Di waktu jam pulang, saat menjemput anak saya pulang sekolah, di depan sekolah, biasanya berjajar bapak-bapak dan anak-anak muda yang menunggu anak atau adiknya pulang sekolah. Ada yang asyik mengobrol sembari menikmati isapan rokok mereka.
Asapnya menyebar ke mana-mana. Menerpa anak-anak berlarian usai keluar dari kelas masing-masing.
Parahnya lagi, petugas yang bertugas menyeberangkan anak-anak karena jalan di depan sekolah lumayan ramai, kadang juga merokok. Terkadang, dia memegangi rokok yang menyala.
Sejak dulu, saya bukan perokok. Namun, saya juga tidak paranoid terhadap mereka yang merokok. Selama mereka merokok di tempat yang benar, saya santai saja.
Namun, bila melihat orang tua yang dengan santainya merokok di dekat putra-putrinya, saya jadi merasa gemas. Gregetan.
Terkadang saya spontan berujar "mas, mbok ya dimatikan dulu rokoknya, kasihan anaknya".
Bagi saya, apa sih susahnya menahan diri sebentar untuk tidak merokok bila sedang berada di dekat anak-anak. Apalagi ketika mengantar ke sekolah.
Apa sih nikmatnya merokok di dekat anak-anak?
Apa mungkin karena tidak merokok, jadi saya tidak isa memahami kenikmatannya.
Tapi, menurut saya ini bukan lagi soal kenikmatan. Tetapi keengganan sejenak menahan diri untuk tidak merokok.
Toh, bila selesai mengantar anak, ketika tidak lagi berada di lingkungan sekolah, mereka masih bisa melanjutkan merokok. Semisal mampir ke warung kopi.