Dalam hati saya berujar, untung saja dia nggak memaksa untuk melihat KTP. Sebab, di KTP saya bertuliskan "wartawan". Bila begitu, urusan bisa runyam.
Saya tidak tahu siapa orang itu. Saya juga sudah lupa bagaimana rupa orangnya. Saya juga tidak tahu mengapa dia mendadak marah. Mungkin saja dia "yang punya" kawasan itu.
Saya hanya sering mendengar dari beberapa orang, ada biaya parkir kendaraan yang ketika hendak melihat tanggul lumpur itu. Atau ada semacam 'tiket masuk' ketika hendak naik ke tanggul. Mungkin saja dia merasa terusik dengan jepretan foto tadi.
Itu salah satu momen yang paling saya ingat selama menjadi warga Kompasiana. Bahwa, membuat tulisan di Kompasiana terkadang tak hanya dengan membaca berita dan mencari data dari situs luar negeri lalu 'mengarang indah'.
Bukan pula sekadar mengamati situasi yang sedang viral di media sosial atau mengenang pengalaman pribadi yang lantas dituangkan jadi tulisan. Sebuah tulisan terkadang lahir dengan penuh perjuangan.
Tulisan itu pada akhirnya tidak terpilih jadi pemenang lomba tersebut . Tapi, bagi saya, kenangan tulisan itu berharga.
Mencipta tulisan mahal dari bekas lokalisasi
Ada satu lagi momen yang juga terkenang dan masih satu rangkaian dengan lomba menulis.
Pada Mei 2015, Kompasiana kembali bikin blog competition bertema "Kisah Inspiratif di Daerahmu". Ini merupakan hasil sinergi Kompasiana dengan gerakan "Dayakan Indonesia".
Dayakan Indonesia adalah gerakan untuk menyebarkan semangat pemberdayaan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan usaha mikro untuk menjadikan Indonesia yang lebih kuat (www.dayakanindonesia.com).
Singkat kata, dalam blog competition ini, peserta diminta untuk menceritakan sosok atau organisasi inspiratif di daerah mereka. Â
Kata kuncinya adalah pemberdayaan yang dilakukan sosok tersebut.