Padahal, belum lama, kamar itu saya bersihkan. Saya atur untuk tempat tidur anak-anak. Namun, dengan adanya "temuan" itu, saya memilih untuk memindahkan mereka di kamar depan.
Memang, melihat retakannya, plafonnya belum waktunya ambrol. Namun, keamanan yang utama. Daripada menyesal bila sudah kejadian. Â
Saya pun bersegera mencari tukang. Lebih baik diperbaiki terlebih dulu daripada ambyar duluan. Lebih baik mengganti kayu dengan materi yang anti serangan rayap.
Nah, awal pekan lalu, harusnya tukangnya sudah mulai bekerja. Bahan-bahan material yang diperlukan juga sudah datang. Namun, mereka mendadak ada urusan sehingga pengerjaannya mundur esoknya. Dikerjakan Selasa.
Esoknya, pagi, saya bersama istri berbelanja ke tukang sayur. Sekalian membeli kue untuk camilan tukangnya. Tidak lupa kopi kemasan yang kebetulan habis.
Sebab, bagi para tukang itu, katanya kurang semangat bila pagi hari belum ngopi. Makanya, minumnya harus kopi.
Nah, sesampai di rumah, ketika baru meggeser pagar, si bungsu tergesa membuka pintu. Lantas berteriak, "Ayah, plafonnya sudah ambruk," ujarnya mengabarkan. Si kakak menimpali, "sampai kaget Yah saking kerasnya".
Begitulah. Tidak lama kemudian, tukangnya datang. Plafon dibongkar. Jelas terlihat bila penyangganya kayu. Hanya penyangga genteng dan kuda-kudanya yang dari galvalum. Â
Demi melihat itu, saya lantas berujar spontan, "ini dulu kenapa kok nggak sekalian pakai galvalum. Kenapa harus kayu?"
Setelah berdiri 10 tahun, kayu pengangga itu pun lapuk. Jadi makanannya rayap. Tidak kuat lagi menyangga plafon. Rapuh.
Mengenali Tanda Gangguan Rayap di Rumah