Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Waspada Kolaps Saat Berolahraga, Ingat Umur dan Jangan Berlebihan

18 Juni 2021   11:21 Diperbarui: 18 Juni 2021   11:28 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ancaman kolaps saat berolahraga bisa terjadi. Karenanya, penting untuk ingat usia dan tidak berlebihan ketika berolahraga/Foto: https://health.kompas.com/


Berolahraga itu menyehatkan badan. Berolahraga bisa membuat pikiran senang. Karenanya, tanpa perlu diajak orang lain, kita memiliki keinginan dan merasa butuh berolahraga.

Hanya saja, keinginan itu terkadang sebatas ingin. Ada saja alasan untuk mengurungkan keinginan tersebut. Dari alasan sibuk kerja, badan capek dan pegal, usia yang sudah tidak muda.

Malahan, muncul opini bahwa berolahraga bisa mengakibatkan efek buruk bagi badan. Berolahraga ternyata juga bisa menyebabkan masalah karena berakibat buruk bagi badan.

Seperti kaki keseleo, kram, otot tertarik dan masalah otot lainnya. Kondisi seperti itu bisa terjadi bila olahraga dilakukan tanpa persiapan atau melakukan gerakan berlebihan.

Fakta terbaru, kolapsnya pemain Timnas Denmark, Christian Eriksen di lapangan saat tampil di Euro 2020 dan meninggalnya legenda bulutangkis Indonesia, Markis Kido, saat berolahraga membuat kaget banyak orang.

Kejadian di lapangan yang terjadi hanya dalam waktu beda sehari itu menjadi alarm bagi kita yang rajin berolahraga supaya tetap waspada. Bahwa ketika berolahraga jangan terlalu lelah. Jangan memforsir tenaga ketika berolahraga.

Jangan berlebihan ketika berolahraga, ingat usia

Pesan agar jangan memforsir tenaga ketika berolahraga itu selalu diucapkan istri saya ketika melepas saya pergi berolahraga.

Setiap Rabu malam, saya ada jadwal bermain bulutangkis dengan warga di kompleks perumahan yang saya tinggali. Pesertanya bapak-bapak. Sepulang kerja, sekira pukul 20.00 kami mulai bermain. Biasanya bisa sampai pukul 23.00 WIB.

Malah, terkadang ada 'undangan' untuk bermain sepak bola. Seperti awal pekan kemarin, bermain bola di Stadion Gelora Delta Sidoarjo.

"Jangan maksa, ingat umur," begitu kata istri saya.

Dia memang tahu betapa bersemangatnya saya ketika berolahraga. Dulu sebelum menikah, saya sering mengajaknya ke lapangan futsal ataupun lapangan bola ketika ada pertandingan. Termasuk bila kebetulan sedang tanding badminton.

Karenanya, dia tahu, ketika futsal, saya bisa bermain penuh sepanjang waktu. Tanpa diganti.  

Tapi kini, saya menyadari situasinya kini sudah beda. Saya pun dalam berolahraga mulai beradaptasi dengan usia.

Meski masih rutin bermain bulutangkis dan terkadang masih futsal, tetapi intensitasnya tidak seperti saat muda dulu yang ketika sepekan bisa bermain dua kali. Bahkan bermain sepak bola di lapangan besar selama 90 menit pun masih kuat.

Ketika bermain bulutangkis pada Rabu malam, itupun bermain berpasangan (ganda). Tidak kuat bila harus bermain single yang sendirian di lapangan. 

Memang, dalam sekali jadwal main bulutangkis, semalam bisa bermain dua hingga tiga kali. Tapi tidak pernah memaksakan diri. Tahu mengukur kekuatan badan. Main pertama. Istirahat. Tanding lagi. Istirahat.

Tetapi memang, berolahraga itu tidak boleh berlebihan. Bila memang lelah ya berhenti. Istirahat. Terlebih bagi saya dan bapak-bapak tetangga yang kini berusia 40 tahun-an.

Kalau dulu ketika masih muda, berolahraga itu mudah saja dilakukan. Sekalipun tanpa ada persiapan. Meski seharian sibuk bekerja, malamnya dilanjut dengan futsal ataupun bulutangkis, tidak ada masalah. Yang penting berkeringat. Senang. Bugar.

Sekarang beda. Jangan sampai niatan berolahraga agar badan menjadi lebih bugar, justru yang didapat malah keseleo, masalah otot, apalagi memicu serangan jantung.

Kita harus ingat, di usia yang semakin bertambah, kondisi tubuh berubah. Tubuh mungkin juga mulai mengalami penurunan fungsi. Pun, ketika mengalami cedera saat berolahraga, proses pemulihan tentunya akan berbeda dengan ketika kita masih muda.

Ancaman serangan jantung saat berolahraga juga sewaktu-waktu bisa terjadi. Terlebih, bila berolahraga setelah seharian bekerja.

Karenanya, jangan memaksakan diri. Ketika memang badan sudah merasa tidak kuat, ya berhenti. Setop. Jangan diteruskan.

Pernah ketika bermain bulutangkis, lawan tanding saya mendadak berhenti ketika game kedua baru dimulai. Ketika skor belum sampai di poin 20 (dari 30 poin).

Bapak tetangga di perumahan itu mengaku kepalanya mendadak pusing. Pandangan matanya juga berkunang-kunang ketika hendak memukul shuttlecock dengan raket. Karenanya dia memutuskan berhenti bermain.

Lantas, rebahan di pinggir lapangan. Sembari meminum minuman hangat. Untungnya tidak terjadi apa-apa. Tetapi memang, dia membuat keputusan tepat dengan tidak meneruskan bertanding.

Jangan takut berolahraga

Memang, masalah nyeri otot dan keseleo bisa terjadi ketika berolahraga. Kejadian buruk seperti yang dialami Eriksen juga bisa terjadi. Termasuk mengalami serangan jantung seperti yang menimpa Markis Kido.

Namun, bukan berarti kita kemudian menjadi takut berolahraga. Sebab, ada lebih banyak manfaat berolahraga bila dibandingkan masalah yang ditimbulkan.

Terlebih bagi kita yang sehari-hari bekerja, bahwa dalam dunia keolahragaan, ternyata nyeri otot dan pegal-pegal itu pertanda tubuh kita sudah terlalu letih dan butuh dilenturkan.

Toh, kita bisa menyesuaikan olahraga yang dilakukan dengan aktivitas kerja kita. Menyesuaikan dengan usia kita.

Kita bisa memilih olahraga yang tidak berat. Olahraga yang have fun tapi tetap membuat badan bergerak dan berkeringat.

Olahraga fun tapi membuat badan bergerak itulah yang coba kami lakukan saat bermain bulutangkis. Main beneran tapi juga banyak ketawanya. Tidak memaksakan diri mengambil shuttlecock yang memang dalam posisi sulit dijangkau.

Serta, bila memang 'nafas' sudah tidak kuat dan pusing bila mengayunkan raket, lebih baik berhenti. Meski, kejadian seperti ini sangat jarang terjadi.

Tidak kalah penting, sebelum bermain, kami melakukan peregangan untuk mencegah nyeri otot ataupun kram. Kalau bahasa sehari-hari, melakukan pemanasan sebelum berolahraga. Sehingga, badan tidak kaget bila diajak bermain.

Jadi, jangan takut berolahraga. Sebab, dengan berolahraga, badan akan jadi lebih bugar. Pikiran segar. Kondisi itu tentunya membuat kita akan bisa lebih optimal dan produktif dalam menjalani rutinitas kerja harian.

Tapi memang, jangan memaksakan diri ketika berolahraga. Jangan diforsir tenaganya. Utamanya bagi bapak-bapak yang mulai berusia 40 tahun seperti saya.

Ingat, umur tidak bisa dibohongi. Kita tidak muda seperti dulu. Terlebih bagi yang tidak punya basic berlatih sebagai atlet. Daya tahan fisik ketika berolahraga, tentu tidak lagi sama seperti saat 10 atau 20 tahun lalu. Semakin menurun. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun