik terjadi ketika servis ganda Malaysia dinyatakan keluar (tidak masuk kotak) oleh wasit. Mereka lalu meminta challenge dan ternyata hasilnya masuk. Padahal, tayangan ulang pertandingan, shutlecock beberapa sentimeter belum menyentuh area kotak lapangan Marcus/Kevin.

Straight game dan rubber game

Selama menyaksikan pertandingan bulutangkis di layar televisi ataupun membaca berita seputar bulu tangkis, sampeyan mungkin cukup sering mendengar istilah ini ketika pemain berhasil memenangi pertandingan. Ada straight game. Ada rubber game.

Straight game adalah istilah ketika pemain/pasangan mampu memenangi pertandingan dalam dua game langsung.

Contohnya, tunggal putra Jepang, Kento Momota menjadi juara Indonesia Masters 2021 setelah menang straight game 21-17, 21-11 atas pemain Denmark, Anders Antonsen di final, Minggu (21/11).

Sementara makna rubber game adalah ketika pemain/pasangan membutuhkan tiga game untuk memenangi pertandingan. Ini karena dalam dua game awal, skor kemenangan sama kuat 1-1 sehingga harus ditentukan di game ketiga.

Contohnya ketika ganda putra Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya takluk dari ganda Jepang, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi di final Indonesia Masters 2021 lewat rubber game 11-21, 21-17, 19-21.

Selain itu, ada banyak lagi istlah-istlah yang familiar kita dengar dari pertandingan bulutangkis. Seperti smash, dropshot, backhand, dan beberapa istilah lainnya.

Namun, saya yakin, sampeyan yang menggemari bulutangkis pastinya sudah memahami istlah-istlah itu. Kurang elok rasanya bila saya harus menuliskan maknanya. Khawatirnya malah seperti peribasah menggarami lautan.

Tapi, tulisan ini dibuat bukan karena merasa paling tahu. Sekadar berbagi wawasan bagi yang mungkin belum paham. Dengan membaca tulisan ini jadi bisa paham sehingga lebih melek ketika menonton pertandingan bulutangkis.

Ah ya, siap-siap untuk kembali menyaksikan pebulutangkis-pebulutangkis top dunia, termasuk dari Indonesia yang akan kembali tampil di lapangan. Mereka akan tampil di Indonesia Open 2021 yang digelar mulai Selasa (22/11) besok.

Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun