Sebuah smash menyilang Jonatan Christie memungkasi perlawanan tunggal putra China, Li Shifeng, sekaligus menjadi akhir final Piala Thomas 2020 di Aarhus, Denmark, Minggu (17/10) malam.
Jonatan yang selama ini dikenal sebagai pemain 'pelit' dalam melakukan smash, sekalinya melakukan smash ternyata hasilnya dashyat.
Sebab, smash menyilang di depan area permainan lawan itu membuat Indonesia unggul 3-0 atas China. Dengan kata lain, Indonesia tampil sebagai juara Piala Thomas 2020.
Jonatan (24 tahun) yang tampil di game ketiga, memberikan poin kemenangan ketiga untuk Indonesia lewat kemenangan rubber game atas Li Sifeng (21 tahun). Dia menang rubber game 21-1, 18-21, 21-16.
Beberapa detik setelah selebrasi emosional Jonatan, pemain-pemain Indonesia memasuki lapangan. Mereka berangkulan. Bersama merayakan sukses Indonesia menjadi juara Piala Thomas 2020.
Sebelumnya, Indonesia meraih poin kemenangan pertama lewat Anthony Sinisuka Ginting yang mengalahkan Lu Guangzhu, juga lewat permainan rubber game.
Ginting kalah 18-21 di game pertama. Namun, itu rupanya hanya mengamati permainan lawan. Ginting nge-prank lawan yang memang jarang dihadapinya itu.
Berikutnya, karena sudah tahu pola main lawan, dia lantas tampil ganas di game kedua dan ketiga. Ginting menang 21-14, 21-16 seperti saya tulis di tulisan ini https://www.kompasiana.com/hadi.santoso/616c223e0101904d5d282be2/sempat-nge-prank-ginting-sumbang-poin-pertama-untuk-indonesia-di-final-piala-thomas.
Di game kedua, pasangan ganda putra, Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto, membuktikan bahwa mereka bisa diandalkan. Bahwa, Indonesia tidak hanya memiliki Marcus Gideon/Kevin Sanjaya dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di ganda putra, tetapi juga ada Fajar/Rian.
Fajar/Rian mampu menang dua game langsung (straight game) atas pasangan dadakan China, He Jiting/Zhou Haodong, 21-12, 21-19. Indonesia pun unggul 2-0.
Lantas, Jonatan membuat perjuangan tim Indonesia di Aarhus, Denmark, meraih happy ending lewat kemenangan di game ketiga.
Karena skor sudah 3-0, game keempat dan game kelima tidak jadi dimainkan. Meski, banyak badminton lovers penasaran menyaksikan penampilan Kevin Sanjaya yang untuk pertama kalinya dimainkan dengan Daniel Marthin di game keempat.
Keberhasilan Indoenesia meraih kembali Piala Thomas setelah menunggu selama 19 tahun, menghadirkan cerita tersendiri. Ada banyak cerita menarik di balik sukses Indonesia meraih Piala Thomas ke-14 sepanjang sejarah.
Apa saja ?
Indonesia pertama kali juara Piala Thomas di benua Eropa
Keberhasilan menjadi juara Piala Thomas 2020 menegaskan status Indonesia sebagai negara yang paling sering juara di kejuaraan beregu bulutangkis sektor pria yang paling bergengsi ini.
Indonesia kini juara 14 kali. Indonesia kembali menjauh dari kejaran China yang 10 kali juara. Sebelumnya, setelah Indonesia terakhir kali juara di tahun 2002, China bisa juara enam kali.
Nah, menariknya, ini merupakan kali pertama, Indonesia bisa juara ketika Piala Thomas digelar di Eropa. Sebelumnya, dari 13 kali juara, semuanya diraih Indonesia di Asia. Dari mulai di Singapura, hingga di Guangzhou, China.
Memang, sejak Indonesia berpartisipasi mulai tahun 1958, Piala Thomas jarang digelar di Benua Eropa. Tapi, pernah sekali digelar di London, Inggris di tahun 1982.
Kala itu, Indonesia mampu masuk ke final. Namun, di final yang memainkan 9 pertandingan, Indonesia kalah 4-5 dari China. Itu merupakan gelar pertama China di Piala Thomas.
Semua pemain Indonesia baru kali ini juara Piala Thomas
Dari 12 pemain putra Indonesia yang dibawa ke Piala Thomas 2020, semuanya baru kali ini merasakan menjadi juara di kejuaraan beregu yang dimainkan sejak tahun 1949 ini.
Tidak ada satupun dari 12 pemain tersebut yang menjadi bagian saat kali terakhir Indonesia juara Piala Thomas pada tahun 2002 silam di Guangzhou, China.
Tidak juga Hendra Setiawan (37 tahun). Sebab, pemain paling senior di tim Indonesia ini baru tampil di Piala Thomas di tahun 2006. Di Piala Thomas 2002 silam, Hendra belum ikut masuk tim.
Ginting dan Jonatan belum genap berusia 5 tahun ketika Taufik Hidayat (yang kala itu berusia 20 tahun) menjadi penentu kemenangan Indonesia 3-2 atas Malaysia.
Malah, pemain termuda Indonesia, pasangan ganda Leo Rolly Carnando dam Daniel Marthin yang kelahiran tahun 2001, belum genap berusia 1 tahun ketika Indonesia juara di tahun 2002 itu.
Kini, mereka menjadi bagian dari sukses tim Indonesia. Berjuang bersama senior-senior mereka. Tentu itu akan menjadi bekal berharga bagi mereka kelak saat kembali tampil di Piala Thomas di tahun-tahun mendatang.
Indonesia menyamakan head to head lawan China di final
Final Piala Thomas 2020 ini bisa dibilang sebagai final ideal.
Sebab, dua negara yang paling sering juara Piala Thomas sejak kali pertama digelar tahun 1949 silam, bersaing membawa pulang piala. Meski, China tidak membawa beberapa pemain-pemain topnya.
Nah, keberhasilan jadi juara di Aarhus, Denmark, membuat Indonesia kini menyamakan head to head pertemuan melawan China di final Piala Thomas menjadi 3-3.
Sebelumnya, dalam lima kali perjumpaan di final, China unggul 3-2 atas Indonesia. Final malam ini menjadi pertemuan keenam Indonesia melawan China di Piala Thomas.
Sejarah rivalitas Indonesia-China di final Piala Thomas dimulai di tahun 1982. Kala itu, Piala Thomas digelar di London, Inggris. China juara setelah mengalahkan Indonesia 5-4.
Dua tahun kemudian, Indonesia kembali berjumpa China di final Piala Thomas 1984 yang digelar di Kuala Lumpur. Kali ini, Indonesia juara usai mengalahkan China 3-2.
Liem Swie King yang bermain ganda bersama Hariamanto Kartono, menjadi penentu kemenangan Indonesia di game kelima. Itu gelar kedelapan Indonesia di Piala Thomas. Itu juga kemenangan pertama Indonesia atas China di final.
Rivalitas Indonesia-China kembali berlanjut di final Piala Thomas 1986 di Jakarta. Hasilnya, China berhasil mengalahkan Indonesia di rumahnya sendiri dengan skor 3-2.
Berselang 14 tahun, Indonesia akhirnya kembali berjumpa China di final Piala Thomas 2000 di Kuala Lumpur. Dan, Kuala Lumpur rupanya menjadi venue yang membahagiakan bagi Indonesia.
Indonesia juara setelah menang sempurna, 3-0 atas China di final.
Tiga poin kemenangan Indonesia di final diraih Hendrawan, pasangan Tony Gunawan/Rexy Mainaky, dan Taufik Hidayat yang kala itu baru berusia 18 tahun.
Perjumpaan Indonesia vs China di final Piala Thomas kembali terjadi di tahun 2010 di Kuala Lumpur. Kali ini, China yang berhasil mengangkat piala setelah menang 3-0 atas Indonesia.
Itu gelar kedelapan China sekaligus perjumpaan terakhir Indonesia vs China di final sebelum malam ini kedua negara kembali meraih 'tiket' ke pertandingan puncak Piala Thomas.
Meski juara, Indonesia tidak boleh mengibarkan bendera merah putih
Ada yang kurang dari perayaan juara Piala Thomas Indonesia di Aarhus, Minggu (17/10) malam. Tidak ada bendera merah putih yang berkibar saat momen penyerahan Piala Thomas.
Hanya lagu Indonesia Raya yang berkumandang dan dinyanyikan dengan penuh kebanggan haru oleh pelatih dan pemain yang di podium juara. Sementara bendera merah putih digantikan oleh bendera Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
Kenapa begitu ?
Dikutip dari Kompas.com, bendera Merah Putih tidak berkibar di podium dikarenakan Indonesia dinilai "tidak patuh" oleh Badan Antidoping Dunia (WADA). WADA merupakan badan yang mengawasi penggunaan obat-obatan atau doping pada atlet-atlet di tiap negara.
Dari laman berita Kompas.com yang dilansir dari Reuters, Jumat (8/10/2021), WADA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia lantaran dianggap tidak mematuhi syarat dan prosedur antidoping.
Terdapat lima negara atau lembaga yang dinilai tidak patuh terkait masalah doping oleh WADA. Yakni Federasi Bola Basket Internasional Tuli (DIBF), Organisasi Anti-Doping Nasional (NADO) Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK), NADO Indonesia atau Lembaga Antidoping Indonesia (LADI), Federasi Olahraga Gira Internasional (IGSF), serta NADO Thailand.
Nah, kelima negara/lembaga tersebut disanksi sesuai dengan ketidakpatuhan yang dilakukannya. Bahwa, bendera dari negara-negara yang tidak patuh, termasuk Indonesia, tidak akan dikibarkan pada kejuaraan regional, kontinental, internasional, atau acara serupa yang diselenggarakan oleh major event organizations, kecuali di pertandingan Olimpiade dan Paralimpiade.
Indonesia bahkan mendapatkan sanksi tambahan. Berupa selama masa penangguhan dengan melarang menjadi tuan rumah kejuaraan regional, kontinental, atau internasional.
Mengutip Harian Kompas (9/10), Wakil Ketua LADI, dr Rheza Maulana mengatakan pemberian sanksi ini karena adanya miskomunikasi. Menurutnya, LADI tidak mampu memenuhi target tes doping tahunan karena terkendala pandemi Covid-19.
Berdasarkan surat klarifikasi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ke WADA diketahui, LADI berencana mengirim 700 sampel susulan ke WADA, yang didapat dari gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua.
Kendati demikian, hingga babak final Piala Thomas 2020, WADA belum mencabut status "tidak patuh" Indonesia walaupun masuk ke babak final atau bahkan menjadi pemenang.
Ah, semoga ini menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak berwenang agar ke depan tidak berulang kejadian seperti ini.
Sebab, rasanya sangat aneh melihat tim Indonesia juara di kejuaraan internasional, tetapi tidak ada bendera merah putih berkibar sembari lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Padahal, momen 'sakral' seperti itu yang paling ditunggu pemain.
Meski, apapun itu, kita harus menyampaikan ucapan selamat dan terima kasih kepada pemain dan pelatih yang telah berjuang di lapangan sehingga Indonesia bisa kembali membawa pulang Piala Thomas ke tanah air.Â
Tim Indonesia yang jadi unggulan 1, membuktikan layak menjadi juara.
Sejak babak penyisihan, Indonesia tidak pernah kalah. Diawali dengan mengalahkan Aljazair, Thailand, Taiwan di fase grup, lantas menumbangkan Malaysia di perempat final, membungkan tuan rumah Denmark di semifinal. Hingga malam ini menaklukkan sang juara bertahan, China.
Salam juara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H