Sebuah presentasi berhasil atau gagal, sebenarnya bisa diketahui sebelum paparan presentasi itu selesai.
Bahkan, dalam 15 menit awal presentasi, bayang-bayang gagal atau sukses itu sudah kelihatan.
Pengalaman pernah beberapa kali mengikuti pelatihan, workshop, seminar, hingga dipercaya menjadi narasumber dan mengajar di kelas (kuliah), membuat saya bisa sedikit merasakan aura itu.
Jika dalam 15 menit awal, khalayak yang hadir nampak antusias menyimak materi yang disampaikan, seorang pemateri presentasi bisa dikatakan telah berhasil.
Namun, bila dalam menit-menit awal presentasi, ternyata beberapa audiens mulai tidak fokus dan beralih memperhatikan layar gawainya daripada menyimak paparan, pemateri tersebut telah mencium aroma kegagalan. Meski, dia bisa mengubah situasi atau malah semakin parah.
Ya, menurut saya, ukuran utama keberhasilan dari presentasi adalah bagaimana respons dari audiens. Sebab, presentasi disampaikan kepada banyak orang. Didengar dan dirasakan banyak orang. Bukan sedang mengobrol sendiri di kamar mandi.
Lalu, apa yang membuat seorang 'tukang presentasi' bisa berhasil dalam mempresentasikan presentasinya sehingga khalayak antusias mengikuti presentasinya?
Sebaliknya, mengapa yang lainnya malah gagal?
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan langsung, menurut saya ada beberapa faktor yang menyebabkan sebuah presentasi bisa berhasil atau gagal.
Content is king
Perihal penentu keberhasilan presentasi, tidak sulit menyebut materi alias konten presentasinya adalah yang utama. Termasuk bagaimana konten itu disajikan kepada khalayak. Ini juga menjadi bagian penting dalam menentukan sukses tidaknya presentasi.
Semisal bila presentasi hanya disajikan dalam bentuk tulisan Ms Word, tentu cita rasanya akan berbeda dibanding materi yang dikemas lebih menarik dengan Ms Power Point, Google Slide, apalagi ditambahkan video dan iringan musik.
Perihal konten ini, saya teringat pada esai yang ditulis pendiri Microsoft, Bill Gates. Oleh Bill Gates, esai yang ia tulis pada 3 Januari 1996 itu diberinya judul "Content is King".
"Content is where I expect much of the real money will be made on the Internet".
Begitu Bill Gates mengawali esainya. Itu lead yang menarik.
Kala itu, konteks konten berkaitan dengan pemasaran. Dan, pada pertengahan tahun 90-an silam, belum banyak orang yang melek bahwa konten merupakan bagian penting dalam pemasaran.
Kini, kita membenarkanpemikiran Bill Gates itu. Bahwa, di bidang pemasaran, konten itu memang raja. Seperti raja, pengaruhnya besar. Penentu.
Tidak hanya di bidang pemasaran, dalam hal presentasi di acara workshop, mengajar kuliah di kelas, membuat video ataupun tulisan, konten laksana raja.
Bila konten yang disajikan ke khalayak itu menarik, penting, dan memberikan nilai tambah, tentu mereka tidak akan beralih ke gawai atau malah bikin ngantuk selama menyimak presentasi. Bila konten menarik.
Nah, untuk mengemas konten yang bisa menjadi 'raja', yang punya power sehingga mampu mempengaruhi orang lain, tentu saja tidak sembarangan.
Kontennya harus berkualitas. Harus dipikirkan matang. Butuh perencanaan. Mengutip kata bijak, bila gagal merencanakan, itu artinya merencakan kegagalan.
Mengonsep konten presentasi seperti membuat tulisan
Sebenarnya, membuat materi presentasi, tidak jauh beda dengan membuat tulisan. Bahwa, ide cerita yang ingin disampaikan, dikemas dengan gaya bahasa yang enak dibaca/didengar. Tentunya menyesuaikan dengan audiens.
Sama seperti sebuah tulisan, kekuatan presentasi ada pada leadnya. Awalannya. Inilah kunci content is king.
Bila sampean (Anda) bisa membuat gebrakan yang dashyat di awal presentasi, Anda sudah berhasil memikat audiens.
Saya selalu terpikat dengan pemateri yang cerdas dalam memulai presentasinya. Mereka langsung mendapat perhatian saya. Dan itu juga menjadi ilmu bagi saya.
Nah, untuk bisa membuat gebrakan di awal presentasi ini macam-macam caranya.
Ada yang menampilkan slide video. Ada yang memunculkan fakta berita yang memiliki ikatan emosional dengan audiens. Ada pula yang bercerita pengalaman hingga melakukan tanya jawab dengan audiens.
Ambil contoh, saya pernah hadir dalam presentasi bertema nasib media cetak di tengah ledakan media daring dan media sosial sekira lima atau enam tahun silam.
Di awal presentasi, si pemateri itu bercerita perihal pengalamannya pergi ke Amerika Serikat beberapa tahun silam.
Kata dia, beberapa tahun lalu, dia mendapati tumpukan sebuah koran di kios koran di sana masih tinggi. Namun, ketika dia kembali ke sana beberapa tahun kemudian, tumpukan koran itu tidak lagi setinggi dulu.
Dari cerita komparasi itu, dia menyajikan gambaran nasib media cetak sekarang ini. Bagi saya, itu menarik. Sebab, saya jadi tahu bagaimana nasib media cetak di Amerika Serikat sana. Saya mendapat wawasan baru.
Cerita itu menjadi pintu masuk bagi si pemateri itu. Dia sukses mendapatkan perhatian dari khalayak yang hadir. Lantas, dia masuk ke slide slide materi presentasinya yang menarik. Plus, gaya penyampaiannya yang oke.
Pernah juga mengikuti workshop kecil perihal kehumasan. Ada seorang narasumber yang materi presentasinya terus saya ingat. Utamanya caranya mengawali presentasi.
Dia bertanya. Pertanyaannya begini: "Sebagai orang yang bekerja di kehumasan, ketika membaca koran, berita (halaman) apa yang pertama Anda baca?".
Dari pertanyaan sederhana itu, audiens merasa tergoda untuk menjawab. Termasuk saya.
Lantas, ketika satu demi satu menjawab sesuai dengan yang biasa mereka lakukan, si pemateri lantas memberikan jawaban. Perihal halaman apa yang pertama kali dilihat orang yang bekerja di kehumasan.
Dari lead presentasi berupa pertanyaan itu, dia telah berhasil mendapatkan atensi semua orang.
Nah, dari beberapa contoh itu, jelas bahwa dalam presetasi, materi itu yang utama. Konten itu raja. Karenanya, siapkan materi yang oke. Kemas yang menarik. Tidak kalah penting, pikirkan bagaimana cara mengawali presentasi itu.
Bukan hanya konten, jangan lupakan 'ratunya'
Meski konten itu raja, tetapi dalam presentasi, dia tidak berdiri sendiri. Maksudnya, untuk sukses dalam presentasi, bukan hanya tentang konten semata. Tapi, ada pendampingnya.
Siapa pendampingnya?
Bagaimanapun, konten yang bagus itu benda mati. Tidak hidup. Konten bagus itu hanya akan menjadi bagus bila disampaikan oleh pemateri yang bisa menghidupkannya.
Sebuah konten bagus (semisal meminta dibuatkan ahli) hanya menjadi pajangan bila tidak bisa disampaikan dengan cara asyik.
Karenanya, dalam hal ini, cara kita dalam menyampaikan presentasi--sebut saja packaging--itu bisa menjadi ratunya. Bak ratu, dia bisa membuat raja keren menjadi semakin keren.
Dan yang juga penting adalah karakter. Semisal bagaimana gaya bercerita, caranya bertanya dan menanggapi pertanyaan, hingga cara melemparkan guyonan kepada audiens. Itu juga penting dalam mendukung suksesnya presentasi.
Dalam hal ini, saya tertarik dengan tulisan status mas Hemly Yahya di akun Instagramnya kemarin.
Figur inspiratif yang selama bekerja 30 tahun di dunia televisi suskes menjadi kreator banyak acara ini menulis begini di IG nya.
"Dalam komunikasi, content yang bagus saja tidaklah cukup. Packaging termasuk karakter cara menyampaikan jauh lebih menentukan. Jadi kalau berkomunikasi, perhatikanlah cara menyampaikan. Jangan hanya membanggakan konten!
Meminjam bahasa Mas Helmy, bahwa "content is king, packaging is queen, character is soul".
Ya, tiga hal itu saling berkaitan dalam membuat presentasi menjadi sukses besar. Jadi bukan hanya konten yang keren, tapi juga penyampaian, dan juga karakter.
Karenanya, penting untuk terus belajar. Ketika sudah bisa bikin konten keren, jangan berlebihan berbangga. Kita masih harus belajar bagaimana berbicara di depan banyak orang.
Namanya belajar bisa dari mana saja. Bisa dari media, bisa juga belajar dari orang lain. Terpenting mau belajar. Merasa gelas kita masih kosong dan butuh diisi dengan ilmu baru. Salam sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H